Jakarta / Fakfak – Pemerintah telah menerbitkan 51 peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU – CK) yang telah diundangkan pada tanggal 2 Februari 2021. Adapun 51 peraturan pelaksana tersebut terdiri dari 47 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (PerPres).
Dalam Konferensi Pers Virtual Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja Dalam Kemudahan Berusaha pada siang kemarin (24/2), dan press release yang diterima mataradarindonesia.com,a kmis, (25/2) pagi ini, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa terdapat 4 peraturan pelaksana yang berkaitan langsung dengan perizinan, yaitu PP No. 5/2021 tentang Penyelenggaran Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, PP No. 6/2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah, PP No. 7/2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan K-UMKM; dan Perpres No. 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
“PP No. 5 tahun 2021 adalah intisari dari UU CK. Karena PP ini yang mengatur tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) sistem pengelolaan perizinan dalam Kementerian/Lembaga (K/L) yang berbasis sistem Online Single Submission (OSS). Khusus untuk PP No. 5 ini, saya ingin sampaikan bahwa NSPK ini merupakan acuan tunggal bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan pelaku usaha. Jadi tidak ada acuan lain dalam pengurusan perizinan berusaha,” tegas Bahlil dalam keterangan persnya.
Bahlil menjelaskan bahwa dalam PP No. 5 tahun 2021 tersebut juga mengatur proses perizinan berusaha yang dilakukan dalam sistem OSS, wajib digunakan oleh K/L, Pemerintah Daerah, Administrator Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan Bebas Perdagangan Bebas (BP KPBPB), serta pelaku usaha.
“Ini merupakan jawaban terhadap keluh kesah pengusaha selama ini, yang mengatakan bahwa pengurusan izin lama, susah bertemu pejabat, biaya mahal, dan lambat. Maka kita pangkas, kita utamakan transparansi, kecepatan, kepastian, dan kemudahan, syaratnya yang lengkap saja, sudah pasti jalan itu, tidak perlu lagi ketemu si A, B, dan C,” jelas Bahlil.
Dalam kesempatan tersebut, Bahlil menyampaikan bahwa sesuai dengan kesepakatan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, sistem OSS berbasis risiko akan diimplementasikan pada bulan Juli 2021. Akan tetapi, untuk masa uji coba dan penyesuaian, BKPM akan memulai implementasi pada bulan April- Juni 2021 terlebih dahulu.
Proses perizinan berusaha berbasis risiko dibagi menjadi 4 jenis dengan masing-masing perizinan yang diperlukan, yaitu risiko rendah, risiko menengah rendah, risiko menengah tinggi, dan risiko tinggi.
Bahlil menuturkan bahwa dalam sistem OSS tersebut telah mencakup 18 Kementerian/Lembaga dalam 16 sektor perizinan berusaha.
“Jadi, kalau pengusaha mau buat travel haji atau umroh, sampai dengan perguruan tinggi, bisa di urus di OSS di BKPM. Jadi tidak semua K/L memiliki kewenangan memberikan perizinan berusaha. Hanya 18 K/L saja. Jadi hanya itu yang masuk dalam sistem OSS,” jelas Bahlil menjawab pertanyaan rekan media.
Dalam kesempatan yang sama, Bahlil juga menjelaskan terkait Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Jika dibandingkan dengan regulasi sebelumnya, yaitu Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, regulasi ini lebih berorientasi pada pengaturan investasi yang berdaya saing.
Bahlil mengungkapkan bahwa sebelumnya terdapat 20 daftar bidang usaha tertutup untuk penanaman modal, sedangkan dalam Perpres No. 10 Tahun 2021 hanya terdapat 6 bidang usaha yang tertutup untuk investasi, yaitu Budi daya/industri narkoba, segala bentuk perjudian, penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I CITES, pengambilan/ pemanfaatan koral dari alam, industri senjata kimia, dan Industri bahan kimia perusak ozon. Sedangkan, dalam Lampiran II Perpres No. 10 Tahun 2021, terdapat 163 bidang usaha dalam 89 kelompok bidang usaha untuk dialokasikan atau kemitraan dengan Koperasi-UMKM (K-UMKM), yang sebelumnya hanya mencakup 145 bidang usaha.
“Ini adalah jawaban konkret pemerintah. BKPM bersama dengan Kementerian Koperasi dan UKM akan mengawal agar kebijakan ini terus mendukung UMKM secara komprehensif,” ujar Bahlil.
Bahlil juga tidak lupa mengingatkan kepada para Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, sebagai panglima terdepan yang melayani investor, baik investor besar maupun kecil. UMKM memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional serta menciptakan lapangan kerja.
“Sudah saatnya kita ubah pola pikir. Tantangan dalam menarik investor asing dan dalam negeri semakin ketat. Turunkan ego kita sebagai orang yang dicari. Melalui UU ini, mari kita saling mencari. Bertemu di titik tengah. BKPM akan proaktif membangun kerja sama yang baik, serta bersinergi untuk pertumbuhan ekonomi nasional,” ucap Bahlil.
UU CK yang terdiri dari 186 pasal telah disahkan dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 2 November 2020. UU CK merangkum 77 UU yang terbagi menjadi 11 klaster, di antaranya adalah kemudahan berusaha dan peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha. (ret)