Jakarta/mataradarindonesia.com – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membukukan realisasi investasi sebesar Rp. 214,7 triliun pada triwulan IV (Oktober – Desember) Tahun 2020, naik 3,1% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2019 lalu.
Capaian tersebut berhasil menciptakan lapangan kerja bagi 294.780 Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Pada periode ini, Penanaman Modal Asing (PMA) berkontribusi sebesar Rp111,1 triliun (51,7%), sedangkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp103,6 triliun (48,3%).
Hal itu disampaikan Kepala BKPM-RI dalam Konferensi Persnya di Kantor BKPM – RI dan press release yang diterima media ini, senin, (2/2), lanjut disampaikan bahwa,
Secara kumulatif, pencapaian realisasi investasi tahun 2020 (Januari-Desember) berhasil mencapai Rp826,3 triliun atau 101,1% dari target Rp817,2 triliun. Sepanjang tahun 2020, realisasi investasi PMDN mencapai Rp413,5 triliun (50,1%), sedangkan PMA sebesar Rp412,8 triliun (49,9%). Perolehan pada tahun 2020 tersebut mampu menyerap hingga 1.156.361 TKI dengan total 153.349 proyek investasi.
“Alhamdulillah, atas kerja keras teman-teman BKPM, walaupun kondisi perekonomian nasional sempat mengalami kontraksi akibat pandemi COVID-19, target investasi tahun 2020 sebesar Rp817,2 triliun bisa kita capai. Ada kenaikan sekitar 9 triliun. Kita lihat di sini, PMDN berkontribusi lebih besar dibandingkan PMA.
Di era pandemi COVID-19, peran PMDN sangat luar biasa sebagai benteng pertahanan realisasi investasi. Jadi BKPM tidak hanya urus investor asing saja.
Lima tahun terakhir investasi kita sudah mulai berimbang antara PMA dengan PMDN,” ujar Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers yang dilakukan secara daring pada Senin (25/1) di Kantor BKPM, Jakarta.
Tercatat persebaran investasi pada triwulan IV tahun 2020 di luar Pulau Jawa mencapai Rp113,4 triliun (52,8%), melebihi investasi di Pulau Jawa sebesar Rp101,3 triliun (47,2%).
Sedangkan, untuk periode sepanjang tahun 2020, realisasi investasi di luar Jawa sebesar Rp417,5 triliun (50,5%) lebih besar dibandingkan di Jawa sebesar Rp408,8 triliun (49,5%).
“Ini adalah sebuah bukti bahwa investor dalam dan luar negeri tidak lagi menjadikan Jawa sebagai alternatif satu-satunya. Ke depan, dalam rangka hilirisasi dan transformasi ekonomi, luar Jawa akan berkembang. Kami membuka semuanya dan memberikan insentif lebih baik. Karena esensinya, pertumbuhan ekonomi itu penting, tapi lebih penting lagi pemerataan,” jelas Bahlil.
Bahlil menegaskan kembali salah satu syarat mutlak bagi investor melakukan investasi adalah infrastruktur yang memadai. Investasi berkualitas semakin merata ke luar Pulau Jawa, dimana Investor tidak hanya berpusat di Jawa.
Pada periode triwulan IV 2020 ini, sektor yang paling berkontribusi masih didominasi oleh sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi sebesar Rp36,4 triliun (17,0%), Adapun realisasi investasi terbesar berada di provinsi Jawa Barat yaitu mencapai Rp34,1 triliun (15,9%).
“Namun, yang menarik adalah teman-teman investor asing lebih ke Maluku Utara dan wilayah Timur lainnya. Ini mencerminkan bahwa investor asing sudah mulai nyaman berinvestasi ke daerah-daerah yang selama ini belum dijamah secara maksimal,” ungkap Bahlil.
Secara akumulatif data realisasi investasi sepanjang tahun 2020, provinsi Jawa Barat masih menjadi lokasi favorit untuk berinvestasi dengan total realisasi investasi sebesar Rp120,4 triliun (14,6%).
Sedangkan, sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi tetap mendominasi dengan capaian sebesar Rp144,8 triliun (17,5%).
Sementara Singapura yang merupakan negara hub bagi investor asing, masih menjadi negara asal terbesar realisasi investasi PMA yaitu US$9,8 miliar (34,1%).
Terkait dengan telah disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) dan vaksinasi Covid-19 yang sudah berjalan, Bahlil menyampaikan bahwa awalnya target realisasi investasi tahun 2021 sesuai ketetapan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas yaitu Rp855,8 triliun. Akan tetapi, arahan Presiden Jokowi agar BKPM dapat mencapai target realisasi investasi sebesar Rp900 triliun pada tahun ini.
“Kami harus loyal dan taat menjalankan perintah Komandan. Jadi kita jalankan dengan strategi komunikasi dengan investor agar bisa realisasi. Kita melakukan konsep “tiba saat tiba akal”. Karena tidak ada rujukan buku di kampus manapun yang menjadi acuan mengelola pemerintahan khususnya investasi di tengah pandemi COVID-19,” ucap Bahlil menjawab pertanyaan dari rekan media. (ret)