Jakarta – Wakil Menteri Agama Romo HR Muhammad Syafii optimis Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayar jemaah Indonesia bisa di bawah Rp56juta. Hal ini ditegaskan Wamenag saat menjawab pertanyaan wartawan usai menghadiri Rapat Kerja Kementerian Agama dengan Komisi VIII DPR RI di Senayan, Jakarta.
Raker yang dipimpin oleh Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang ini mengagendakan pembahasan awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan pembentukan Panitia Kerja (Panja) BPIH. Hadir, Menag Nasaruddin Umar, Wamenag Romo HR Muhammad Syafi’i, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, serta sejumlah pejabat Eselon I dan II Kemenag. Hadir juga, Kepala Badan Penyelenggara Haji Muchammad Irfan beserta jajarannya.
Kita bukan hanya ingin membuat penurunan di nilai manfaat, tapi kita juga serius untuk menurunkan Bipih. “Jika kemarin (Bipih) 56 juta, insya Allah kalau ini bisa disisir kembali, insya Allah Bipihnya bisa di bawah 56juta. Insya Allah,” tegas Wamenag di Senayan, Jakarta, Senin (30/12/2024).
Kemenag dan DPR menyepakati BPIH 2024 dengan rata-rata sebesar Rp93.410.286. Sementara tahun ini, Kemenag mengusulkan BPIH 2025 rerata sebesar Rp93.389.684,99. Usulan Kemenag ini selanjutnya akan dibahas oleh Panja BPIH. Sebagai bahan pembahasan, usulan Kemenag berangkat dari komposisi 70% komponen Bipih yang dibayar jemaah dan 30% biaya yang bersumber dari Nilai Manfaat dana haji.
“Tapi (usulan) ini kan relatif masih bisa dihitung kembali. Dan kita berpikir, dengan penghitungan kembali, minimal bisa kembali ke (komposisi) 40% dan 60% lagi seperti tahun sebelumnya,” papar Wamenag.
“Dengan itu kan ongkos yang ditanggung jemaah seperti tahun lalu, tidak naik,” sambungnya.
Tidak hanya itu, Wamenag juga melihat ada sejumlah komponen biaya haji yang masih bisa dihemat. Sejumlah upaya disiapkan. Pertama, negosiasi biaya penerbangan dengan menurunkan keuntungan dari harga avtur.
Wamenag mengatakan, saat high session (libur panjang), harga tiket pesawat bisa dipotong hingga 10%. Wamenag optimis, untuk ibadah haji, bisa dilakukan negosiasi untuk menurunkan keuntungan dari avtur. Kalau keuntungan avtur bisa turun, itu akan bisa berpengaruh kepada biaya ongkos pesawat.
“Ongkos pesawat ini 30% dari keseluruhan komponen biaya haji. Jadi kalau ongkos pesawat bisa diturunkan karena avtur bisa dipotong keuntungannya, ini juga bisa makin menurunkan biaya haji secara keseluruhan,” papar Wamenag.
Kedua, negosiasi harga layanan di Arafah-Muzdalifah-Mina (Armuzna). Menurut Wamenag, Kemenag telah mengirimkan tim ke Arab Saudi untuk melakukan persiapan penyediaan layanan. “Kalau pada tahun lalu harga layanan di Armuzna sekitar 18juta, ada arah bisa turun sampai ke 16 sekian juta. Itu artinya kemungkinan penurunan juga bisa,” sebut Wamenag.
Ketiga, negosiasi harga katering. Tahun lalu, kata Wamenag, anggaran untuk katering sekitar SAR 16,5. Biaya ini kemungkinkan bisa diturunkan sampai SAR 15 atau SAR 14 per porsinya. “Itu kan berarti kemungkinan-kemungkinan penurunan ongkos haji itu sangat riil bisa kita wujudkan,” kata Wamenag.
“Itu kenapa kita kemarin yakin buat statement tahun ini ongkos haji insya Allah turun tapi dengan bentuk pelayanan yang lebih baik,” lanjutnya.
