25.6 C
New York
Jumat, November 1, 2024

Buy now

Mengapa Golkar Unggul?

Pemilihan Umum (Pemilu) sudah selesai, tinggal menunggu penghitungan berjenjang dari
kecamatan hingga pusat. Suara Partai Golongan Karya (Golkar) diketahui meningkat di sekitar 15 persen, atau hanya tertinggal satu persen dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Padahal beberapa bulan sebelumnya, Golkar sempat dilanda isu perpecahan hingga Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).

Bagaimana Golkar bisa keluar dari “krisis” ini, dan justru melakukan comeback sampai meraih hasil yang melebihi target? Bila kita tarik mundur ke belakang, ke pemilu pertama era reformasi, pada 1999 kita mendapatkan dukungan terbanyak dari rakyat dengan 22,43 persen. Padahal saat itu reformasi baru muncul, dan Golkar kerap dikaitkan dengan rezim masa lalu.

Faktanya rakyat tetap mempercayai kerja politik dan karya pembangunan Golkar. Lalu di 2004, Golkar masih menjadi pemenang dengan 21,57 persen. Berikutnya di 2009, dengan makin stabilnya partai-partai lainnya, Golkar masih didukung 14,45 persen suara rakyat.

Di pemilu 2014 kami mendapat suara 14,75 persen, dan 2019 dengan 12,31 persen. Dari data tersebut, dalam beberapa tahun terakhir, tren suara Golkar berada di kisaran 12 persen hingga 14 persen. Di sisi lain, sejak reformasi, tidak ada partai mayoritas di Indonesia, sebagaimana Golkar di masa lalu. Yang ada adalah pemenang pemilu dengan perolehan seputar 20 persen. Dengan fakta-fakta tersebut, maka kami di Golkar tidak terlalu terkejut dengan hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 yang cukup baik.

Perolehan ini (sekali lagi) membantah rilis survei beberapa bulan lalu menjelang pemilu, di mana rating Golkar berada di kisaran 7 persen sampai 9 persen. Kami saat itu tidak denial terhadap hasil survei tersebut. Sebaliknya, survei tersebut kami gunakan sebagai cermin (juga warning) untuk bekerja lebih keras. Ini juga bukan sesuatu yang baru, karena di pemilu 2014 dan 2019, elektabilitas Golkar sebelum pemilu juga selalu dipersepsikan oleh pollster di bawah 10 persen. Faktanya, data menunjukkan saat pemilu dilakukan, suara Golkar selalu melewati berbagai hasil survei tersebut.

Apa yang kami lakukan pasca-bad news survei November-Desember lalu? Pertama, dalam setiap kesempatan Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) atau forum-forum konsolidasi lainnya, kami selalu menekankan ke seluruh jajaran partai, bahwa kita tidak ingin menang di survei, tetapi menang di Pemilu sesungguhnya.

Kami memahami bahwa rendahnya survei Golkar sebelum pemilu, karena pollster hanya melihat kerja institusi partai dan citra partai. Di sini yang perlu digarisbawahi, bahwa image politik selalu fluktuatif, depending on issues pada saat survei itu dilakukan. Mereka lupa, di akar rumput, ada pergerakan mesin partai yang kerap tidak terpantau surveyor.

Kedua, ini yang juga penting, di mana kami selalu menekankan agar seluruh jajaran partai, para pengurus, calon anggota legislatif (caleg), dan organisasi sayap, harus turun dan dekat dengan rakyat. Dengan makin dekat dengan pemilih, maka kita tahu apa yang mereka rasakan, termasuk apakah mereka mau memilih kita atau tidak. Setelah itu kita buat treatment untuk mengatasi berbagai tantangan di grassroot lalu, bukan hanya menjelang pemilu saja. Dan itu yang berbeda kami lakukan hari ini, dibandingkan sebelum-sebelumnya.

Audit Organisasi

Ketiga, persiapan Golkar di 2024 ini jauh lebih matang. Pembentukan 10 wilayah kerja pemenangan sejak Musyawarah Nasional (Munas) 2019, menunjukkan keseriusan Golkar untuk terus meningkatkan suara. Munas juga mengamanatkan partai melakukan revitalisasi, rejuvenasi, dan modernisasi struktur partai hingga ke struktur terbawah. Sebagaimana tertera dalam putusan Munas maupun Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), semua pengurus memastikan bahwa infrastruktur partai harus eksis sampai ke tingkat kecamatan dan desa, bukan hanya di atas kertas.

