Jakarta – Ketua MPR RI ke-16 Bambang Soesatyo menuturkan partai politik (Parpol) merupakan tulang punggung demokrasi yang menjadi titik pangkal paling penting bagi proses terciptanya penyelenggaraan negara yang baik. Semakin kuat dan sehatnya kondisi partai politik, semakin memudahkan terwujudnya hilir demokrasi berupa kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Partai politik memegang peran sangat penting dalam menentukan arah kebijakan negara, baik di tingkat legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Dalam UUD NRI 1945 diatur yang dapat mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan umum adalah Parpol. Parpol juga diberi amanat oleh undang-undang untuk menyeleksi pejabat publik di tingkat daerah maupun pusat, baik melalui Pemilu ataupun Pilkada.
“Tidak hanya itu, seleksi gubernur dan deputi gubernur senior Bank Indonesia, pimpinan dan anggota BPK, Komisi Yudisial, KPK, KPU, hakim agung, dan hakim konstitusi juga harus melewati Parpol termasuk fit and proper Panglima TNI, Kapolri dan Jaksa Agung melalui kewenangan fraksinya di DPR.
Karena itu untuk membenahi berbagai persoalan bangsa harus dimulai dengan pembenahan partai politik yang merupakan hulu demokrasi,” ujar Bamsoet saat memberikan kuliah Politik Indonesia Dalam dan Luar Negeri Pascasarjana Program Studi Damai dan Resolusi Konflik, Fakultas Keamanan Nasional, Universitas Pertahanan RI (UNHAN), secara daring di Jakarta, Rabu (4/9/24).
Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, berdasarkan hasil kajian LIPI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setidaknya ada empat permasalah integritas yang menyelimuti Parpol. Pertama, ketiadaan standar etik partai politik.
Seharusnya Parpol mampu mendorong lahirnya politisi berintegritas, memperjuangkan aspirasi publik dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Parpol juga harus memilik standar etik internal guna mengurangi risiko korupsi politik. Berdasarkan data KPK dari tahun 2004 hingga 2023, jumlah kasus korupsi yang melibatkan anggota Parpol mencapai 344 kasus.
“Persoalan kedua adalah problematika kaderisasi dan standar rekrutmen. Saat ini sistem rekrutmen yang terbangun di Parpol belum baku, terbuka, demokratis, serta akuntabel. Akibatnya, proses rekrutmen banyak diambil dari lingkup keluarga dan kerabat politik elit parpol. Selain itu, belum terciptanya dengan baik kaderisasi secara berjenjang,” kata Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menguraikan, persoalan ketiga adalah problematika pendanaan Parpol. Parpol tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk menjalankan operasional dan aktivitas Parpol.
Saat ini berdasarkan PP Nomor 1 Tahun 2018, negara hanya bisa memberikan bantuan pendanaan kepada partai politik sebesar Rp 1.000 per suara sah. Jumlah tersebut sangat kecil untuk pendanaan partai politik. Hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan LIPI, idealnya negara membiayai partai politik sebesar Rp 10.000 per suara sah.
Persoalan keempat adalah perwujudan demokrasi internal. Parpol memegang peran penting dalam menentukan baik dan buruknya demokrasi dan sistem politik di Indonesia. Apabila sistem demokrasi internal Parpol sudah tidak berjalan baik, maka akan sukar bagi Parpol untuk mengirim kader yang baik untuk duduk di dalam pemerintahan. Karenanya, perbaikan tata kelola rekrutmen dan kaderisasi dalam sistem kepartaian menjadi lebih terbuka dan berjenjang mutlak diperlukan, pungkas Bamsoet