Jakarta – Menteri Investasi/Kepala BKPM RI. Bahlil Lahadalia tantang penuduh patok fee hingga Rp 25 dalam rangka pemulihan IUP yang telah dicabut beberapa tahun kemarin untuk membuktikan tuduhan itu jika ada.
Bahlil tegaskan bahwa semua proses pengurusan IUP di Kantor yang ia pimpin (Kementerian Investasi/BKPM RI-red) sesuai prosedur dan mekanisme yang berlaku sehingga tidak ada satupun IUP yang diaktifkan dengan mematok harga senilai yang disampaikan si penuduh kepada publik.
Bahlil mempersilahkan aparat penegak hokum agar bantu mengecek dugaan tersebut namun jika terbukti da nada maka orangnya segera ditangkap dan diproses hukum. Ia memastikan bahwa tidak adapenarikan fee pemulihan IUP senilai yang disuarakan oleh penuduh dan hingga saat ini belum diketahui orangnya.
“Dari mana itu? Siapa yang bilang? Dari mana kabarnya? Lapor ke polisi dan tangkap itu orang,” ungkap Bahlil dalam Rabu (6/3/2024) lalu dalam keterangan tertulisnya.
Politisi Partai Golkar ini memastikan seluruh perizinan tidak dapat dipermainkan dengan pemberian uang pelicin atau amplop.
Dia pun meminta masyarakat apabila menemukan kejadian semacam itu untuk melapor kepada polisi atau kepadanya langsung.
“Gak bener lah, mana ada. Sekarang urus-urus izin gak boleh ada macam-macam amplop-amplop.
Kalo ada yang kayak begitu, ada yang mengatasnamakan, lapor ke polisi. Kalau gak, lapor ke saya,” tegasnya.
Izin yang dicabut itu lantaran perusahaan yang telah mengantongi izin usaha, termasuk Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH)
Tidak kunjung menyerahkan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB). Bahkan ada juga perusahaan yang sudah diberikan izin usaha namun justru dijual ke pihak lain.
Sementara itu, Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) menilai langkah Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia melakukan penataan dan pencabutan sejumlah izin usaha pertambangan (IUP) sudah sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Menurut Ketua Umum Aspebindo Anggawira, langkah Bahlil untuk menjalankan perintah Presiden Joko Widodo dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 2022 layak diapresiasi karena mencabut izin usaha pertambangan untuk konsesi yang tidak produktif.
“Kami justru mengapresiasi pencabutan izin usaha pertambangan untuk konsesi yang tidak produktif. Hal ini tidak hanya membantu menata ulang sektor pertambangan
Tetapi juga mengalokasikan sumber daya alam secara lebih efektif sesuai dengan kebutuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan,” ujar Anggawira kepada wartawan, Rabu (6/3/2024) dalam keterangan tertulisnya.
Sebelumnya, di awal tahun ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah mengumumkan 2.078 IUP yang dicabut itu terdiri dari 1.776 perusahaan pertambangan mineral, termasuk mineral logam, mineral bukan logam, dan batuan. Ditambah dengan 302 perusahaan pertambangan batubara.
Untuk wilayah IUP pertambangan mineral yang dicabut tercatat dengan luas wilayah 2.236.259 Hektare dan tersebar antara lain di Provinsi Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,
D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kep. Bangka Belitung, Kep. Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.
Sedangkan wilayah IUP pertambangan batubara, dengan luas wilayah 964.787 Hektar yang dicabut, tersebar antara lain di Provinsi Bengkulu, Jambi, Riau Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. (rls/ret)