Jakarta – MenPANRB telah menerbitkan surat edaran kepada Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah untuk menganggarkan gaji tenaga honorer pada tahun 2024.
Menanggapi hal ini, anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha menuturkan bahwa gaji tenaga honorer tahun 2024 akan dianggarkan pemerintah.
Kemudian dalam surat tersebut, MenPANRB meminta kepada pemerintah pusat maupun daerah untuk menganggarkan gajitenaga honorer yang sudah masuk ke dalam database BKN.
Selanjutnya, MenPANRB menegaskan bahwa anggaran tersebut tidak mengurangi besaran gaji yang telah diterima tenaga honorer selama ini.
Lebih lanjut, Anas mengatakan pemerintah bersama DPR serta berbagai pemangku kepentingan sedang melakukan penataan tenaga honorer dan mencari solusi terbaik.
Selanjutnya arahan terbaru soal tenaga honorer diatur dalam Surat Edaran Menteri PANRB B/1527/M.SM.01.00/2023 tentang Status dan Kedudukan Eks THK-2 dan Tenaga Non-ASN, yang diterbitkan 25 Juli 2023.
Adapun isi surat edaran tersebut, sesuai masukan dan aspirasi dari berbagai pihak, tenaga non ASN masih diperlukan dalam mendukung pelaksanaan tugas pemerintahan.
Selain itu Kementerian PANRB lantas meminta kepada instansi baik pusat maupun daerah untuk menjalankan sejumlah langkah.
Kemudian dalam SE juga ditegaskan, semua instansi pemerintah harus mengalokasikan pembiayaan kepada tenaga honorer. Dengan prinsip, tidak mengurangi pendapatan yang selama ini diterima.
Berikut 3 permintaan kepada PPK terkait tenaga honorer yang tertuang dalam SE Menteri PANRB B/1527/M.SM.01.00/2023:
- PPK menghitung dan tetap mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan Tenaga Non ASN yang sudah terdaftar dalam pendataan Tenaga Non ASN dalam basis data BKN.
- Dalam mengalokasikan pembiayaan Tenaga Non ASN dimaksud, pada prinsipnya tidak mengurangi pendapatan yang diterima oleh Tenaga Non ASN selama ini.
- PPK dan pejabat lain dilarang mengangkat pegawai non PNSdan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN atau tenaga non ASN lainnya.
Selain itu, Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Alex Denni menceritakan, awalnya perkiraan jumlah tenaga non-ASN itu sekitar 400.000. Ternyata begitu di data ada 2,3 juta dengan mayoritas ada di pemerintah daerah.
Kemudian Alex menambahkan, beragam opsi dirumuskan.
Dia menambahkan, pedoman kedua adalah skema yang dijalankan harus memastikan pendapatan non-ASN tidak boleh berkurang dari yang diterima saat ini.
Lalu pedoman ketiga, memperhitungkan kapasitas fiskal yang dimiliki pemerintah. Alex ingin dalam proses ini pemerintah terus berhitung soal kemampuan anggaran.
Dia berharap tidak ada lagi instansi pemerintah yang merekrut tenaga non PNS sesuai dengan amanat peraturan-perundangan yang ada.
Persoalan tenaga honorer juga dialami oleh Badan Pengawas Pemilu.
Mengutip Republika, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menuturkan, Bawaslu akan kehilangan sekitar 7.000 ribu tenaga honorer yang tersebar di seluruh Indonesia.
Seiring hal tersebut, Bawaslu bersama Kementerian PAN-RB membahas tiga pilihan skema untuk menyelesaikan hal itu menyusul ada kebijakan penghapusan tenaga honorer.
Rahmat menjelaskan, tiga skema itu ada pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) khusus. Misalnya PPPK dengan kriteria khusus. Kedua, disalurkan ke PNS atau PPPK.
Selanjutnya yakni memperpanjang masa honorer hingga dua tahun ke depan.
Namun, kedua belah pihak belum menemukan kesepakatan terkait dengan skema yang dipilih untuk menyelesaikan persoalan tenaga honorer tersebut. Tiga skema itu dibahas oleh Bawaslu bersama Kementerian PAN-RB pada sebuah pertemuan. Akan tetapi, Bagja tidak menyebutkan secara rinci waktu pertemuan itu.
Rahmat menuturkan, pihaknya berharap Kementerian PAN-RB dapat memilih satu di antara tiga skema itu selama menguntungkan tenaga honorer Bawaslu.
Sebelumnya Rahmat menuturkan, Bawaslu akan kehilangan sekitar 7.000 tenaga honorer yang tersebar di seluruh Indonesia setelah hadiri pelantikan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota di Banten, Jambi, dan Sumatera Barat di Kantor KPU RI pada Jumat, 16 Juni 2023
Apabila 7.000 tenaga honorer itu diberhentikan, di setiap Bawaslu kabupaten/kota hanya akan tersisa 8-10 PNS. Dengan jumlah pegawai yang tergolong sedikit itu, Bawaslu berpeluang kesulitan mengawasi pada masa kampanye Pemilu 2024. (rls/ret)