Ambon – Kejaksaan Negeri Kepulauan Aru menahan lima anggota KPU Kepulauan Aru, terdakwa kasus dugaan korupsi dana hibah Pilkada tahun 2019-2020, Rabu, 17 Januari 2024.
Mereka adalah Ketua KPU Kepulauan Aru, Mustafa Darakay dan empat anggota KPU Kepulauan Aru lainnya yakni Mohamad Adjir Kadir, Kenan Rahalus, Vita Putranubun, dan Yosef Labok.
Empat orang ditahan di Rutan Kelas IIA Ambon, (Laki-laki) dan seorang lainnya ditahan di Lapas Perempuan Ambon.
Penahanan lima komisioner KPU Kepulauan Aru selama 20 hari itu dilakukan setelah penyerahan tahap II dari penyidik Satreskrim Polres Kepulauan Aru yang berlangsung di Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku, Kota Ambon.
Penyidik kepolisian juga menyerahkan barang bukti terkait kasus dugaan korupsi dana hibah Pilkada Kepulauan tersebut.
“Hari ini penuntut umum Kejaksaan Negeri Kepulauan Aru melakukan penahanan terhadap 5 orang terdakwa perkara dugaan Tipikor penyalahgunaan dana hibah pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Aru tahun 2020,” kata Plt Kasi Penkum Kejati Maluku Aizit P Latuconsina.
Meski kini KPU Kepulauan Aru tengah menjalankan tahapan Pemilu 2024, namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetap melakukan penahanan berdasarkan berbagai pertimbangan yang diatur dalam KUHAP.
“Yang jelas alasan-alasan penahanan sesuai KUHAP yang menjadi patokan dari tim penuntut umum,” kata Latuconsina.
Latuconsina mengatakan, secara eksplisit alasan-alasan penahanan sudah diatur dalam KUHAP. “Ada alasan objektif, alasan subjektif, dan itu yang menjadi pertimbangan.
Tidak ada pertimbangan di luar itu bagi teman-teman JPU dari Kejaksaan Kepulauan Aru,” tegasnya.
Kasus dugaan korupsi dana hibah Pilkada pada KPU Kepulauan Aru menjerat enam tersangka. Satu diantaranya berinisial AR, Sekretaris KPU Kepulauan Aru.
AR sudah lebih dulu ditahan Kejari. Kasus dugaan korupsi dana hibah Pilkada tersebut dilaporkan PPK ke Polres Kepulauan Aru tahun 2020. Penyelidikan kasus ini kemudian ditingkatkan ke tahap penyidikan pada 2021.
Setelah naik status penyidikan, Polres Kepulauan Aru mengirim surat kepada BPK RI pada 6 Juni 2021. Surat dikirim ke BPK untuk diminta dilakukan audit Perhitungan Kerugian Negara (PKN).
BPK RI baru menyelesaikan audit dengan memakan waktu kurang lebih 2 tahun. Hasilnya terdapat kerugian negara pada kasus tersebut.
Surat dari BPK terkait hasil PKN baru diterima Polres Aru pada awal Maret 2023. Berdasarkan hasil audit PKN tersebut, Polres Aru kemudian menetapkan lima orang komisioner dan sekretaris KPU Kepulauan Aru sebagai tersangka.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (Wisnu/Metrotvnews.com)
Penasihat hukum 5 Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Aru, Hendrik Lusikooy menilai Kejaksaan Tinggi Maluku dan Kejaksaan Negeri Aru menghambat proses pentahapan Pemilu di Aru.
Pasalnya, 5 Komisioner Aru ditahan oleh Jaksa usai tahap 2 kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Hibah Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Aru Tahun 2020 pada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kepulauan Aru, di Kantor Kejati Maluku, Rabu (17/1/2024).
Diketahui 5 Komisioner KPU yang menjadi tersangka tersebut yakni Mustafa Darakay selaku Ketua KPU Kepulauan Aru, dan Anggotanya yakni Yoseph Sudarso Labok, Mohamad Adjir Kadir, Kenan Rahalus dan Tina Jovita Putnarubun.
“Pada saat melakukan penahanan saya selaku kuasa hukum sempat menanyakan kepada jaksa yang menerima tahap II yaitu apakah undang-undang KPU diabaikan? Secara tegas oleh jaksa yang menerima bahwa ya demikian.
Dengan demikian karena ke 5 komisioner ini ditahan maka dengan sendirinya baik kejari Aru maupun Kejati Maluku telah menghancurkan proses dan tahapan pemilu di Kepulauan Aru,” kata Lusikooy.
Dijelaskannya, Kliennya merupakan Komisioner Aktif dan yang punya kewenangan untuk menahan adalah atas perintah Hakim, penyidik dan penuntut umum tidak bisa.
Sementara Jaksa berdalih menahan sesuai aturan KUHAP, tanpa pertimbangan UU KPU.
“Alasan yang pasti sesuai dengan KUHAP. Akan tetapi dengan Undang-undang Pemilu, menyatakan bahwa proses penahanan itu dilakukan oleh Hakim. Penyidik maupun penuntut itu tidak bisa melakukan penahanan, karena mereka masih melakukan tugas,” tambahnya.
Padahal lanjutnya, anggota komisioner ini masih melakukan agenda untuk mempersiapkan Pemilu.
Seperti 3 Komisioner yang rencananya akan mengikuti agenda bersama KPU Provini pada hari yang sama, selanjutnya satu Komisioner ke Bali dan 2 Komisioner juga harus ke Jakarta untuk mengikuti Bimtek KPU RI.
“Tapi karena mereka sudah ditahan jadi mereka tidak bisa ikut kegiatan. Dengan demikian tahapan-tahapan Pemilu di Dobo, Kabupaten Aru hancur lebur,” tambahnya.
Lanjutnya, penahanan terhadap tersangka kelima komisioner Aru ini juga akan menghambat proses distribusi surat suara yang belum tuntas.
Sehingga, pihaknya akan melakukan upaya hukum namun juga akan menyurati Kejati Maluku, kejagung Hingga KPU RI untuk penangguhan Penahanan tersangka Kliennya.
“Dari pihak kuasa hukum akan mengajukan permohonan pengalihan penahanan terhadap keempat komisioner tersebut Hal ini terkait dengan proses atau tahapan Pemilu yang sementara jalan di Kabupaten Kepulauan Aru karena mereka semua ditahan maka semua tahapan-tahapan pemilihan sementara jalan saat ini pasti terhambat, oleh karena itu upaya hukum yang akan kita tempuh adalah mengajukan permohonan pengalihan penahanan dengan bersurat ke Kejati, tembusan ke Jaksa Agung dan KPU RI di Jakarta,” tandasnya. (TribunAmbon.com)