EDITOR : Rustam Rettob, S.AP
Pada prinsipnya setiap orang berhak atas jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil yang merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapu atas dasar tersebut dalam proses penegakan hukum yang harus dipegang teguh adalah prinsip – prinsip yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, oleh sebab itu setiap orang yang ditetapkan sebagai tersangka, baik yang tidak ditangkap, tidak ditahan maupun yang ditangkap atau ditahan atau yang di perhadapkan pada suatu proses hukum tertantu, berhak mendapatkan perlidungan hukum agar kepentinganya dapat dilindungi.
Perlindungan hukum terhadap tersangka dalam permohonan praperadilan pada dasarnya terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak habeas corpus dalam sistem peradilan anglo saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasi manusia khususnya hak kemerdekaan.
Habeas corpus act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggarnya, demi untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
Ramelan, berpendapat permohonan praperadilan di Indonesia untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak asasi tersangka yang diperlakukan secara sewenang-wenang oleh pihak penyidik selaku pihak penegak hukum dalam melakukan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya disebut (KUHAP) dalam Pasal 1 angka 10 telah mengatur tentang praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang: Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.
Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan ataupun penuntutan.
Praperadilan yang diatur dalam Pasal 1 angka 10 dan Pasal 77 KUHAP telah diperluas dengan lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XXIII/2015 yang menyatakan bahwa sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan merupakan obyek dalam praperadilan. Ketentuan tentang praperadilan dalam KUHAP tersebut, Mahkamah Agung berpendapat dalam Pasal 1 angka 10 dan Pasal 77 KUHAP tidak mengatur tentang permohonan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri atau dalam status (DPO),
Sementara dalam praktek hukum di pengadilan permohonan praperadilan selalu dimohonkan oleh tersangka yang melarikan diri atau dalam status DPO, dengan demikian, hal tersebut dapat menimbulkan ketidakadilan hukum dalam masyarakat terkait pastian hukum bagi tersangka yang melarikan diri atau DPO dalam permohonan praperadilan.
Berdasarkan persoalan tersebut Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan Bagi Tersangka Yang Melarikan Diri Atau Sedang Dalam Status Daftar Pencarian Orang.
SEMA Nomor 1 Tahun 2018 tersebut menyatakan tersangka yang melarikan diri atau dalam status daftar pencarian orang (DPO), maka tidak dapat mengajukan permohonan praperadilan, jika termohon praperadilan tersebut tetap dimohonkan oleh penasehat hukum atau keluarganya, maka hakim menjatuhkan putusan yang menyatakan permohonan praperdilan tidak dapat diterima serta terhadap putusan tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum
SEMA Nomor 1 Tahun 2018 oleh Mahkamah Agung sebagai suatu kebijakan untuk mewujudkan keadilan dalam masyarakat terkait kepastian dalam bagi tersangka yang melarikan diri atau DPO dalam permohonan praperadilan, dengan demkian Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA Nomor 1 Tahun 2018 tentang larangan permohonan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri, atau sedang dalam status daftar pencarian orang, berguna untuk mengatur hal teknis terkait penyelenggaraan praktek hukum dalam peradilan,
Sebab pada praktek hukum dalam peradilan permohonan terkait praperadilan selalu dimohonkan oleh tersangka yang melarikan diri atau sedang dalam status daftar pencarian orang, baik melalui keluarga tersangka atau kuasa hukum tersangka, pada hal belum ada ketentuan yang mengatur terkait hal tersebut, sehingga apabila tersangka yang melarikan diri atau dalam status daftar pencarian orang tetap mengajukan permohonan praperadilan maka hal tersebut, dapat menimbulkan ketidakadilan hukum dalam masyarakat,
Terkait kepastian hukum bagi hak tersangka dalam permohonan praperadilan. SEMA Nomor 1 Tahun 2018 tersebut, tidak bertentangan dengan perlindungan hukum terhadap hak asasi tersangka yang sedang melarikan diri atau dalam status daftar pencarian orang.
SEMA Nomor 1 Tahun 2018 pada prinsipnya, mengatur agar seorang tersangka dapat memenuhi hak dan kewajiban hukumnya. SEMA Nomor 1 Tahun 2018 tersebut, juga bertujuan untuk mewujudkan keadilan hukum dalam masyarakat, khususnya terkait kepastian hukum bagi hak tersangka dalam permohonan praperadilan.