Lebih jauh AD/ART memerintahkan; tiga bulan setelah Musyawarah Daerah (Musda) di provinsi, harus Musda ada di kabupaten/kota. Lalu tiga bulan setelah itu, harus ada pemilihan di tingkat kecamatan. Satu tahun setelah Munas, semua infrastruktur partai harus tergelar konsolidasinya hingga tingkat kelurahan/desa.

Keempat, kami melakukan apa yang kami sebut sebagai “audit organisasi”. Selama ini ada stereotype bahwa Golkar adalah partai tua dengan infrastruktur yang paling menakutkan bagi lawan politik, karena paling lengkap hingga ke ranting. Namun itu sebenarnya lebih bersifat retoris daripada fakta di lapangan.

Kami tidak bangga berlebihan dengan “reputasi” itu. Sebaliknya, melihat itu sebagai tantangan yang harus dioptimalkan untuk pemenangan. Caranya, kita melakukan audit untuk mengisi infrastruktur partai dan melakukan revitalisasi.

Kami menemukan, misalnya ada ranting partai yang ketuanya sejak Golkar berdiri hingga sekarang masih sama. Atau dilanjutkan keluarganya secara turun-temurun. Ayahnya ketua, anaknya sekretaris, saudaranya bendahara, begitu seterusnya. Ini yang sejak 2020 pasca-Munas, kita revitalisasi, untuk memastikan infrastruktur partai agar sesuai image-nya, dianggap sangat kuat. Kami ingin hal itu tidak berhenti di sekitar citra saja, melainkan benar-benar ada, real di lapangan.

Kelima, kita membuat lembaga-lembaga baru. Misalnya Badan Pemenangan Pemilihan Umum (Bappilu), yang biasanya diaktifkan satu tahun menjelang pemilu, kini mengalami peningkatan status, dengan diformalkan di dalam AD/ART sebagai lembaga permanen. Jadi begitu pengurus baru terbentuk, struktur dan personalia Bappilu sudah juga harus ada.

Lalu kita juga membentuk alat kelengkapan organisasi baru berupa Badan Saksi Nasional (BSN), yang kita pastikan bisa mengisi seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang ada. Sebelumnya pengadaan saksi lebih bersifat sporadis oleh masing-masing caleg di daerah. Kini Saksi menjadi kunci, dan partai melakukan pelembagaan dengan meningkatkan level organisasi menjadi badan permanen.

Keenam, kami menghadirkan sebuah think-tank yaitu Golkar Institute (GI) yang bertujuan menjaring generasi baru melalui program sekolah the young political leaders. Dalam setahun GI melaksanakan pendidikan selama empat kali, yang menyasar anak-anak muda. Setelah mengikuti pelatihan, mereka kembali ke daerahnya masing-masing dan harus memberikan dampak positif terhadap lingkungan sekitar.

Anak-anak muda ini tidak diwajibkan masuk ke dalam struktur formal partai. Dengan begitu mereka bebas beraktivitas, dan mengeluarkan semua potensi dalam dirinya. Nah, ini semacam getaran baru yang kami ciptakan, dan alhamdulilah mendapat respon positif dari Milenial dan Gen Z

Ketujuh, kami memikirkan secara serius strategi penempatan caleg yang tepat dan memiliki dampak elektoral ke partai. Ini dilakukan sejak tiga tahun sebelum Pileg, bukan membuka pendaftaran caleg beberapa bulan sebelum pemilu. Kami waktu itu mengajukan konsepnya dan disetujui oleh ketua umum.

Singkatnya, kita melakukan tiga kali seleksi (rekrutmen) caleg. Awalnya kami mencari nama-nama terbaik di tiap wilayah, lalu dua tahun menjelang pemilu kami lakukan seleksi pertama. Jumlah

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

[td_block_social_counter facebook="tagdiv" twitter="tagdivofficial" youtube="tagdiv" style="style8 td-social-boxed td-social-font-icons" tdc_css="eyJhbGwiOnsibWFyZ2luLWJvdHRvbSI6IjM4IiwiZGlzcGxheSI6IiJ9LCJwb3J0cmFpdCI6eyJtYXJnaW4tYm90dG9tIjoiMzAiLCJkaXNwbGF5IjoiIn0sInBvcnRyYWl0X21heF93aWR0aCI6MTAxOCwicG9ydHJhaXRfbWluX3dpZHRoIjo3Njh9" custom_title="Stay Connected" block_template_id="td_block_template_8" f_header_font_family="712" f_header_font_transform="uppercase" f_header_font_weight="500" f_header_font_size="17" border_color="#dd3333"]
- Advertisement -spot_img

Latest Articles

error: Content is protected !!