Fakfak – Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Masyarakat Pertambangan Indonesia (DPN-MPI), Amin Ngabalin, S.Pi menyarankan kepada Ketua DPRD Provinsi Papua Barat untuk melakukan koordinasi secara kelembagaan soal pernyataan menanggapi rencana pembangunan smelter di wilayah Kabupaten Fakfak – Papua Barat,
Proyek pembangunan smelter tersebut di fakfak merupakan proyek strategis nasional sehingga pemerintah daerah, BPRD Papua Barat dan MRP Papua Barat harus menyambut baik sambil berkoordinasi dengan pemerintah pusat melalui Kepala BKPM-RI,
Program tersebut merupakan hasil kerja sama pemerintah pusat melalui BKPM-RI dengan salah satu Investor asing asal China yaitu (ENFI) dan keduanya telah melakukan Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) di jakarta pekan kemarin.
Ditegaskan Ngabalin bahwa pembangunan smelter tambang yang merupakan proyek startegis nasional dan seharusnya disambut baik oleh pemerintah dan masyarakat secara positif, termasuk DPRD dan MRP Papua Barat maka segera melakukan koordinasi secara berjenjang, sehingga hak-hak masyarakat adat dapat diakomodir secara baik oleh pihak investor, Minta Ngabalin merespon pernyataan Ketua DPRD Papua Barat, Orgenes Wonggor.
“Pemerintah Daerah, DPRD Papua Barat, MRP Papua Barat, memastikan berkoodiansi dengan pemerintah pusat melalui BKPM-RI untuk kepentingan masyarakat dan daerah ketika pekerjaan proyek strategis nasional itu dibangun maka bagaimana kemudian impelementasi peraturan pemerintah terutama soal tenaga kerja harus direkrut dari tenaga lokal di papua barat”, Saran adik Ali Mochtar Ngabalin dihubungi mataradarindonesia.com, Jumat, (16/4).
Mantan Sekretaris KNPI Papua Barat 2 periode ini menguraikan bahwa smelter tersebut bukan smelter peleburan pabrik atau peleburan nikel, smelter yang rencana dibangun di wilayah fakfak – papua barat adalah smelter peleburan tembaga, dia minta, semua pihak harus sambut baik sambil berkoordinasi dengan pemerintah pusat karena ini program strategis nasional,
“Ini proyek program strategis nasional sehingga pemerintah pusat tidak perlu meminta izin ke DPRD Papua Barat dan MRP Papua Barat, yang seharusnya dilakukan oleh kedua lembaga tersebut adalah dapat berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk bersama-sama bertemu pemerintah pusat dalam hal ini kepala BKPM soal hak-hak masyarakat adat setempat, terutama pemilik hak ulayat agar tidak terabaikan”, Saran Ngabalin.
Dia juga menyarankan kepada pemerintah daerah, DPRD serta MRP Papua Barat segera berkoordinasi dengan pemerintah pusat melalui kepala BKPM sehingga menjamin adanya keterlibatan pengusaha-pengusaha lokal bahkan menjamin tenaga kerja lokal lebih diperhatikan,
“Smelter ini bukan pabrik peleburan nikel tapi proyek startegis nasional ini merupakan peleburan tembaga dan kita harus menyambut baik sehingga PT. Freeport Indonesia bisa bekerja sama dengan smelter dimaksud untuk melakukan peleburan tembaga di fakfak, bukan lagi dibangun digresik yang tiap saat kita ribut”, Harap Ketua DPN-MPI.
Amin minta kepada semua pihak untuk tidak ribut soal rencana pembangunan yang berdampak positif terhadap kemajuan daerah, dia yakin dengan hadirnya proyek tersebut maka mampu genjot tenaga kerja lokal di fakfak maupun papua barat,
“Jadi jangan ribut, orang baru mau bangun sesuatu di fakfak saja kamu sudah bingun dan ribut, fakfak ini kabupaten tertua, dia sudah lepas kaimana, bintuni dan timika, 3 daerah ini sudah sangat maju, fakfak mau dapat apa oleh karena itu upayah pemerintah bangun smelter di fakfak salah satunya adalah untuk dapat memajukan daerah”, Harap Ngabalin,
Kendati demikian, dia sangat berharap kepada investor dan pemerintah pusat dalam hal ini Kepala BKPM-RI/Bahlil Lahadalia untuk tetap memperhatikan hak-hak masyarakat adat, terutama mereka yang kena dampak langsung dari pembangunan dimaksud seperti pemilik hak ulayat
Ngabalin percaya, Bahlil selain sebagai kepala BKPM-RI dia adalah salah satu anak fakfak yang sudah pasti tau tentang perut (kondisi) kabupaten fakfak hari ini, karena itu semua kepentingan masyarakat harus dibicarakan untuk diakomodir secara baik agar tidak terjadi salah paham dikemudian hari,
“Saya kira pak Bahlil ini selain sebagai Kepala BKPM-RI dia juga salah satu anak fakfak yang tau persis tentang kondisi dan keadaan fakfak, saran saya, investor dan pemerintah baik pusat maupun daerah serta pemangku kepentingan lainya harus memperhatikan hak-hak masyarakat adat terutama pemilik hak ulayat dalam proses pembangunan tersebut”, Saran Ngabalin. (ret)