Eep Saefulloh Fatah. Direktur PolMark
Jakarta – Pertemuan Pasangan Amin Rais dan Cak Imin selama ditetapkan sebagai pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden 2024 mendatang,
Terlihat diberbagai tempat saat kedua pasangan itu dengan Partai Koalisinya melakukan pertemuan dan silaturahmi dikaui masa tumpah ruah, namun ini tidak menjadi jaminan keduanya akan terpilih besok.
Nah, tentu dengan melihat kehadiran banyaknya pendukung dan simpatisan yang hadir menjadi harapan besar bahwa keduanya bakal terpilih, hal ini mendapat respon dari Direktur PolMark. Eep Saefulloh Fatah.
Melihat konteks ramainya masyarakat dilapangan, Eep Saefulloh Fatah, Direktur PolMark (political marketing Consulting) yang sukses membantu Jokowi dalam memenangkan Pilpres 2014 serta Anies dalam Pilkada DKI 2017,
Dalam pertemuannya dengan anggota DPRD PKS se-Banten, Jawa Barat & DKI Jakarta beberapa waktu lalu di Yogyakarta mewanti-wanti PKS dan Capres yang diusungnya
Bahwa kedua pasangan Anies-Muhaimin dan koalisinya, pesan Eep. untuk berhati-hati dengan sebuah ilusi dan gejala pemilih yang dia namakan “Amien Rais Syndrome”.
Amien Rais Syndrome adalah gejala pemilih yang banyak dan membludak dalam menghadiri kampanye massal namun tidak berbanding lurus dengan jumlah suara di TPS.
Amien Rais Syndrome, menurut Eep, didasarkan pada peristiwa Pemilihan Presiden 2004 dimana Amien Rais menjadi salah satu dari 5 calon presiden.
Calon presiden selainnya yaitu Wiranto, Megawati, SBY, dam Hamzah Haz. Amien Rais yang didukung oleh PAN, PKS dan 6 partai lainnya begitu gegap gempita khususnya dalam kampanye umum.
Kader-kader Muhammadiyah ditambah kader militan PKS begitu bersemangat dalam menghadiri setiap kampanye akbar di jalan-jalan dan stadion besar waktu itu.
Amien Rais, dengan melihat begitu tumpah ruah pendukungnya, menjadi begitu optimis bisa memenangkan Pilpres yang berlangsung ketika itu Tahun 2004.
Namun, plot twist terjadi di bilik suara dan papan penghitungan suara, suara Amien Rais hanya 14,66% menempati posisi ke-4 jauh dibawah SBY (33,57%), Megawati (26,61%), dan Wiranto (22,15%).
SBY lalu menjadi presiden setelah di putaran ke-2 mendapatkan tambahan dukungan dari PKS dan beberapa partai lainnya. Suaranya naik signifikan menjdadi 60,62%.
Itulah yang dimaksud oleh Eep Saefollah Fatah. Direktur PolMark. sebagai Amien Rais Syndrome: Ramai di Lapangan namun sepi di bilik suara.
Ramai di lapangan bisa jadi karena pemilih yang militan, sehingga bisa hadir meluangkan waktu meski harus mengorbankan hari liburnya.
Bisa jadi juga karena uang transport atau hadiah doorprize yang akan diundi. Jadi ramai di lapangan tidak serta merta membuktikan akan ramai pula di kertas suara.
Eep melihat bahwa gejala Amien Rais Syndrome itu mulai terlihat dalam kampanye Anies Baswedan dan PKS. Selalu ramai dalam kampanye umum.
Jangan sampai ramainya kampanye umum tersebut membuat terlena dan merasa seolah-olah sudah akan memenangkan pemilu. Kita harus tetap waspada.
Eep berpesan, yang dibutuhkan sekarang adalah Barisan, bukan Kerumunan.
Eep mengatakan untuk memenangkan Pemilu, PKS dan Anies Baswedan harus lebih fokus dalam membuat barisan dan struktur yang rapi bahkan sampai tingkat TPS.
Dan jangan terlena dengan banyaknya masa yang hadir dalam kampanye atau kegiatan umum. Jangan sampai Amien Rais Syndrome akan terulang di 2024. (rls/ret)