Press Release. Yusril Ihza Mahendra
Jakarta – Ketua Umum Partai Bulan Bintang atau PBB yang juga Ahli Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra kuliahi Dedy Sitorus. Politisi PDI Perjuangan selama kurang lebih 30 menit.
Yusril jelaskan bahwa penyelesaian atas ketidakpuasan terhadap pelaksanaan pemilu dan hasilnya, khususnya soal pemilihan presiden, hendaknya diselesaikan di Mahkamah Konstitusi, bukan menggunakan hak angket DPR.
“Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu, dalam hal ini pilpres, oleh pihak yang kalah?
Pada hemat saya tidak karena UUD 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui MK,” ujar Yusril dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu, (2/3)
Wacana membawa dugaan kecurangan Pemilu 2024 ke DPR melalui hak angket dinyatakan pertama kali oleh Capres Ganjar Pranowo, yang dalam hitung cepat meraih 16 persen suara, di bawah Prabowo (58 persen) dan Anies Baswedan (25 persen)
Keberadaan hak angket diatur dalam Pasal 20A ayat (2) UUD 1945. Ketentuan mengenal hak angket dalam pasal tersebut dikaitkan dengan fungsi DPR melakukan pengawasan yang tidak spesifik, tetapi bersifat umum dalam hal pengawasan terhadap hal apa saja yang menjadi obyek pengawasan DPR.
Ketentuan lebih lanjut tentang hak angket dituangkan dalam undang-undang, yakni undang-undang yang mengatur DPR, MPR, dan DPD.
Selain itu, Yusril menjelaskan bahwa Pasal 24C UUD NRI 1945 dengan jelas menyatakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah
Mengadili perselisihan hasil Pemilihan Umum, dalam hal ini Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final dan mengikat.
Mantan Menteri Hukum dan HAM ini menjelaskan para perumus amandemen UUD 1945 telah memikirkan bagaimana cara yang paling singkat dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu, yakni melalui badan peradilan Mahkamah Konstitusi.
Hal ini dimaksudkan agar perselisihan itu segera berakhir dan diselesaikan melalui badan peradilan agar tidak menimbulkan kevakuman kekuasaan jika pelantikan presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut.
“Oleh karena itu, saya berpendapat jika UUD NKRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan pilpres melalui MK maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan,” ujar Yusril
Menurut dia, putusan MK dalam mengadili sengketa pilpres akan menciptakan kepastian hukum, sementara penggunaan hak angket DPR akan membawa negara ini ke dalam ketidakpastian.
“Penggunaan angket dapat membuat perselisihan hasil pilpres berlarut-larut tanpa kejelasan kapan akan berakhir. Hasil angket pun hanya berbentuk rekomendasi atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR,” kata Yusril.
Rekapitulasi suara nasional Pemilu 2024 dijadwalkan berlangsung sejak 15 Februari kemarin dan berkhir nanti 20 Maret 2024.