Kepala Kantor Regional IX BKN, Sabar Parlindungan Sormin, S.Kom, MMSI
Jayapura – Memperhatikan gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak Tahun 2024 khususnya diwilayah Provinsi Papua, Provinsi Papua Pegunungan, Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Selatan yang tidak menutup kemungkinan adanya Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ikut serta dalam Pilkada, maka perlu kami sampaikan beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan terkait hal tersebut sebagai berikut :
Pasal 7 ayat (2) huruf t Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi UndangUndang menyatakan.
Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota harus memenuhi persyaratan menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta Kepala Desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan;
Pasal 56 dan Pasal 59 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara menyatakan : 1) Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak ditetapkan sebagai calon;
2) Pegawai ASN yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Ralgrat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai Pegawai ASN sejak ditetapkan sebagai calon;
Pasal 254 dan Pasal 346 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil menyatakan :
1) PNS wajib mengundurkan diri sebagai PNS pada saat ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota oleh lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum;
2) Pernyataan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak dapat ditarik kembali., 3) PNS yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada angka 1) diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. 4) PNS yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud pada angka 1) diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS.
5) Pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada angka 3) berlaku terhitung mulai akhir bulan sejak PNS yang bersangkutan ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota oleh lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.
Tata cara pemberhentian PNS karena mencalonkan atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubemur, Bupati/Walikota, Wakil Bupati/Wakil Walikota sebagai berikut :
a. Permohonan berhenti sebagai PNS diajukan secara tertulis dengan membuat surat pernyataan pengunduran diri kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK/Gubernur/Walikota/Bupati) melalui Pejabat yang Berwenang (PyB/Sekretaris Daerah) secara hierarki setelah ditetapkan sebagai calon oleh KPU;
b. Permohonan disampaikan oleh PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi pratama, Jabatan Administrasi, dan Jabatan Fungsional selain Jabatan Fungsional ahli utama. c. PPK menetapkan keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai PNS dengan mendapat hak kepegawaian apabila usia yang bersangkutan minimal 50 (lima puluh) tahun dan masa kerja minimal 20 (dua puluh) tahun. Penetapan keputusan pemberhentian tersebut dengan pertimbangan teknis pensiun dari BKN. d. Keputusan pemberhentian ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah usul pemberhentian diterima
Dalam hal PNS yang mencalonkan atau dicalonkan menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubemur, Bupati/Walikota, Wakil Bupati/Wakil Walikota tidak mengajukan atau membuat surat pernyataan pengunduran diri sebagai PNS dan diserahkan kepada PyB maka PNS yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS.
Berdasarkan Pasal 25 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2022 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Pelaksanaan Norma, Standar, Prosedur, Dan Kriteria Manajemen Aparatur Sipil Negara, Penjabat Gubernur/Walikota/Bupati yang tidak dapat melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, promosi, dan mutasi kepegawaian. Dalam hal tersebut diatas penjabat dapat melakukan pemberhentian setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala BKN.
Terkait PNS yang mencalonkan diri sebagai calon legislatif pada pemilu tahun 2024 namun belum diberhentikan sebagai PNS mohon PPK dapat segera menindaklanjuti hal tersebut, Ketentuan-ketentuan diatas diberlakukan sama kepada Calon PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Jenis Pelanggaran :Â
Sejak proses penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan serentak 2024 dimulai pada tahun 2023, pelanggaran netralitas berupa disiplin dan kode etik menjadi temuan pelanggaran netralitas ASN yang dilaporkan hingga 31 Januari 2024, yakni sebanyak 47 laporan pelanggaran, terdiri dari 42 laporan pelanggaran disiplin dan 5 (lima) laporan pelanggaran kode etik. Data ini masih berpotensi akan terus bergerak selama proses Pemilu dan Pemilihan tahun ini berlangsung.
Jenis pelanggaran netralitas berupa disiplin yang dilaporkan meliputi aksi pemberian dukungan kepada pasangan calon (Paslon) tertentu, menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan, sampai dengan ikut sebagai peserta kampanye paslon. Sementara jenis pelanggaran netralitas berupa kode etik seperti membuat postingan dukungan kepada paslon, likes/comment/share paslon tertentu, memasang spanduk, sampai dengan menghadiri deklarasi paslon tertentu.
Adapun sanksi netralitas berupa pelanggaran disiplin tersebut berkonsekuensi terhadap hukuman disiplin sedang, berupa pemotongan Tunjangan Kinerja (Tukin) sebesar 25% selama 6 bulan/9 bulan/12 bulan; dan hukuman disiplin berat berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan jabatan selama 12 bulan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, sampai pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS dan Peraturan Pemerintah 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.
Sementara sanksi netralitas berupa pelanggaran kode etik berkonsekuensi sanksi moral pernyataan secara terbuka dan sanksi moral pernyataan secara tertutup sesuai Peraturan Pemerintah 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS.
Dugaan adanya pelanggaran netralitas ASN sendiri berasal dari laporan masyarakat yang disampaikan melalui kanal informasi dan pengaduan Pemerintah, seperti media sosial dan LAPOR. Setiap laporan dugaan pelanggaran tersebut kemudian diproses oleh Kementerian/Lembaga yang masuk dalam satuan tugas atau Satgas Netralitas ASN, yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN); Kementerian PANRB; Kementerian Dalam Negeri; Bawaslu; dan KASN.
Peran masing-masing kelima instansi pemerintah yang tergabung dalam Satgas Netralitas ini diatur dalam Surat Keputusan Bersama atau SKB Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan yang telah ditetapkan pada September 2022 lalu. Laporan dugaan pelanggaran yang masuk diproses oleh Satgas Netralitas melalui Sistem Berbagi Terintegrasi (SBT), mulai dari proses pengecekan, verifikasi – validasi, rekomendasi penjatuhan disiplin, sampai dengan pemantauan penegakan disiplin oleh PPK instansi.
Laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN yang diproses oleh Satgas Netralitas sesuai SKB 5 K/L ini lebih lanjut akan dibahas dalam Forum Pembahasan Netralitas ASN skala nasional pada tanggal 06 Januari 2024 di The Stones Hotel Legian Bali. Pimpinan Satgas Netralitas yang tergabung dalam SKB 5 K/L, yakni Plt. Kepala BKN, Menteri PANRB, Menteri Dalam Negeri, Ketua KASN, dan Bawaslu akan memimpin forum pembahasan yang melibatkan seluruh Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah.