Oleh : Septian Raharjo
Jakarta – Dalam Rakernas ke-4 PDI Perjuangan, Presiden Jokowi berbisik kepada Ganjar Pranowo: “Nanti begitu anda dilantik menjadi presiden di 2024, langsung kerja-kerja soal kedaulatan pangan.”
Rakernas PDIP yang dibuka hari ini memang menyoroti soal pangan. Sekali lagi ini menunjukkan PDIP sebagai partai yang cukup matang dan peka dalam melihat persoalan.
Beberapa negara penghasil bahan pokok terbesar dunia, mulai menyetop ekspor karena berbagai faktor, salah satunya perubahan iklim. Mereka kemudian fokus pemenuhan kebutuhan di negerinya sendiri.
Tahun lalu, impor beras Indonesia dari India mencapai 178 ribu ton. Inilah yang kemudian membuat Indonesia mesti waspada, dan dituntut untuk bisa lebih mandiri di sektor pangan.
Aku melihat apa yang disampaikan Jokowi pada Ganjar Pranowo bukan sekedar basa-basi seorang politisi, melainkan sebuah harapan.
Bayangkan saja, Jokowi sedang getol-getolnya mewujudkan kemandirian pangan. Salah satunya dengan proyek lumbung pangan atau food estate.
Namun yang terjadi menteri pertaniannya Syahrul Yasin Limpo, justru ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK (Komisi Pemilihan Umum).
Begitupun Menteri Pertahanan Prabowo yang ditugasi mengerjakan proyek itu di Kalimantan Tengah, malah membawa kabar buruk: mangkrak dan terbengkalai.
Coba, mana ada pemimpin yang senang dan bangga melihat anak buahnya tidak becus bekerja? Aku yakin jawaban kita sama: tidak ada.
Apalagi pemimpin negara, dan ini juga menyangkut soal pangan, hidup dan matinya sebuah bangsa. Sudah pasti Jokowi terpukul melihat hasil kerja mereka.
Pertanyaannya kemudian, apakah Ganjar mampu menjalankan tantangan Jokowi?
Untuk menjawab itu, lagi-lagi ukurannya adalah rekam jejak. Selama menjabat gubernur, isu-isu strategis soal kesejahteraan rakyat di sektor pertanian sudah menjadi santapan sehari-hari Ganjar. Artinya itu bukan hal yang baru baginya.
Selama kepemimpinannya, Ganjar mampu membawa produktivitas padi di Jateng terus menerus surplus, dan provinsi ini pun tetap konsisten menjadi penyangga pangan nasional.
Bahkan Ganjar sangat tegas menolak beras impor masuk ke Jateng. Sikap dan ketegasan Ganjar ini sebetulnya bisa menjadi cermin untuk melihat kepemimpinannya ke depan.
Banyak kerja-kerja pertanian yang sudah Ganjar torehkan di Jateng. Yang paling mencolok adalah membangun seribu lebih embung untuk irigasi pertanian.
Keberadaan embung membuat petani tak lagi dihantui musim kemarau. Mereka yang sebelumnya hanya bisa dua kali tanam, kini bisa tiga kali dengan hasil yang juga baik.
Bahkan ada petani di Kendal namanya Subari, sampai rela menghibahkan tanahnya untuk dibangun embung. Jika gerakan seribu embung yang diinisiasi Ganjar tidak membawa manfaat yang besar, tak mungkin disambut sedemikian antusias oleh para petani.
Belum lagi jika kita bicara soal inovasi teknologi pertanian yang diterapkan Ganjar di Jateng. Salah satunya Ganjar menghadirkan panel listrik tenaga surya.
Di beberapa wilayah pertanian dengan kondisi lahan yang relatif tidak begitu tandus, Ganjar menyediakan teknologi itu sebagai keperluan petani menjalankan mesin pompa.
Tentu, inovasi ini mampu memangkas biaya produksi, karena petani tak perlu beli solar, cukup memanfaatkan sumber alam sinar matahari yang melimpah.
Memang tidak ada pemimpin yang sempurna. Namun dengan melihat hasil kerja Ganjar, membuat banyak orang kemudian yakin dia mampu meneruskan kerja-kerja pembangunan yang sudah Jokowi mulai, baik di sektor kemandirian pangan, ataupun lainnya.