Jateng – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno meminta Pemerintah untuk segera mempercepat revisi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) nomor 191 tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM) sebagai payung hukum untuk pengendalian BBM bersubsidi ke depan. Keakurasian data terpadu sebagai format pemberian subsidi menjadi hal yang perlu ditingkatkan guna mencegah terjadinya dualisme harga BBM subsidi agar lebih tepat sasaran.
“Data saat ini yang Kita gunakan adalah Data Terpadu Kemensos, itu pun masih dalam proses untuk kita tingkatkan lagi keakurasiannya. Maka diperlukan satu bentuk dan format pemberian subsidi yang yang lebih tepat sasaran untuk mencegah terjadinya dualisme harga yang kemudian bisa berujung pada penggunaan subsidi yang digunakan oleh pihak-pihak yang sebenarnya tidak berhak untuk menerima jadi subsidi itu tidak mubazir,” jelas Eddy kepada Parlementaria usai memimpin Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI ke TBBM Rewulu DIY, Jateng, Kamis (9/2) kemarin.
Untuk itu Eddy mengusulkan ke depan perlu adanya pola yang berbeda di dalam mendistribukan produk-produk bersubsidi. “Sebaiknya subsidi diberikan langsung kepada para penggunanya atau masyarakatnya jadi masyarakat yang memang berhak menerima subsidi diberikan subsidinya itu dalam bentuk tunai ke rekening masing-masing dan harga LPG di pasaran itu satu harga, sehingga tepat sasaran. Ini salah satu usulan yang Kami berikan tapi memang membutuhkan keakurasian data,” ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Anggota Komisi VII DPR RI Ratna Juwita Sari yang mengatakan perlunya kajian ulang terhadap skema penyaluran BBM bersubsidi baik itu dari jalur distribusi maupun jalur pengawasan agar masyarakat yang betul-betul berhak menerima memiliki akses subsidi secara mudah dan diharapkan nantinya penyaluran LPG 3 kg betul-betul bisa tepat sasaran.
“Utamanya terkait wacana untuk penghapusan penjual pengecer LPG 3 kg, Saya minta kepada pihak Pertamina agar wacana itu dirubahlah kalau bisa dihilangkan saja karena kalau kita misalnya mau melihat distribusi subsidi ini bener-benar tepat sasaran justru penjual-penjual, pengecer itu yang harus kita support karena mereka lah yang sebenarnya bersentuhan langsung dengan level masyarakat yang memang berhak menerima subsidi 3 kg ini,” pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komite BPH Migas Abdul Halim menyampaikan saat ini pihaknya bersama dengan Pertamina dan Patra Niaga mendorong sistem digitalisasi penggunaan aplikasi MyPertamina yang dimaksudkan untuk memastikan proses penyaluran BBM subsidi benar-benar tepat sasaran.
“Proses digitalisasi diawali di 11 Kabupaten/Kota dan bulan Maret nanti sudah mencapai 510 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Dengan harapan subsidi, dan konsumen nantinya terdata secara baik, guna meminimalisasi penyalahgunaan subsidi,” imbuhnya dalam rilis yang diterima mataradarindonesia.com, (rls/ret)