Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menjelaskan lewat Undang-Undang Cipta Kerja, pihaknya diberi kewenangan untuk melakukan penilaian terhadap kepala daerah terkait pelayanan investasi.
Kewenangan itu diberikan Presiden kepada Menteri Investasi/Kepala BKM – RI Mengacu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 tentang Pemberian Penghargaan dan/atau Pengenaan Sanksi Kepada Kementerian Negara/Lembaga Dan Pemerintah Daerah,
BKPM atau Kementerian Investasi selaku koordinator dapat memberi sanksi kepada daerah yang dinilai berkinerja buruk, kepala daerah yang masuk penilaian Kementerian Investasi berlaku untuk bupati, gubernur, atau walikota.
Sanksinya adalah, jika realisasi investasinya buruk, maka akan ada penundaan transfer dana daerah dan dana bagi hasil, pengurangan atau pinjaman anggaran daerah, teguran tertulis, hingga publikasi di media massa nasional.
Sedangkan untuk daerah yang berkinerja baik, Bahlil menyebut pemerintah pusat akan memberikan hadiah berupa penambahan anggaran.
“Jadi nanti ada penilaian kepada kementerian/lembaga, bupati, gubernur, dan walikota. Penilaian itu tentang daerah mana saja yang melakukan pelayanan investasi yang baik dan buruk,” jelas Bahlil dalam siaran YouTube BKPM TV, Senin (10/5/2021) kemarin,
“Tapi kalau buruk, mohon maaf ini sanksinya sampai menunda transfer dana daerah, kemudian dana bagi hasil pun bisa ditunda. Itu menurut Perpres, bukan menurut Bahlil Lahadalia,” kata Bahlil melanjutkan.
Bahlil mengkalim tim penilai yang dikoordinir oleh pihaknya akan bersikap objektif karena terdiri dari kementerian teknis lainnya, seperti KPK dan Kepolisian.
Kementerian Investasi, kata Bahlil juga termasuk institusi yang dinilai juga. Bahlil menyebut kompetisi harus ada bila ingin terjadi perbaikan struktural iklim investasi di RI.
Kompetisi penting, karena kata Bahlil Presiden Jokowi punya target menggaet investasi senilai Rp1.100 triliun hingga Rp1.200 triliun pada 2022 mendatang.
Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya Sugiarto langsung menanggapi hal tersebut. Menurut Bima langkah tersebut bagus untuk menimbulkan rasa kompetitif.
Kendati demikian, perlu diingat, terhambatnya investasi apakah karena ada komitmen dari pemda yang tidak sejalan atau ada masalah struktural yang berasal dari pemerintah pusat.
“Jangan sampai kita skor rendah, ternyata bukan salah kita. Aturannya bias, ada confliting regulation, dan sebagainya, sehingga bisa fair,” ujar Bima dala kesempatan yang sama.
Bima juga mengingatkan pemerintah untuk untuk melakukan penilaian secara adil. Pasalnya, ia menilai ada daerah-daerah yang secara regulasi dan infrastruktur yang lebih terbelakang dari daerah lainnya. Jangan sampai faktor tersebut membuat skor daerah buruk meski kepala daerah telah bekerja keras.
Dia juga mengingatkan Bahlil untuk memastikan Kementerian Investasi tidak melakukan ‘hengky pengky’ dengan pemda tertentu guna mendongkrak penilaian.
“Karena urusan di ide tadi semua ngejar itu. Jangan sampai ada hengky pengky di belakang, sehingga penilaian lebih tinggi karena ada unsur kedekatan,” kata Bima melanjutkan.
Dalam kesempatan itu, Bima juga mengutarakan kekhawatirannya adanya potensi tsunami regulasi lewat UU Ciptaker. Dia melihat ada potensi daerah kehilangan retribusi dengan kebijakan satu pintu BKPM.
Memang, lanjutnya, di UU disebutkan kalau daerah akan diberikan insentif, tapi realistisnya seperti apa untuk bentuk insentif yang dijanjikan. “Insentif belum jelas aturannya di mana,” terang dia.
Selain itu, Bima juga menyinggung adanya ketidakjelasan pembagian pajak Proyek Stategis Nasional (PSN). Ada potensi pendapatan pemda akan tergerus bila pihak penerima pajak proyek tidak jelas.
“Kita kan dukung psn, tapi harus jelas pajaknya gimana, siapa yang dikenakan pajak dan berapa lama. kalau ini belum jelas, lagi-lagi pendapatan daerah akan sangat berkurang,” tuturnya.
“Kedua terkait standardisasi, bagi kami OSS (Online Single Submission) sebenarnya baik, tapi khawatir jangan-jangan untuk daerah yang agak maju malah jadi mundur,” kata Bima melanjutkan.