KEPOLISIAN DAERAH PAPUA DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS MENETAPKAN DUA TERSANGKA DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALAHGUNAAN PENGELOLAAN DANA HIBAH YALEKA MARO-PAPUA DI KABUPATEN MAPPI TA. 2014 – 2017.
Dir Reskrimsus Polda Papua Barat, Kombes Pol Fernando Sanches Napitupulu, S.I.K saat menggelar Konferesni Pers di Mapolda Papua,
Papua – Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Papua tetapkan dua orang sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana hibah YALEKA – MARO, Kabupaten Mappi – Provinsi Papua, dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut adalah, TT dan LS.
Dir Reskrimsus Polda Papua, Fernando Sances Napitupulu melalui keterangan tertulisnya yang diterima mata radar indonesia. Kamis, (11/8) sore menguraikan kedua tersangka akhirnya diproses hingga ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengelolaan dana hibah Yaleka-Maro karena diduga menyalahgunakan dana dimaksud.
Dijelaskan Dir Reskrimsus Polda Papua, Fernando Sances Napitupulu, Mantan Kapolres Fakfak itu bahwa, modus operanding yang dilakukan bahwa awal mula sehingga dilaksanakan kegiatan Akbid Yaleka Maro di Mappi berawal dari Inisiatif tersangka LS yang disampaikan kepada tersangka TT untuk menjalin kerjasama antara Pihak Pemda Mappi dan Yaleka Maro Papua guna mengakomodir peningkatan layanan Kesehatan anak dan ibu ibu di Kab. Mappi,
Seiring berjalannya waktu, Lanjut Napitupulu, apa yang diinisiatifi para tersangka disetujui pihak Pemda sehingga pembiayaannya berasal dari APBD. Kesepakatan awal, bahwa proses kegiatan belajar dan administrasi tetap dikendalikan Yaleka Merauke, namun faktanya semua proses pengelolaan keuangan dana hibah dan proses pembelajaran, penginapan dan makan minum dikendalikan tersangka LS, pihak Yaleka Merauke hanya menerima transferan yang di lakukan oleh tersangka LS.
Bahwa adapun yang dijadikan dan otoritas menentukan tempat penginapan siswa adalah tersangka LS sehingga yang dipilih menjadi tempat penginapan adalah rumah kakak kandung tersangka dan tempat belajar rumah pribadi tersangka sehingga nilai besaran yang terdapat dalam RAB di proposal pengajuan tidak semunya diserahkan sesuai pos mata anggaran dalam proposal, sisanya untuk kepentingan pribadi tersangka LS.
Selanjutnya, proses penanda tanganan NPHD, fakta integritas dokumen pencairan lainnya seharusnya dilakukan oleh pihak Yayasan yaitu tersangka TT bukan tersangka LS karena tersangka LS tidak tercatat dalam akte yayasan sebagai pengurus yayasan sehingga yang mempunyai hak dalam penanda tanganan dokumen atas nama yayasan adalah pihak yayasan bukan tersangka LS,
“Tetapi tersangka TT tetap membiarkan hal tersebut berjalan sejak tahun 2014 s/d 2017, tidak ada larangan kepada tersangka LS melakukan hal tersebut sehingga diduga sangat bertentangan dengan Permendagri 32 tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD.”, Urai Napitupulu.
Setelah itu, Tersangka LS membuka rekening tabungan atas nama yayasan maro mappi sehingga otoritas terhadap uang yang telah ditransfer pihak pemda berupa dana hibah ada ditangan tersangka LS, padahal berdasarkan aturan bahwa rekening tujuan dana hibah diberikan kepada Lembaga/yayasan yang berbadan hukum sehingga rekening tujuannya seharusnya rekening giro bukan tabungan,
Namun dengan adanya pembukaan rekening tabungan atas nama Yayasan, tersangka TT tidak melarang menggunakan penerimaan dana hibah atas nama yayasan yang dikelola tersangka LS tetapi membiarkan hal tersebut terjadi serta tersangka TT malah menggunakan dana yang bersumber dari dana hibah untuk kepentingan pribadi sebesar Rp. 1.161.882.500 dengan rincian penggunaannya yaitu biaya studi S3.
‘Total dana Hibah yang telah dicairkan pihak pemda ke rekening yayasan yang dikelola oleh tersangka LS periode tahun 2014 s/d 2017 sebesar Rp 25,8 miliar serta besaran dana yang dikelola sendiri oleh tersangka untuk biaya penginapan siswa, makan dan minum siswa serta tempat belajar siswa sebesar Rp. 15.788.500.000,-Â dan yang ditransfer ke yaleka maro Merauke atas permintaan tersangka TT sebesar Rp 10.011.500.000,-Â untuk SPP, caping day, PKK dan wisuda dan yang dapat dipertanggung jawabkan oleh tersangka LS sebesar Rp. 8.440.674.380 sisanya menjadi kerugian negara.”, Ungkap Dir Reskrimsus.
Diuraikan Mantan Kapolres Fakfak ini bahwa Penyidik telah melakukan permintaan audit PKKN ( perhitungan kerugian keuanga negara) kepada AUDITOR BPKP Perwakilan Provinsi Papua atas dugaaan penyalahgunaan pengelolaan dana hibah periode tahun 2014 s/d 2017 kepada Yaleka Maro Merauke untuk total dana yang telah dicairkan sebesar Rp. 25,8 Miliar dan ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 8.509.708.120 dengan rincian beban pertanggung jawaban hukum kepada masing-masing tersangka yaitu untuk tersangka LS sebesar Rp. 7.347.825.620 dan untuk tersangka TT sebesar Rp. 1.161.882.500 berdasarkan LHA PKKN nomor: SR-156/PW26/5/2022 tanggal 25 April 2022.
Penyidik telah melakukan asettracing terhadap kerugian negara yang dilakukan oleh tersangka LS berupa penyitaan tanah dan bangunan sebanyak tiga unit berukuran 1.240 M2, 1.250 M2 dan 174 M2 yang masing-masing beralamat di Mappi, satu unit mobil jenis innova yang telah diamankan di Polres Mappi serta asset tracing terhadap kerugian negara yang dilakukan oleh tersangka TT berupa tanah dengan luas tanah 2.076,79 M2 yang beralamat di jl. Trans papua wasur Kab. Merauke.
Tersangka LS yang keseharianya sebagai PNS (Kepala Seksi SDMK Dinas Kesehatan Kabupaten Mappi), dan TT yang keseharianya sebagai PNS (PLT Asisten 2 Kabupaten Boven Digoel), keduanya disangkakan dengan pasal 2 Ayat (1) dan/ atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 e Kitab Undang Undang Hukum Pidana dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (ret)