Jakarta – Waketum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia membantah kabar Airlangga Hartarto mundur sebagai ketua umum partai karena terjerat kasus hukum. “Enggak lah,” ujar Doli kepada awak media di Kantor DPP Partai Golkar, Minggu (11/8/2024) kemarin dikutip mataradarindonesia.com
Doli menegaskan, Airlangga mundur sebagai Ketum Parpol karena keputusan pribadi dan telah mendiskusikannya dengan keluarganya. Ia mengaku mendengar langsung penjelasan dari Airlangga
“Beliau mengumpulkan keluarganya semuanya dan itu juga berdasarkan kesepakatan keluarga. Jadi musyawarah beliau undang adik -adiknya, keluarganya, anak dan segala macam akhirnya diputuskan seperti itu,” tuturnya.
Ia pun meminta seluruh pihak untuk tidak mengkaitkan keputusan Airlangga untuk mundur dengan hal apapun. Khususnya terkait jerat hukum, maupun konflik internal dan eksternal partai Golkar.
“Jadi menurut saya kita tidak perlu lagi mengait -ngaitkan apa alasan. Saya kira Pak Airlangga sudah mengambil keputusan yang terbaik buat Pak Airlangga, buat Partai Golkar, buat bangsa dan negara,Dengan mengundurkan diri sebagai ketua umur Partai Golkar. Itu kita hormati,” katanya.
Sebelumnya, Airlangga Hartarto resmi menyatakan mundur sebagai ketua umum Partai Golkar per hari Sabtu (10/8/2024) malam. Ia mengatakan DPP Partai Golkar akan segera menyiapkan penggantinya dengan mekanisme yang seusai dengan AD/ART yang berlaku
“Sebagai partai besar yang matang dan dewasa, DPP Partai Golkar akan segera menyiapkan mekanisme organisasi sesuai dengan ketentuan AD/ART organisasi yang berlaku,” ujar Airlangga di Jakarta, Minggu (11/8/2024) kemarin dikutip media ini.
Diketahui, nama Airlangga terseret dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya periode 2021-2022, kasusnya masih bergulir. Kabar lain menyebut adanya dugaan keterlibatan Airlangga memasukkan 1.600 kontainer ilegal, belum diketahui apa isi kontainer itu
Yang menarik, isu ini selaras dengan laporan Kemenperin soal adanya 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.
Hal tersebut disampaikan Juru bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, saat mengumumkan soal 26.415 kontainer impor yang tertahan di pelabuhan, dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya.
Sehingga Kejagung belum bisa secara detail menjelaskan lebih jauh terkait dugaan keterlibatan Airlangga dalam kasus korupsi izin ekspor CPO yang merugikan negara Rp6,47 triliun.
Sehingga Kejagung belum bisa secara detail menjelaskan lebih jauh terkait dugaan keterlibatan Airlangga dalam kasus korupsi izin ekspor CPO yang merugikan negara Rp6,47 triliun
“Beras (ilegal) jumlah kontainernya 1.600. Tidak ada, belum ada penjelasan dari Bea Cukai soal (soal legalitas 1.600 kontainer) berisi beras itu,” kata Febri, Jumat (9/8/2024).
Kejaksaan akan Periksa Lagi Airlangga?
Kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya periode 2021-2022 masih diusut penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung). Perkembangan penyelidikan dan penyidikan kasus ini dipastikan akan disampaikan ke awak media.
“Jika ada perkembangan dan pemeriksaan terkait kasus ini akan kami info, terima kasih,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, Minggu (11/8/2024)
Harli memastikan akan menyampaikan informasinya bila Airlangga kembali dipanggil untuk diperiksa dalam pengusutan dugaan rasuah itu. “Jika itu pun ada (pemeriksaan Airlangga) akan kami info kan,” ujar
Diketahui Airlangga pernah diperiksa terkait kasus ini pada Senin 24 Juli 2023. Kala itu, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi menerangkan pemeriksaan terhadap Airlangga masih dalam tahap penyidikan awal.
Sehingga Kejagung belum bisa secara detail menjelaskan lebih jauh terkait dugaan keterlibatan Airlangga dalam kasus korupsi izin ekspor CPO yang merugikan negara Rp6,47 triliun. (bsnn). Tutup