Jakarta/Fakfak – Aturan tentang izin investasi baru dalam industri minuman keras (miras) mengandung alkohol yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal telah resmi dicabut.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengungkapkan, aturan investasi dalam industri miras tersebut ada dalam lampiran III Perpres 10/2021 yang memuat 46 daftar bidang usaha terbuka dengan persyaratan tertentu,
Baca juga : Kasus Bawaslu Fakfak, Kejaksaan Segera Naikan Status ke Tahap Penyidikan.
Ketiga bidang usaha dengan persyaratan tertentu yang dicabut yaitu nomor 31 industri minuman keras mengandung alkohol, nomor 32 industri minuman mengandung alkohol, anggur, dan nomor 33 industri minuman mengandung malt, hanya tiga bidang usaha inilah yang dicabut aturannya, sedangkan bidang usaha lainnya tetap terbuka dengan persyaratan tertentu,
“Perpres 10/2021 ini tetap berlaku, kecuali lampiran III nomor 31,32, dan 33 yang berbicara tentang alkohol, itu yang dicabut. Selebihnya tetap berlaku,” kata Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (2/3/2021) yang rilisnya diterima media ini.
Baca juga : Breaking News : Presiden Jokowi Cabut Izin Invetsasi Mirasi di Indonesia
Untuk daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu nomor 44, yaitu perdagangan eceran minuman keras dan beralkohol, ketentuan ini memang tidak dihapus.
Menurut Bahlil, aturan perdagangan eceran minuman keras dan beralkohol sebetulnya diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan, di mana penjualannya hanya bisa dilakukan di tempat-tempat khusus.
“Jadi ini dua hal yang berbeda. Kalau yang nomor 31,32,33 ini bicara industrinya. Sedangkan yang 44 bicara tentang tempat untuk melakukan proses penjualan, jadi tidak ada korelasinya,” tegasnya.
Baca juga : Janji Biaya Pendidikan, Kesehatan Gratis di Fakfak, UT Sentil : Perikanan Juga Harus Baik.
Bahlil menyebut, keputusan mencabut lampiran III nomor 31,32 dan 33 dalam Perpres 10/2021 ini diambil Presiden Joko Widodo atas dasar pertimbangan dan kajian yang mendalam dengan mendengarkan aspirasi dari para tokoh agama dan masukan dari provinsi dan daerah, dan juga memperhatikan dinamika aspirasi dalam konteks kebaikan.
“Ini adalah sebuah bukti dan tanda bahwa Presiden sangat demokratis, sangat aspiratif mendengar masukan yang konstruktif untuk kebaikan bangsa. Ini adalah contoh pemimpin yang kita bisa ambil jadi rujukan dalam mengambil keputusan, selama masukan-masukan itu konstruktif. Pikiran-pikiran para ulama dan tokoh agama lain adalah sebuah pemikiran yang konstruktif dan substantif dalam rangka mana kepentingan negara yang harus diselamatkan secara mayoritas,” kata Bahlil, (ret)