“Direktur Lambaga Bantuan Hukum Pemuda Muhammadiyah Maluku, Abdul Gafur Rettob, S.H.,M.H”
Ambon – Merespon beredarnya Vidio porno di Ambon-Maluku, Direktur Lambaga Bantuan Hukum Pemuda Muhammadiyah Maluku, Abdul Gafur Rettob, S.H.,M.H, mengatakan bahwa pelaku yang dengan sengaja mengedarkan Video porno, serta pelaku yang melakukan tindakan untuk berhubungan badan yang kemudian terpublikasi melalui siaran langsung (live) di media sosial Honey Live, dengan alasan kedua pelaku bahwa vidio tersebut hanya untuk bersenang-senang dan bukan untuk dikomersilkan, atau alasan lain bahwa atas perbuatan yang telah terjadi kedua pelaku akan di nikahkan dan atau dikawinkan.
Perlu dikatahui bahwa alasan tersebut dari segi hukum pidana bukan merupakan alasan untuk menghapuskan jeratan pidana terhadap pelaku yang diduga melakukan tindak pidana pornografi tersebut.Video porno yang dilakukan oleh kedua pelaku melalui siaran langsung (live) di media sosial Honey Live, merupakan suatu tindak pidana murni dan bukan tindak pidana aduan, sehingga tidak dapat diterapkan konsep penyelesaian kasus tersebut secara restoratif justice.
Upaya restoratif justice telah diakui eksistensinya dalam Pasal 1 angka 27 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidanabahwa Keadilan restoratif adalah penyelesaian kasus pidana yang melibatkan pelaku, korban dan/atau keluarganya serta pihak terkait, dengan tujuan agar tercapai keadilan bagi seluruh pihak. oleh karena itu yang menjadi korban dalam kasus ini adalah masyarakat dan bukan para pihak.
Perbutan palaku yang dengan sengaja menyeberkan vidio porno serta kelalaian kedua pelaku dalam melakukan adegan vidio poernografi tersebuttelah menyebebkan diketahui oleh masyarakat banyak. Oleh kerana itu bilah tindak pidana yang dilakukan ialah menyangkut tindak pidana aduan atau suatu tindak pidana yang pelakukan anak dibawah umur maka sah-sah saja untuk di kedepankan upaya hukum secara restoratif justice (non litigasi)
Kedua pelaku yang melakukan perbuatan asusila tersebut dianggap sudah dewasa dan mampu untuk dimintakan pertanggung jawaban pidana. Mengingat perbuatan tersebut telah diancaman dengan ancaman pidana diatas lima tahun sehingga kedua pelaku inisial VWS dan JP yang melakukan perbuatan hubungan badan melalui siaran langsung (live) di media sosial Honey Live dan pihak yang menyebarkan vidio porno tetap diproses hukum sesuai aturan hukum yang berlaku.
Adapun ancama pidana terhadap para pelaku telah diatur dalam Pasal 27 (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, yang menegaskan.
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.
Selain itu perbuatan tersebut juga diancam pidana dalam Pasal 36 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi yang menyetakan bahwa :
“Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yangmenggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual,persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun (ret)