Apakah penurunan harga ini akan berdampak pada penurunan kualitas layanan? Wamenag yakin itu tidak akan terjadi. Pasalnya, potensi penurunan harga disebabkan oleh iklim penyediaan layanan yang semakin kompetitif. Semakin banyak perusahaan yang bisa menyiapkan jasa, maka akan semakin kompetitif dan servis juga makin baik.
“Dulu, perusahaan yang mengelola penyediaan barang dan jasa itu sangat sedikit, sehingga sedikit monopoli dalam menetapkan harga. Sekarang ini, untuk hotel saja, begitu dibuka, kalau tahun lalu hanya belasan, sekarang 400 an. Untuk Armuzna yang lalu sekitar lima, ini begitu dibuka sampai 20 an,” ucap Wamenag.
“Jadi ada kompetisi dan masing-masing menunjukkan servis. Jadi, ini kabar gembira buat penyelenggara karena kemungkinan pelayanan lebih baik, dengan banyak pesaing harganya semakin kompetitif,” tandasnya.
Kemenag dan DPR dalam raker ini sudah bersepakat untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) BPIH. Menurut Wamenag, Panja BPIH akan segera bekerja untuk membahas usulan biaya haji. Hasil pembahan Panja BPIH diharapkan sudah bisa diketahui pada 10 Januari 2025.
“Rencana kita, paling lama 10 Januari sudah ketok supaya bisa on going dengan cepat,” tutupnya.
Semantara itu :
Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid mendukung arahan Presiden Prabowo agar Kementerian Agama menjadikan biaya haji 2025 lebih murah tapi tetap dengan kualitas yang baik, sebagaimana disampaikan langsung oleh Menteri Agama Prof Nasaruddin Umar dan Wamenag Buya Syafii, dalam konferensi pers di Istana Negara, Jumat (27/12), HNW sapaan akrabnya mengungkapkan komitmen ‘menurunkan biaya haji’ itu setiap tahun juga telah diusulkan dan diperjuangkan oleh Fraksi PKS dan secara umum oleh Komisi VIII DPR-RI, saat Raker dengan Kemenag.
“Saya apresiasi Presiden Prabowo yang mengarahkan Menteri Agama dan Wamenag yang baru Prof Nasaruddin Umar bersama Buya Syafii. Beliau berdua dalam menjalankan amanat Presiden banyak membuat terobosan yang mengirimkan angin segar, termasuk dengan pola pikir yang sama dengan kami di Fraksi PKS dan di Komisi VIII terkait penyelenggaraan haji dan biaya haji yang diarahkan untuk bisa meringankan beban calon jamaah haji, dengan tetap menjaga kualitas pelayanan haji dan sustainabilitas dari keuangan haji,” disampaikan Hidayat dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Senin (30/12/2024).
Politisi Fraksi PKS ini menilai, pada pelaksanaan haji 3 tahun terakhir, Menteri Agama yang lama (Yaqut Cholil Qaumas) dan Kemenag selalu mengusulkan biaya haji yang melonjak drastis dari tahun-tahun sebelumnya, Pada tahun 2022 Menag mengusulkan Rp 45 juta per jamaah, pada 2023 melonjak ke Rp 69 juta per jamaah, dan pada 2024 bahkan mencapai Rp 73,5 juta per jamaah. Hal ini selalu menjadi polemik di tengah masyarakat.
“Sehingga setiap rapat di Komisi VIII dan panja haji, kami berupaya keras memperjuangkan aspirasi masyarakat khususnya calon jamaah haji, meyakinkan dan melihat detail, meskipun akhirnya selalu berhasil menurunkan biaya haji yang dibayar oleh calon jemaah turun menjadi Rp 39,8 juta pada tahun 2022, Rp 49,8 juta pada tahun 2023, dan Rp 56 juta tahun 2024. Sekalipun demikian, PKS masih mengkritisinya karena melihat bahwa harga/biaya haji itu masih bisa ditekan lebih rendah lagi
Maka ketika tahun ini Menteri Agama dan Wamenag yang baru, sejak awal justru menyampaikan arahan Presiden terkait rencana penurunan biaya haji menjelang Rapat Kerja pembahasan pendahuluan biaya haji yang akan segera diselenggarakan di Komisi VIII, tentu ini menjadi angin segar dan sinyal kesamaan persepsi antara Pemerintah dengan kami di komisi VIII DPR-RI. Dan berharap agar Panja Haji bisa memutuskan persetujuan penurunan biaya haji tersebut,” sambung Wakil Ketua MPR RI ini.
