Jakarta / Fakfak – Wacana amendemen UUD 1945 dengan menambah masa jabatan Presiden menjadi tiga kali menjadi perbincangan di jagad politik Tanah Air.
Isu tersebut kembali menghangat setelah mantan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono mengusulkan wacana itu. Menurut Arief, penambahan masa jabatan presiden tiga periode membuka peluang Joko Widodo (Jokowi) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) maju kembali mencalonkan diri pada Pilpres 2024.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan ide tersebut.
Menurut Jimly, Indonesia tidak membutuhkan perpanjangan masa jabatan presiden. Kalaupun ada ide mmengenai perubahan terbatas UUD, maka jangan kaitkan dengan isu masa jabatan presiden tiga periode.
Pakar hukum tata negara ini juga mengingatkan agar tidak terpancing dengan wacana tersebut.
“Jangan ada yang terpancing dengan wacana masa jabatan presiden tiga periode. Ini ide yang buruk dari semua seginya dan cuma dgulirkan sebagai jebakan saja. Bangsa kita pun juga tidak membutuhkan perpanjangan masa jabatan presiden sama sekali. Maka kalau ada ide prubahan terbatas UUD, jangan kaitkan dengan isu tiga periode ini,” kata Jimly seperti dikutip dari lini masa akun Twitternya, @JimlyAs, Minggu (14/3/2021).
Sebelumnya, melalui akun Twitternya, mantan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono mengusulkan amendemen UUD 1945 untuk mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Tujuannya, kata dia, agar Presiden Jokowi dan Presiden keenam Indonesia SBY bisa mencalonkan lagi pada Pilpres 2024.
“Amendemen UUD 1945 untuk masa jabatan presiden menjadi tiga periode bagi presiden yang sudah terpilih dua kali. Agar Jokowi dan SBY bisa kembali mencalonkan lagi di Pilpres 2024,” cuit Arief Poyuono seperti dikutip dari lini masa akun Twitternya, @bumnbersatu, Sabtu 13 Maret 2022, (ret)