Oleh : Fawaid AL.
Yuk,Minum Dulu Kopi Pahitnya, Sebelum Kita Bicara Tentang Lelaki Hebat di Balik Sosok Najwa Shihab Kopi pahit tak selalu soal rasa. Ia adalah simbol perjuangan, getir, hangat, dan menyadarkan. Seperti itulah hidup Ibrahim Sjarief Assegaf, lelaki yang nyaris tak pernah muncul di layar, tapi menjadi tiang yang kokoh di balik cahaya terang Najwa Shihab.
Banyak yang mengenal Mbak Nana jurnalis tajam, pembawa acara legendaris, pendiri Narasi, dan duta literasi. Tapi sedikit yang tahu siapa lelaki yang menggenggam tangannya diam-diam, menemaninya mendaki, mendukung dari balik layar, tanpa pamrih.
Ibrahim Sjarief Assegaf. Nama lengkapnya terkesan aristokrat, namun ia memilih hidup sederhana, jauh dari sorot kamera. Lahir di Solo, 1977, lelaki ini tak hanya punya darah ningrat, tapi juga otak cemerlang dan hati seluas samudra.
Pendidikan hukumnya membentang lintas benua: dari Universitas Indonesia, Harvard Law School, hingga Universityof Melbourne. la bukan cuma lulusan, tapi penerima beasiswa Australian Development Scholarship, tanda bahwa ia bukan hanya pintar, tapi juga penuh semangat untuk belajar dan mengabdi.
la pernah jadi rekan penelitian di Harvard. Tapi siapa sangka, di balik prestasinya yang global, ia tetap pulang ke tanah air. Bukan untuk kemewahan, tapi untuk membangun.la menjadi direktur di Hukum Online dan Komisaris Utama Narasi, media yang didirikan sang istri, bukan sebagai bayang-bayang, tapi sebagai fondasi. Dan begitulah perannya dalam hidup Najwa Shihab. Sunyi tapi signifikan.
Tak semua pahlawan memakai jubah, tak semua kekuatan harus bersuara. Kadang, cinta yang paling tulus adalah yang tak terlihat.
Bersama Najwa, Ibrahim membangun rumah tangga yang penuh ilmu, cinta, dan keteladanan. Mereka bukan pasangan selebritas, tapi pasangan gagasan. Satu bicara di depan, satu menjaga di belakang. Keduanya saling menguatkan, saling menyempurnakan.
Namun kini, kabar duka itu datang, tajam dan tiba-tiba. Ibrahim Sjarief Assegaf berpulang. Dunia jurnalisme kehilangan sekeping keteduhan. Narasi kehilangan penjaganya. Dan Najwa Shihab, kehilangan bagian jiwanya.
Mereka hanya dikaruniai satu anak, tapi dari cinta mereka, lahirlah ribuan inspirasi. Ibrahim telah pergi, tapi jejaknya ada di tiap langkah Mbak Nana, di tiap kata-kata cerdas yang ia ucapkan, dan di setiap keberanian yang ia tunjukkan.
Ibrahim adalah simbol laki-laki bijak yang tak takut menjadi penopang bagi perempuan yang bersinar. la tak merasa terancam oleh keberhasilan istrinya, ia justru mendukungnya tumbuh setinggi langit.
Kini, kita tahu, di balik perempuan luar biasa seperti Najwa Shihab, ada lelaki luar biasa yang memilih untuk diam, tapi hadir, selalu.
Selamat jalan, Pak Ibrahim. Dunia boleh tak mengenalmu sebaik mengenal istrimu. Tapi kami tahu, tanpa engkau, takkan ada Mata Najwa sekuat hari ini.
Dan kami akan terus menyeduh kopi pahit ini, untuk mengenangmanisnya cinta dan gagasan yang kau tinggalkan.