Penulis : Riko Noviantoro Widiarso/Peneliti kebijakan publik IDP-LP
Setelah ditetapkan sebagai kepala daerah terpilih, tentu tidak boleh duduk manis. Segeralah tekan ‘pedal gas’ melaksanakan visi-misinya. Setidaknya tunjukan sedikit wajah perubahan pada 100 hari kerja pertama. Agar optimisme masyarakat tumbuh atas terpilihnya sosok pemimpin baru. Bagai pepatah ‘kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda’.
Memang tidak ada rumusan baku, apa saja yang perlu dilakukan pada seratus hari pertama. Karena setiap daerah memiliki tantangannya sendiri.
Meski sepatutnya pada 100 hari kerja pertama, kepala daerah terpilih sudah punya prioritas kerja. Bahkan prioritas kerja ditentukan jauh sebelum maju sebagai calon kepala daerah dan calon wakil kepla daerah.
Lazimnya, pada 100 hari kerja pertama bagi kepala daerah, memanfaatkannya untuk konsolidasi politik. Dengan membangun dialog dan kerja politik dengan lembaga-lembaga lokal. Baik itu partai politik lokal, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial dan sebagainya. Harapannya mendapatkan dukungan penuh pada masa kepemimpinan lima tahun mendatang.
Tanpa sedikit nyinyir, upaya konsolidasi politik memang sah-sah saja. Hanya terasa konvensional. Terlalu mainstream. Standar dan tidak naik kelas. Apalagi pola-pola semacam itu hanya untuk memuaskan atau meredam emosi elit politik lokal yang kalah. Singkat kata sebatas diplomasi yang sejatinya tidak banyak manfaat bagi rakyat di daerah tempatnya terpilih.
Tidak hanya itu saja, bentuk-bentuk konsolidasi tersebut menggambarkan kualitas aktor politik lokal masih rendah. Dalam kontestasi apapun menang dan kalah adalah realitas. Apalagi pilkada sebagai instrument demokrasi untuk menjaring kepala daerah, sepatutnya hasilnya dihormati seluruh institusi politik.
Bagi yang terpilih tunjukan gebrakan perdana pada 100 hari pertama. Bagi yang oposisi tunjukan gebrakan saran konstruktif pada 100 hari pertama Selanjutnya berkomitmen bersama mengawal visi-misi kepala daerah terpilih.