Mataradarindonesia.com – Setelah Presiden Republik Indonesia, Ir H Joko Widodo meletakkan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan Smelter di Gresik, Jawa Timur, senin, (12/10) kemarin menuai reaksi penolakan dari berbagai kalangan masyarakat dan pemerintah di tanah papua-papua barat.
Tidak sedikit orang di tanah papua menyampaikan pernyataan penolakan terhadap pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur, pasalnya PT Freeport Indonesia bertempat di wilayah papua, mengapa pemerintah membangun smelter di Gresik, Jawa Timur.
Umumnya mereka minta agar Presiden Jokowi harusnya memutuskan agar pembangunan smelter tersebut di wilayah tanah papua karena hasil tambang tersebut ada di papua, karena PT Freeport Indonesia mengambil hasil bumi tanah papua, bukan hasil bumi pulau jawa,
Gubernur Papua, Lukas Enembe juga sempat menyatakan sikap kepada pemerintah pusat soal pembangunan smelter di Gresik, Lukas menegaskan jika smelter dibangun di Gresik, Jawa Timur maka sebaiknya Freeport Indonesia segera “Angkat kaki” dari tanah papua.
Meskipun ada pernyataan penolakan dari hampir banyak elit di tanah papua, namun ada masyarakat asli papua lain yang tidak sepenuhnya menyalahkan pemerintah pusat melainkan mempertanyakan bahwa proses selama ini pemerintah dan wakil rakyat di tanah papua – papua barat ada di mana, dan bikin apa saja,
Mohamad Heremba, pria yang lama berkecimpun di dunia Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ini menyampaikan bahwa selama 20 tahun Otonomi Khusus (Otsus) Papua bergulir pemerintah, wakil rakyat maupun pihak-pihak yang berkepentingan tidak pernah mendorong investasi ekonomi skala besar berbasis masyarakat adat.
Selain ribut soal pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur, ada permintaan secara dini ke pemerintah pusat agar Plt. Gubernur Papua Barat harus Orang Asli Papua (OAP), menurut Morem, ada persoalan yang paling urgen dari pada pembangunan smelter dan Plt. Gubernur Papua Barat.
“Rencana Pembangunan Smelter oleh PT. Freeport jauh sebelum Joko Widodo jadi Presiden, namun hari ini kita Protes Presiden, ada persoalan yang Paling Urgens dari pada masalah Plt Gubernur PB dan Pembagunan Smelter”, Terang Bang Morem, sapaan singkat Mohamad Heremba.
Ia menguraikan dua permasalahan yang selama ini diabaikan pemerintah dan masyarakat di tanah papua-papua barat, adalah soal pengelolaan dana Otsus yang nilainya fantastis tinggi, dan kebijakan ekonomi investasi setelah pemerintah pusat tetapkan UU Cipta Kerja.
Menurut dia, sejauhmana Pemerintah, Legislatif dan MRP medesign regulasi tanah hak Ulayat terkait dengan Penerapan Undang – Undang (UU) Cipta Kerja yang baru saja disahkan beberapa waktu kemarin, Tantang Morem.
“Pertama, Selama 20 tahun Otsus Pemerintah Daerah bersama Legislatif tidak pernah mendorong Investasi Ekonomi skala besar berbasis masyarakat adat. padahal lahan tidur potensial ribuan hektar tersebar dari pantai, pedalaman hingga kawasan gunung, potensi laut dan perairan dengan segala isinya pun menjanjikan.
Kedua, Terkait kebijakan ekonomi dan Investasi, bahwa Pemerintah Pusat telah melegalkan UU Cipta Kerja. Lalu Sejauhmana pemerintah, Legislatif dan MRP medesign regulasi tanah hak Ulayat terkait dengan Penerapan UU Cipta Kerja, Ini lebih penting dari pada kita ribut soal Smelter dan Plt Gubernur PB”, Terang Mphamad Heremba.
Lanjut dikatakan bahwa alangkah baiknya pemerintah dan masyarakat adat mendorong posisi tawar tanah hak Ulayat masyarakat hukum adat dalam penyertaan modal dalam penerapan UU Cipta Kerja jauh lebih substansial sebagai upaya mitigasi marginalisasi dan Kemiskinan OAP dari pada kita ribut soal Smelter.
“Investor punya modal, dia juga kuasai pasar, meskipun kita punya SDA. Gas dan lain sebagainya, namun negara sudah terikat kontrak jangka panjang dengan Investor walaupun suksesi kepemimpinan bergantian tidak serta merta merubah kontrak jangka panjang dengan Investor. dengan dasar kontrak jangka panjang itulah Investor dapat medesign road map jangka panjangnya, termasuk penentuan daerah Pembangunan Smelter”, Urai pegiat pembangunan dan kebijakan publik, Morem.
Dikatakan bahwa alasan investor menentukan lokasi Pembangunan Smelter sederhana saja, mereka mau bangun dimana saja boleh sepanjang itu lokasinya di Indonesia.
“Mereka mau bangun di mana saja boleh yang penting di bangun di Indonesia. para elite kita ini macam tidak punya kerjaan saja. Selama 20 tahun Otsus tidak pernah mereka bangun ekonomi dan Investasi lokal skala besar yang berbasis masyarakat lokal, malah sibuk dengan Smelter”, Ucap Morem dalam tulisanya,
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja meresmikan groundbreaking pabrik smelter PT Freeport Indonesia. Pabrik smelter tersebut terletak di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik.
“Saya berharap kehadiran Freeport Indonesia di kawasan ekonomi khusus di Gresik ini akan menjadi daya tarik bagi industri-industri lain untuk masuk ke KEK gresik ini khususnya industri turunan tembaga, untuk ikut berinvestasi di sini,” ujar Jokowi, Selasa (12/10).
Jokowi bilang, smelter Freeport Indonesia tersebut memiliki kapasitas 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Angka tersebut merupakan yang terbesar di dunia. (ret)