Restorative justice merupakan salah satu prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen pemulihan dan sudah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dalam bentuk pemberlakuan kebijakan, namun tata pelaksanaannya dalam sistem peradilan pidana Indonesia belum dilakukan secara optimal. transformasi dari program dan kebijakan Kejaksan Agung maka Kejaksaan Tinggi Papua Barat telah meresmikan Restorative Justice Kejakaan Negeri Fakfak, Kamis, (7/10) kemarin, satu tersanka dinyatakan bebasa dan dia bersujud syukur, foto ; rustam rettob/mataradarindonesia.com
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat atau Kajati dekati Adi Kurniawan (Tersangka Kasus Pencurian) yang dinyatakan bebas perkaranya atas ketentuan tertentu dan syarat-syarat yang ditetapkan bersama para korban dan saksi lainya melalui Rumah Perdamaian Kejaksaan Negeri Fakfak, selepas mendapat arahan dari Kajati dia kemudian bersujud syukur dan menyesali perbuatanya, foto ; rustam rettob/mataradarindonesia.com
Laporan ; Rustam Rettob/wartawan
Fakfak – Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Papua Barat atau Kajati. Juniman Hutagaol, Kamis, (6/10) siang kemarin telah meresmikan Rumah Restorative Justice atau dalam bahasa Fakfak “Idu-Idu Wriah” (Rumah Perdamaian) Kejaksaan Negeri Fakfak yang bertempat di Gedung Pepera (Eks Kantor Perpusataan) Kabupaten Fakfak.
Hadir dalam peresmian tersebut mendampingi Kajati Papua Barat adalah Bupati Fakfak. Untung Tamsil, Kajari Fakfak. Anton Ariufallah, Kapolres Fakfak. AKBP Hendriyana, Wakil Bupati Fakfak. Yohana Dina Hindom, dan puluhan pejabat Kejaksaan Tinggi Papua Barat serta para pejabat dan pimpinan OPD dilingkungan Pemda Kabupaten Fakfak.
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat atau Kajati, Juniman Hutagaol menjelaskan bahwa tidak semua kasus atau perkara harus diproses sampai ke tingkat pengadilan (Persidangan) melainkan bisa dapat diselesaikan antara para pihak yang berperkara di rumah perdamaian tersebut.
Namun Lanjut Kajati bahwa tidak semua kasus/perkara juga harus dapat diselesaikan di rumah perdamaian yang baru saja diresmikan itu, misalnya seperti kasus dugaan korupsi, Juniman tegaskan lagi, penyelesaian perkara tersebut berdasarkan kesepakatan para pihak.
Selain untuk mediasi penyelesaian masalah, ada tujuan lain dari rumah restorative justice tersebut, terselesaikannya penanganan perkara secara cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Kemudian juga untuk mewujudkan kepastian hukum yang lebih mengedepankan keadilan dan kearifan lokal yang tidak hanya bagi tersangka, korban dan keluarganya, tetapi juga keadilan yang menyentuh masyarakat dengan menghindari stigma negatif.
“Peresmian rumah restorative justice ini merupakan program dari Kejaksaan Agung kepada Kejaksaan Tinggi dan ditransformasikan sampai ke Kejaksaan Negeri yang bertujuan sebagai tempat pelaksanaan mediasi musyarawah mufakat dan perdamaian untuk penyelesaian masalah atau perkara pidana yang terjadi di masyarakat. Namun tidak semua perkara harus diselesaikan melalui rumah perdamaian tergantung dilihat status perkaranya karena perkara-perkara tersebut dapat diusulkan berdasarkan persyaratan-persyaratan yang dimiliki.”, Ucap Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat. Kamis, (6/10) kemarin.
