Jakarta – Dua hari setelah ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik melalui akun Youtube miliknya oleh Polda Metro Jaya, Haris Azha Azis kembali berkicau soal gagalnya pembangunan Smelter di Fakfak – Papua Barat.
Entah apa alasanya, Haris menyeret nama orang nomor satu di Kementerian Investasi/BKPM itu (Bahlil Lahadalia-red) ke dalam pusaran gagalnya pembangunan Smelter di Papua yang merupakan kewenangan penuh ada ditangan Presiden Jokowi.
Pernyataan Haris dibeberapa media di Jakarta menyebutkan, bahwa Haris mewakili masyarakat Adat Mbaham Matta Fakfak berencana melayangkan gugatan terhadap Menteri Investasi soal pembangunan smelter tambang yang dialihkan dari papua ke Gresik. Jawa Timur.
Menurut si tersangka yang kini sedang berurusan dengan aparat penegak hukum di Polda Metro Jaya dengan pelapornya adalah Menko Marinves. Luhut Binsar Panjaitan, Haris katakan dia sudah melayangkan somasinya dan memberikan deadline waktu selama 7 hari ke Menteri Investasi. Bahlil
Atas pernyataan dan kicauan si tersangka pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan dan kini sedang berurusan dengan penyidik Polda Metor Jaya bersama satu rekanya membuat Mantan Anggota DPR-RI, Inya Bay turut angkat bicara.
Melalui pesan watshappnya yang berhasil diunggah media ini, Rabu, (23/3) kemarin, Inya Bay dalam penjelasanya bahwa Bahlil sejak menjabat sebagai Menteri Investasi berkeinginan untuk bisa memasukan Pabrik Smelter di Papua, namun demikian dalam hal usulan lokasi Smelter saat itu menuai Pro dan kontra yang cukup keras.
Penolakan terhadap rencana pembangunan pabrik pupuk tersebut di fakfak saat itu sangat kencang dari berbagai pihak, padahal, terang Inya, yang punya Lokasi Wilayah adat Petuanan AtiAti dan Pemerintah Daerah sudah sangat mendukung sependapat jika Pabrik itu benar-benar dibangun di Fakfak, khususnya di Distrik Karas.
Namun, karena perhitungan biaya dari Freeport Indonesia, yang sangat tinggi di pinjamkan dari 3 bank, 2 bank luar dan 1 bank umum di Indonesia dengan biaya pinjaman sebesar $35juta Us dollar, berikutnya, karena Pemerintah menegaskan bahwa dalam UU minirba no 3/2019, setiap Kontraktor Tambang yang memegang ijin WIUP -IUP Produksi, maka harus membangun Smelter,
“Itu perintah UU, jadi Pak Menteri Investasi telah berusaha untuk mendapat peluang bagi Papua khususnya Kabupaten FakFak, tapi tidak kesempaian sudah berusaha sekamksimal mungkin, tapi semata-mata adalah keinginan Freeport Indonesia sendiri”, Ulas Inya Bay.
Dikatakan, jauh sebelumnya, PT Freeport Indonesia sudah menyewa lokasi di Gresik sejak tahun 1995, perpanjangan selama, 5 tahun terus menerus. Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia, mengatakan bahwa, dua perusahaan besar yang sangat membutuhkan limbah smelter FI adalah Petrokimia Gresik dan Semen Indonesia, Kata Inya mengulang pernyataan Vice President CC PTFI.
Limbah asam sulfat yang digunakan untuk bahan dasar pupuk di Petrokimia. Kemudian limbah tembaga untuk bahan pabrik semen.
“Jadi pilihan di Gresik itu sangat tepat. Artinya tidak ada bahan yang akan dibuang sembarangan, melainkan ada industri yang bisa menyerap limbah, kalau di Papua, pencemaran Limbah tambah rok soi lagi, bisa berbahaya dan berdampak terhadap semua orang”, Terang dia.
Alasan smelter tidak dibangun di Papua, terang Inya Bay, karena biaya yang cukup tinggi, khususnya di Wilayah Distrik Karas-Kabupaten Fakfak tidak ada industry yang menyerap limbah
“Kenapa Smelter tidak dibangun di Papua, karena biayanya cukup tinggi dan di Fakfak, karas di sana tidak ada industri yang menyerap limbah-limbah tersebut, sebab proyek pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Gresik telah berjalan sesuai rencana, dan hingga kini mencapai 51% persen, setelah diresmikan Presiden Joko Widodo.”, Urai dia.
Smelter itu sendiri ada di kawasan Java Integrated and Industrial Port Estate (JIIPE), dan menempati lahan seluas 100 hektare, dengan proyek pengerjaannya dilakukan perusahaan kontraktor PT Chiyoda International Indonesia (CII) yang saat ini masih fokus melakukan pemadatan lahan waktu itu, skarang pabriknya sudah mulai di bangun, Tambah Inya Bay.
“Rencananya, smelter itu akan memiliki kapasitas 1,7 juta ton konsentrat per tahun, serta 480.000 ton logam tembaga, serta fasilitas precious metal refinery (PMR)”,
Inya heran Haris bisa bicara sampai smelter yang rencana dibangun di fakfak-Karas, atas persetujuan Pemerintah daerah dan Pemegang Hak Ulayat sepakat, bangun di sana/Karas, tapi Presiden Jokowi, kata Inya, berkeinginan lain ke Gresik, bukan ke Fakfak, apa salahnya.
“Sa (saya) bingun itu hariz bicara sampai Smelter yang rencana di Bagun di Fakfak- Karas, atas persetujuan Pemerintah daerah dan Pemegang Hak Ulayat sepakat, bangun disana/Karas, tapi presiden Jokowi berkeinginan lainnke (Gresik) bukan ke FakFak, trus kita mau bagaimana
Kalo tempat dan lokasi sudah di survey seperti survey Pabrik rempah-rempah/pala di bangun di Karas dan PKT BONTANG di bngun di Saharei, itu boleh bisa diklaim, tapi Hariz mau wakili sapa, ?wakili Pemda dan Pemilik Ulayat kah, dia hariz gila ka apa, kalo wakili org lain, hmmmmm emang ada apa,”, Tangkis Inya Bay, (ret)