Manokwari – “Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, saya menyoroti alasan para mahasiswa pendemo pada Selasa, (8/3) di Jayapura dan Manokwari. Yang mana di dalam demonstrasi tersebut isu utama yang diangkat dan diorasikan adalah soal penolakan terhadap rencana pemekaran provinsi di Tanah Papua, baik di Provinsi Papua maupun Papua Barat”, Begitu pernyataan tertulis Warinussy ke mataradarindonesia.com.
Disampaikan Warinussy bahwa sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, pihaknya melihat bahwa sesungguhnya aksi para mahasiswa ini sangat wajar dan berdasar hukum, karena di dalam amanat pasal 76 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pemekaran provinsi Papua atas persetujuan MRPB dan DPRP dengan memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang. Kendatipun pasal tersebut mengalami perubahan berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001.
“Saya melihat bahwa sesungguhnya aksi para mahasiswa ini sangat wajar dan berdasar hukum, karena di dalam amanat pasal 76 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pemekaran provinsi Papua atas persetujuan MRPB dan DPRP dengan memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang. Kendatipun pasal tersebut mengalami perubahan berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001.
Namun sesungguhnya sebagai advokat saya melihat bahwa perubahan yang terjadi memberi ruang bagi adanya “intervensi” pemerintah pusat dan parlemen negara (DPR) untuk memekarkan wilayah di Tanah Papua. Inilah faktor yang menjadi sebab kini beberapa bakal daerah otonomi baru (DOB) akan hadir di Tanah Papua, utamanya di Provinsi Papua. Bahkan inilah yang sesungguhnya masih menimbulkan perdebatan panjang, apakan pemekaran wilayah di Tanah Papua merupakan aspirasi masyarakat ataukah tidak?”, Jelas Warinussy dalam pernyataan tertulis kepada mataradarindonesia.com.
Sambung Yan Ch. Warinussy bahwa Aksi pada tanggal 8 Maret 2022 kemarin yang dimotori para mahasiswa Papua di Jayapura dan Manokwari sesungguhnya hendak memberikan informasi bahwa pemekaran wilayah otonomi baru di Tanah Papua berbentuk provinsi belum dirasakan oleh rakyat sebagai aspirasi luhurnya karena pemekaran memiliki prosedur dan mekanisme sebagaimana diatur dalam pasal 76 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001, yang sesungguhnya berawal dari keinginan (aspirasi) rakyat Papua.
“Bagaimanapun pemekaran seyogyanya ditujukan untuk memberi kesejahteraan bagi rakyat Papua. Pertanyaannya, bagaimana pemekaran Provinsi bisa menjawab kesejahteraan rakyat Papua, kalau masih ada mama-mama Papua yang menggelar jualannya di emperan toko-toko atau di pinggiran jalan raya. Bahkan tidak tersedia pasar bagi mereka mama-mama Papua? Bagaimana pemekaran bisa menjawab kesejahteraan rakyat Papua, kalau ada Ibu hamil mau melahirkan harus dibawa melewati berkilo-kilo meter untuk bersalin? Bahkan dibawa melewati laut dengan perahu bermotor atau melewati gunung-gunung dengan pesawat terbang? Bahkan terkadang meninggal dunia di perjalanannya sebelum melahirkan”, Beber Warinussy.
Menurut dia, beberapa persoalan yang diungkapkan menjadi hal yang terkadang kurang mendapat perhatian dari pemerintah dalam rencana pemekaran wilayah di Tanah papua yang mana hal ini menjdi perhatian dan wacana pemerintah pusat, sehingga langkah yang ditempuh mahasiswa di Jayapura dan Manokwari dalam aksinya perlu menjadi titik perhatian semua pihak dalam meneruskan ide pemekaran wilayah di Tanah Papua ke depan.
“Ini semua menjadi hal yang terkadang kurang mendapat perhatian dalam rencana pemekaran wilayah di Tanah Papua yang dirancang dari pemerintah pusat. Langkah yang ditempuh para mahasiswa dalam aksinya di Jayapura dan Manokwari perlu menjadi titik perhatian semua pihak dalam meneruskan ide pemekaran wilayah di Tanah Papua ke depan, baik di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Mendengar suara dan keinginan luhur rakyat Papua penting dijadikan faktor utama dalam konteks kebijakan pemekaran wilayah di Tanah Papua yang dari sisi jumlah penduduk saja sebenarnya belum layak dimekarkan. Sementara provinsi besar seperti Sumatera Utara yang sudah lengkap dari berbagai sisi saja hingga kini masih tetap 1 (satu) provinsi saja”, Tutup Adv. Senior di Manokwari juga Dorektur LP3BH Papua Barat, Yan Ch. Warinussy, (rls/ret)