Industri minuman keras di tanah air dipastikan bakal semakin semarak. Hal ini setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka kran izin investasi untuk pabrik minuman beralkohol dari skala kecil hingga besar.
Ketentuan tersebut tertuang di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau untuk kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat,” bunyi Pasal 2 ayat 1 Perpres 10/2021 seperti dikutip, Kamis (25/2/2021).
Selanjutnya, lampiran bidang usaha yang boleh mendapat aliran investasi tertuang dalam tiga lampiran. Pada lampiran ketiga, tercantum industri minuman keras mengandung alkohol pada daftar urutan ke-31.
“Persyaratan, untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat,” tulis lampiran III perpres tersebut.
Akan tetapi, syarat investasi industri miras berlaku di daerah tertentu saja. Kemudian, apabila penanaman modal dilakukan di luar daerah tersebut, maka harus mendapat ketetapan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.
Izin dan syarat yang sama juga berlaku untuk industri minuman mengandung alkohol anggur. Dengan izin ini, industri miras bisa memperoleh suntikan investasi dari investor asing, domestik, koperasi, hingga usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Investasi asing boleh mengalir dengan nilai lebih dari Rp10 miliar di luar tanah dan bangunan. Tapi, wajib membentuk perseroan terbatas (PT) dengan dasar hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam negeri.
Tak hanya mengatur soal investasi ke industri miras, Jokowi juga memberi restu investasi bagi perdagangan eceran miras atau beralkohol masuk daftar bidang usaha yang diperbolehkan dengan persyaratan tertentu.
“Bidang usaha perdagangan eceran minuman keras atau beralkohol, persyaratan jaringan distribusi dan tempatnya khusus. Bidang perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol, persyaratan jaringan distribusi dan tempatnya khusus,” tulis daftar 44 dan 45 pada lampiran III.
Gubernur Papua, Majelis Papua, Anggota DPD – RI asal Papua – Papua Barat, MUI Papua Barat menyatakan menolak dengan tegas izin investasi Miras di Tanah papua – papua barat, menurut komponen pemerintah tersebut bahwa miras bukan suatu budaya dan kearifan lokal papua, justru miras merupakan salah satu pemicu keributan dan meningkatnya angka kriminlitas di tanah papua,
Diolah dari berbagai sumber media, pada 2017 silam, Gubernur Papua Lukas Enembe mengeluarkan pernyataan. Menurut dia, sebanyak 22 persen kematian di Tanah Papua disebabkan konsumsi minuman keras (miras). Hal itu membuat miras jadi salah satu penyebab terkikisnya populasi penduduk asli Papua selain penyakit-penyakit di daerah tersebut.
Laporan Polda Papua mengiyakan asumsi tersebut. Data yang dilansir pada 2019 menyimpulkan bahwa 1.485 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 277 warga meninggal sebagian besar terjadi didahului konsumsi miras.
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BPPA) Papua juga melansir bahwa minuman keras menjadi pemicu utama kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di berbagai daerah di Papua.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilansir Kementerian Kesehatan menunjukkan rerata konsumsi alkohol di Papua memang paling tinggi se-Indonesia. Angkanya 9,9 poin per bulan dibandingkan rerata nasional yakni 5,4 poin per bulan.
Gubernur Papua juga sempat mengancam akan membakar toko-toko yang masih berjualan miras. Gubernur ingin menyampaikan kepada publik agar menolak izin investasi miras sebab pemerintah ingin selamatkan orang papua yang sudah banyak mati karena barang haram itu.
Tak heran, saat pemerintah pusat menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal menetapkan Papua sebagai salah satu wilayah tempat miras alias minuman beralkohol boleh diproduksi secara terbuka banyak yang terkejut.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua Barat itu mengatakan, kebijakan ini sangat menyedihkan bagi masyarakat Papua. Ia mengungkapkan, selama ini masyarakat, tokoh agama, pemerintah daerah dan tokoh adat bersama dengan semua stakeholder di daerah sedang berjibaku untuk melawan miras.
“MUI Papua Barat secara tegas menolak (investasi untuk produksi miras di Papua), tentu dari sudut pandang Islam, miras itu haram hukumnya untuk dikosnsumsi, mau sedikit atau banyak mau golonga A, B, C semua yang memabukan itu haram,” jelas Ustaz Ahmad.
Ia mengatakan, seharusnya pemerintah kalau membuka keran investasi yang tidak bertentangan dengan norma-norma agama, etika, moral, dan nilai-nilai adat orang Papua. Dengan menetapkan Papua sebagai daerah yang boleh memproduksi miras, ini sama dengan membunuh orang Papua secara tidak langsung.
“MUI Papua Barat secara tegas menolak ini, saya sebagai orang asli Papua jelas melihat Perpres ini membunuh generasi muda Papua dengan miras, MUI meminta ini (Perpres) harus ditinjau kembali, Perpres ini sangat membahayakan,” Ujarnya yang duktip dari berbagai media.
Tangkapan halaman Lampiran III Perpres Nomor 10/2021 – (https://jdih.setkab.go.id/)
Ustaz Ahmad Nasrau mengatakan, Papua adalah daerah paling kaya dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Papua punya tambang emas, minyak bumi, hutan yang kaya, laut yang kaya dengan ikan dan mutiara.
Kalau mau datangkan investor di bidang yang bisa membuka ruang untuk orang Papua ikut bekerja dan meningkatkan taraf hidup. Kalau investasi miras ini lebih banyak mudharatnya dari manfaatnya, Kenapa tidak sektor itu yang kemudian bisa memberi ruang dan membuka lapangan pekerjaan bagi orang Papua, Jelasnya.
Belum lama ini pemerintah telah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI). Sebelumnya, industri minuman beralkohol merupakan bidang insdustri tertutup.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah diteken Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.
Dalam Lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 pada angka 31, 32, dan 33 ditetapkan bahwa bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat.
Ustaz Fadlan Garamatan, ulama lainnya dari Papua berpandangan serupa. “Itu sama dengan Presiden Jokowi menghina orang Papua, seakan akan orang Papua bersimbol minuman keras,” kata Ustaz Fadlan kepada Republika.co.id yang dikutip mataradarindonesia.com
Ustaz Fadlan mengatakan, Perpres Nomor 10 Tahun 2021 secara tidak langsung membunuh orang Papua. Miras bisa membunuh karakter dan masa depan orang Papua.
Ia mengungkapkan, sudah cukup potensi alam di Papua diambil. Jangan sekarang tambah dibuat terpuruk dengan hadiah minuman keras. (ret)