Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai gerakan pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) oleh sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 tersebut inkonstitusional karena tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 7B UUD 1945.
Yusril menjelaskan hal ini berbuntut pada pemakzulan Jokowi dalam kurun satu bulan sebelum hari pencoblosan 14 Februari. Yusril mengatakan mustahil proses pemakzulan dapat dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan. Sebab proses pemakzulan itu panjang dan memakan waktu.
“Prosesnya harus dimulai dari DPR yang mengeluarkan pernyataan pendapat bahwa Presiden telah melanggar Pasal 7B UUD 45, yakni melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai Presiden. Tanpa uraian yang jelas aspek mana dari Pasal 7B UUD 45 yang dilanggar presiden, maka langkah pemakzulan adalah langkah inkonstitusional,” kata Yusril dalam keterangan tertulis.
Wakil Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran ini memperkirakan proses pemakzulan presiden paling singkat memakan waktu enam bulan. Artinya, setelah Pemilu 2024 digelar. Dia mewanti-wanti pemakzulan itu membawa kondisi pemerintahan menjadi chaos karena kekosongan kekuasaan.
“Sementara kegaduhan politik akibat rencana pemakzulan itu tidak tertahankan lagi. Bisa-bisa pemilu pun gagal dilaksanakan jika proses pemakzulan dimulai dari sekarang. Akibatnya, 20 Oktober 2024 ketika jabatan Presiden Jokowi habis, belum ada presiden terpilih yang baru. Negara ini akan tergiring ke keadaan chaos karena kevakuman kekuasaan,” ujarnya.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) pun mengaku heran aspirasi soal pemakzulan itu justru disampaikan kepada Mahfud yang merupakan Menko Polhukam sekaligus kandidat pilpres, alih-alih kepada DPR.
“Saya heran mengapa tokoh-tokoh yang ingin memakzulkan presiden itu menyambangi Menko Polhukam, yang juga calon wapres dalam Pilpres 2024. Seharusnya mereka menyambangi fraksi-fraksi DPR kalau-kalau ada yang berminat menindaklanjuti keinginan mereka agar segera dilakukan langkah-langkah pemakzulan. Pak Mahfud sendiri menegaskan bahwa pemakzulan bukanlah urusan Menko Polhukam,” katanya.
Dengan demikian, Yusril kembali menegaskan gerakan pemakzulan itu tidak sesuai konstitusi. Dia menyinggung aspirasi dari salah satu anggota DPR yang hendak melakukan angket terhadap MK namun sulit mendapat dukungan.
“Karena itu, saya melihat gerakan pemakzulan Presiden ini sebagai gerakan inkonstitusional dan ingin memperkeruh suasana menjelang pelaksanaan Pemilu 2024. DPR sendiri tidak mempunyai inisiatif apapun untuk melakukan pemakzulan. Bahkan keinginan Masinton Pasaribu untuk melakukan angket atas Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023 yang potesial melahirkan pernyataan pendapat DPR, hilang begitu saja tanpa dukungan,” katanya.
Yusril lantas mengajak semua pihak fokus pada penyelenggaraan Pemilu 2024 yang telah berjalan. Dengan begitu, Jokowi dapat mengakhiri masa jabatannya pada 20 Oktober dengan diganti pemimpin yang baru.
“Saya mengimbau segenap lapisan masyarakat untuk memusatkan perhatian pada penyelenggaraan pemilu yang tinggal satu bulan lagi dari sekarang. Dengan pileg dan pilpres yang dilakukan bersamaan, maka masa jabatan Presiden Jokowi akan berakhir 20 Oktober 2024 nanti. Marilah kita membangun tradisi peralihan jabatan Presiden berlangsung secara damai dan demokratis sesuai UUD 45,” kata dia. (rls)