Dirinya bersama Komisi VIII DPR-RI sejak awal mengemukakan fakta bahwa soal komponen biaya penerbangan yang mencakup lebih dari sepertiga biaya haji mestinya dikoreksi, apalagi dengan sistem carter penerbangan yang dijalankan selama ini, komponen biaya yang disepakati seharusnya bisa ditekan ke level wajar yang tidak merugikan jemaah sekalipun tetap menguntungkan maskapai penerbangan, di luar itu ada biaya pemondokan, biaya transportasi, biaya katering, serta biaya masyair yang mestinya bisa diturunkan baik melalui penganggaran yang realistis maupun lobi-lobi dengan berbagai pihak di Arab Saudi, misalnya dalam upaya kebijakan penghapusan pajak masyair.
“Dan yang tidak kalah penting, sejak beberapa tahun yang lalu, kami bersama Fraksi PKS sudah mengusulkan agar durasi tinggal jamaah haji selama di Arab Saudi bisa dipangkas dari 40 hari menjadi 30 hari. Itu akan signifikan mengurangi pembiayaan. Agar terwujud, antara lain pihak pemerintah Indonesia melobi secara meyakinkan pihak kerajaan Arab Saudi, agar Saudi yang makin berorientasi pariwisata, menyediakan lebih banyak lagi bandara internasional selain Jeddah (KIIA) dan Madinah (MED), agar antrean pesawat pengangkut jemaah haji, yang menjadi penyebab lamanya durasi tinggal jamaah yang menyebabkan naiknya pembiayaan haji, bisa dipangkas,” ujar Hidayat.
Secara hitung-hitungan kasar, bauran kebijakan tersebut bisa menekan biaya haji hingga 25%. Dengan keseluruhan biaya haji diasumsikan sama seperti tahun lalu yakni sebesar Rp 93,4 juta, maka biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) pasca efisiensi bisa ditekan hingga di level Rp 70-an juta, Kemudian bila menggunakan skenario BPKH di mana porsi nilai manfaat diturunkan ke level 38% di tahun 2025, maka biaya yang harus dibayar atau ditanggung oleh setiap calon jamaah haji (bipih) bisa turun hingga berada di level Rp 44 juta.
“Artinya dengan skenario efisiensi tersebut, biaya yang ditanggung setiap jamaah berpotensi turun dari Rp 56 juta di tahun 2024 menjadi turun ke level Rp 44 juta di tahun 2025, dan dengan demikian sustainabilitas keuangan haji juga bisa terjaga karena beban nilai manfaat bisa turun dari 40% di tahun 2024 ke 38% di tahun 2025 dengan padanan nilai BPIH yang lebih rendah dari tahun sebelumnya,” lanjutnya.
“Langkah-langkah tersebut bila serius mestinya bisa dilaksanakan dengan menguatkan “political will” dari Pemerintah. Semoga duet Menteri Agama dan Wamenag yang baru, berpegangan pada berbagai temuan dan rekomendasi dari Panja Haji 2024 demi perbaikan penyelenggaraan Haji, dapat melaksanakan komitmen dengan sukses melakukan terobosan kebijakan dalam rangka mengurangi biaya haji, dengan tetap menjaga kualitas penyelenggaraan perjalanan haji. Sehingga aspek isthitha’ah (kemampuan melaksanakan haji) tidak hanya diberlakukan bagi calon jamaah, namun juga turut dilakukan oleh Pemerintah. Hal ini selain ditunggu oleh para calon jemaah haji, juga akan menjadi legacy bagi Pemerintah, termasuk Menag dan Kemenag, karena mulai musim haji tahun berikutnya (2026) penyelenggaraan haji tidak lagi dikelola oleh Kemenag melainkan akan dikelola oleh Badan Penyelenggara Haji,” pungkasnya. (ret)