Khusus di Kabupaten Fakfak, melalui rumah perdamaian Kejaksaan Negeri Fakfak yang baru diresmikan Kamis, (7/10) siang kemarin, Kejaksaan Negeri Fakfak telah menyelesaikan dua perkara melalui rumah perdamaian tersebut atau dalam bahasa Fakfak (Idu-Idu Wriah), namun satu perkara yang diselesikan kemarin dirangkaikan bertepatan dengan peresmian rumah perdamaian dengan tersangka bernama Adi Kurniawan.
Adi akhirnya bisa menghirup udara segar setelah dinyatakan bebas dari jeratan hukum pasal 362 yang menjeratnya dan ini bisa saja dilakukan karena pihak korban dapat memaafkan serta menerima penyelesaian perkara tersebut secara damai melalui rumah perdamaian Kejaksaan Negeri Fakfak tanpa harus dilanjutkan sampai ke tingkat persidangan di Pengadilan Negeri Fakfak sehingga Adi harus bisa kembali berkumpul bersama keluarga.
Setelah dinyatakan bebas dari kasus pencurian tersebut, Adi Kurniawan selepas membuka baju tahanan Kejaksaan Negeri Fakfak dan dilepaskan borgol tahanan Kejaksaan yang terkunci ditanganya oleh penyidik Kejaksaan, didampingi korban Johan Eko Wahyudi serta para saksi, Adi mendapat arahan khusus dari Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat sebelum tersangka ini langsung sujud syukur.
Perdamaian bebas perkara kedua yang di mediasi melalui rumah perdamaian Kejaksaan Negeri Fakfak tersebut berdasarkan Keputusan Kepala Kejaksaan Negeri Fakfak, Anton Arifullah. bernomor : B-992/R.2. 12/Eoh.21/10/2022 menetapkan penyelesaian perkara berdasarkan restorative justice Kejaksaan Negeri Fakfak dengan nama tersangka Adi Kurniawan.
Kejaksaan kemudian mengembalikan barang bukti hasil curian tersebut berupa, 1 unit handphone merk Poco X3 Pro berwarna phantom black (Hitam Hantu) masih dalam bentuk dos. Dikembalikan kepada korban bernama Johan Eko Wahyudi, serta 1 unit flashdik 2 GB merek V-Gen berwarna hitam silver yang berisikan vidio kasus pasal 362 didepan Toko Dewata dikembalikan kepada Hariyati Tanggahma,
Seain itu pengembalian barang bukti lain berupa 1 unit motor (kendaraan roda dua) Honda vario berwarna merah hitam felek ruji lingkaran emas dengan 1 unit kuncinya, 1 buah helm jenis INK, 1 lebar baju kemeja batik, 1 lembar celana jeans biru dongker, BB tersebut dikembalikan kepada tersangka Adi Kurniawan.
“Dikemudian hari terdapat alasan baru yang diperoleh penyidik/penuntut umum, atau ada putusan pra peradilan/putusan pra peradilan yang telah mendapat putusan akhir dari pengadilan tinggi yang menyatakan penyelesaian perkara melalui Restorative Justice tidak sah”, Baca Kepala Kejaksaan Negeri Fakfak dihadapan Kajati Papua Barat, Bupati, Tersangka, Korban dan para pihak sebagai saksi.
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat mendekati tersangka dan menyarankan agar tersangka Adi Kurniawan yang tidak lagi menyandang status tersangka ini untuk tidak lagi mengulangi kesalahan/perbuatan yang sama, dalam penyelesaian perkara ini, kata Kajati, tidak semua perkara diselesaikan namun perkara tersebut dapat diselesaikan atas kesepakatan para pihak. terutama korban dan pelaku serta saksi-saksi.
“Kalau tidak berdamai melalui rumah perdamaian antara para pihak maka tersangka Adi tidak akan keluar dan bebas hari ini, kamu (tersangka-red) jangan terulang lagi, jangan berpikir ada rumah perdamaian jadi nanti bikin masalah lagi damai lagi, jagang ya, cukup sekali itu aja ya”, Ujar Kajati Papua Barat, Juniman. (ret)