Jakarta – Hasil pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 akan menjadi acuan bagi partai politik untuk bisa mengusung calon pada pemilihan kepala daerah serentak 2024.
Karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan agar pemilu dapat digelar 21 Februari 2024 dari semula diselenggarakan pada April, sehingga ada cukup waktu untuk mempersiapkan pilkada apabila pemilu digelar dua putaran karena sengketa.
“Hasil pemilu rata-rata digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), maka penetapan hasil secara legal menunggu putusan MK,” ujar Anggota KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi dalam webinar Desa Peduli Pemilu bertajuk “Sistem dan Tahapan Pemilu” yang digelar secara daring, Selasa 14 September 2021 kemarin.
Pramono menuturkan, hasil pemilu akan sangat menentukan peta koalisi partai politik pada pemilihan serentak kepala daerah 2024 mendatang.
Berbeda dengan pencalonan untuk pemilihan presiden (pilpres) 2024, yang mana mengacu pada hasil pemilihan presiden sebelumnya yakni 2019.
Ia juga menyampaikan KPU RI sudah punya desain tahapan pemilu yakni hari pemungutan suara untuk pemilu 21 Februari 2024 dan pemungutan suara untuk pilkada 27 November 2024.
Februari dipilih karena tidak bersamaan dengan bulan suci Ramadhan yang mana umat muslim menjalankan ibadah puasa.
Hari pemungutan suara, terang Pramono, akan jatuh pada Rabu agar pemilih terdorong untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS), “Tidak Senin atau Jumat yang mana sering digunakan masyarakat untuk berlibur,” ucapnya.
Untuk tahapan pemilu 2024, ia menjelaskan akan dimulai lebih awal yaitu ada tambahan lima bulan bagi internal KPU antara lain untuk menyusun regulasi seperti peraturan KPU yang perlu disesuaikan, penguatan dan perbaikan infrastruktur informasi dan teknologi yang kelak digunakan serta sosialisasi pada publik dan partai politik.
“Tambahan lima bulan masa persiapan yang isinya perencanaan program dan anggaran, penyusunan regulasi, kita mau susun sejak dini tidak lagi pemilu 2019 lalu yang regulasi baru jadi sebelum tahapan dimulai,” papar dia.
Sementara itu, Ketua Program Studi Sarjana Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati dalam acara webinar itu juga menyarankan agar sistem pemilu yang ada saat ini disederhanakan apabila Indonesia ingin membuat pemilu secara serentak.
Ia menilai masih diterapkannya pemilihan presiden dua putaran, justru menegasikan tujuan dari pemilu serentak, ia menyarankan agar pemilu dibuat seperti pilkada, hanya satu putaran, hal itu, menurutnya perlu dilakukan melalui perubahan atau amandemen UUD 1945.
Tetapi ia menekankan agar perubahan amandemen tidak untuk mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
”Masa jabatan tiga periode tidak sesuai dengan tujuan pemilu karena sirkulasi elit menjadi terhambat dan bertentangan dengan semangat reformasi,” tegasnya.
Pengalaman sistem politik pada pemerintahan Orde Baru, imbuhnya, membuat bangsa Indonesia sepakat melakukan pembatasan jabatan presiden maksimal 2 periode, sehingga apabila ada wacana untuk memperpanjang jabatan presiden, cetusnya, harus ditolak.
“Kita tolak secara langsung tidak banyak diskusi lagi karena sudah tidak ditolerir lagi. Kalau ada upaya mendorong demokrasi kita ke belakang, tentu harus kita lawan,” Tukasnya.
Ketua Network for Indonesia Democratic Society (Netfid) Dahliah Umar yang juga menjadi narasumber dalam webinar mengatakan adanya syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya, terlalu berat.
Sehingga berdampak pada hanya dua atau tiga calon yang bisa maju pada pemilihan presiden, “Sehingga selalu akan ada partai yang menjadi leading dalam koalisi dan partai-partai besar akan sangat dominan menentukan koalisi yang ada pada pemilu 2024,” tukasnya
Beda dari KPU, Mendagri Usul Pemungutan Suara Pemilu Digelar April 2024
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengusulkan waktu yang berbeda dengan KPU terkait jadwal pemungutan suara Pemilu 2024. Tito mengusulkan Pemilu digelar pada April atau Mei.
“Kami mengusulkan hari pemungutan suaranya dilaksanakan pada bulan April seperti tahun-tahun sebelumnya. Atau kalau masih memungkinkan Mei 2024,” kata Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/9/2021).
Tito mengatakan pemungutan suara pemilu berdampak terhadap mulainya tahapan Pemilu. Menurutnya, jika pemungutan pada Februari 2024, setidaknya tahapan Pemilu dimulai sekitar Januari 2022.
Jika pemilu dimulai lebih awal, kata Tito, hal itu bakal berdampak pada polarisasi, stabilitas politik, dan keamanan. Menurutnya, hal itu juga bakal memberi dampak terhadap eksekusi program pemerintah pusat dan daerah.
“Ini akan berdampak pada polarisasi, stabilitas politik, keamanan, eksekusi program pemerintah daerah dan lain-lain, bukan hanya pusat tapi juga daerah karena semua terdampak,” ujarnya.
Karena ada perbedaan pandangan dengan KPU, Tito meminta Komisi II menunda pengambilan keputusan terkait tanggal pemungutan suara Pemilu 2024. Tito mengatakan pihaknya meminta waktu agar hari pemungutan suara diputuskan dalam rapat berikutnya sebelum masa reses selesai.
“Kami meminta agar penentuan waktu pemungutan waktu 2024 diputuskan dalam rapat kerja dengan Komisi II dan para penyelenggara di rapat berikutnya sebelum reses selesai,” tuturnya.
“Dalam kurun waktu ini pemerintah akan segera melaksanakan rapat internal kementerian lembaga dan pihak terkait lainnya. Setelah itu rapat dengan tim konsinyering yang ada perwakilan KPU Bawaslu dan kemudian DPR komisi II khususnya untuk melakukan exercise untuk menentukan waktu pemungutan suara,” lanjut Tito.