11.4 C
New York
Senin, April 21, 2025

Buy now

Hj.Sitti Mardiana : “Bapak itu Orang Jujur dan Tidak Mau Melanggar Aturan”

Di belakang kesuksesan seorang suami, ada seorang istri hebat yang senantiasa mendukungnya. Ungkapan populer tersebut bukan sekadar kata-kata indah tanpa makna. Banyak fakta yang sudah membuktikannya. Istri memiliki kekuatan yang tak terlihat tapi dahsyat kekuatannya untuk memberikan energi yang diperlukan suami saat ‘bertarung’ dalam kompetisi kehidupan dunia yang keras.

Kelelahan suami dari tempatnya bekerja akan berkurang, bahkan pulih menjadi kegembiraan, tatkala pulang ke rumah dan menjumpai keluarganya dalam suasana yang harmonis dan bahagia. Tak perlu kemewahan untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut selain kehebatan istri menatalaksana segala sesuatu dalam rumah tangganya.

Suasana yang nyaman dan damai di rumah-yang diusahakan oleh istri – memberi kontribusi yang sangat besar dan penting secara psykologis bagi suami untuk mewujudkan performa terbaiknya. Banyak ahli psykologi mengatakan bahwa istri berperan penting dalam mendukung karir atau keberhasilan suami dalam bekerja, antara lain: memberi motivasi dan dukungan moral kepada suami, memberikan kepercayaan, tidak mencampuri urusan pekerjaan suami, memiliki kesabaran dan daya tahan terhadap situasi yang belum menyenangkan, memberi bantuan atau pertolongan kepada suami tanpa terlihat lebih hebat, dan memaklumi kekurangan suami. Adakah istri ideal seperti itu?

Hj.Sitti Mardiana, dia adalah isteri Penjabat Gubernur Papua Barat Ali Baham Temongmere. Sosoknya tidak bergemerlapan seperti kebanyakan figur publik yang ingin terlihat sebanyak mata memandang. Mungkin kata “santun” dan “sederhana” bisa menggambarkannya secara lebih tepat. Tutur kata dan sikapnya membersitkan bentuk penghormatan kepada siapa pun yang berjumpa dengannya.

Tak tersirat sedikit pun bahasa tubuh maupun kata-kata yang bisa ditafsirkan sebagai bentuk kepongahan. Profil utuhnya seolah menyampaikan pesan bahwa, “Saya adalah seorang istri yang mendukung penuh suami saya dan bersyukur atas apa yang Allah karuniakan kepada saya, hingga saya dan keluarga saya berada dalam keberkahan seperti sekarang ini”.

“Maaf ya, bapak-bapak menunggu saya terlalu lama. Saya kira tadi bertemu Pak Pj. Gubernur lebih dulu,” sapaanya kepada Tim Telusur Jejak ABT sambil tersenyum. Sitti Mardiana lahir di Makassar Sulawesi Selatan, hijrah ke Fakfak tahun 1992, mengikuti jejak sang kakak yang terlebih dahulu berdinas di Kota Pala itu sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Fakfak.

Saat itu sedang dibuka pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Sitti ingin mendaftar dan mengikuti tes masuknya.”Alhamdulilah, saya lulus tes dan diterima menjadi pegawai negeri di Kabupaten Fakfak, ditempatkan di kantor bupati pada bagian humas,” kata ibu dari Dina Khumaira Temongmere, Aldisharen Ahmad Yudhagama Temongmere, Alhamdi Sachmad Habibie Temongmere, Dini Nailah Qomariah Temongmere, dan Almahdi Furqanul Barack Temongmere ini.

Ketika kepadanya ditanyakan ihwal perjumpaan pertamanya dengan AliBaham, Sitti Mardiana mengatakan bahwa ketika itu Ali Baham baru menyelesaikan pendidikannya dari Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) lalu ditempatkan di Bagian Tata Pemerintahan di kantor yang sama, yakni Kantor Bupati Fakfak.

“Saat itu, Pak Ali kalauhendak ke ruangannya harus melewati depan ruangan saya. Saat lewat itulah, Pak Alimencuri pandang dan melirikkan matanya ke arah di mana saya berada. Dalam hati saya bertanya apakah dia melirik saya? Apa maunya? Setelah beberapa waktu akhirnya kami berkenalan dan menjadi akrab,” kenangnya tersipu malu.

“Pak Ali ternyata suka bergurau dan pandai membuat cerita-cerita lucu” tambah Sitti. Hubungan pertemanan mereka semakin dekat karena sering bertemu di kegiatan pengajian. Ditambah lagi, banyak teman yang menjodohkan. Akhirnya, terjalinlah hubungan yang semakin dalam dan tumbuh perasaan yang saling membutuhkan diantara mereka.

“Mencintai karena sudah semakin akrab”, kira-kira begitulah kisah cinta mereka bersemi. “Mungkin sudah jodoh,” kata Sitti Mardiana. Kemudian merekabersepakat melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Walaupun sempat tidak disetujui oleh kakak iparnya, tapi pada akhirnya Ali Baham bisa diterima oleh pihak keluarga Sitti di Makassar hingga akhirnya mereka melangsungkan pernikahan pada 15 Januari 1995.

Mendukung Penuh Suami

Sitti Mardiana dengan penuh kesadaran berkomitmen untuk menjaga kehormatan dan mendukung penuh kebijakan suami. Seperti saat Ali Baham ditugaskan menjadi Kepala Kecamatan Teluk Arguni, suatu daerah yang letaknya dipedalaman, di mana untuk mencapainya harus menyeberangi teluk yang bergelombang menggunakan longboat. Sementara wilayah perkampungannya ketika itu masih berupa hutan dan tanah becek saat hujan. Namun, demi mendukung tugas suami maka diatetap mendampinginya, ke mana pun sang suami bertugas.

“Kami baru saja menikah, masih pengantin baru. Pak Ali ditugaskan menjadi kepala kecamatan di Teluk Arguni, jadilah kami berbulan madu di tengah hutan,”katanya tersenyum. Sesuai komitmennya, Sitti Mardiana selalu menemani Ali Baham saat melakukan tugas mengunjungi kampung-kampung untuk bertemu masyarakat. Masuk kampung, keluar kampung, menyusuri pinggiran hutan, berjalan di atas tanah becek dan berlumpur, semua itu dilakukannya demi sang suami.

Tugasnya sebagai Ketua PKK juga dilakukannya dengan baik. Sitti bertemu masyarakat, menyapa mereka, dan memberi penyuluhan tentang program bayi sehat dan pencegahan stunting. Dia juga membagi pengalaman tentang peran isteri sebagai pendamping suami.

“Keadaan Kecamatan Teluk Arguni waktu itu masih gelap, kalaupun ada listrik hanya terbatas, menyala hanya sampai jam 2 pagi selanjutnya harus disambung dengan nyala lilin atau lampu minyak. Karena lokasinya terpencil maka untuk berbelanja berbagai barang kebutuhan pokok harus pergi ke Kota Kaimana, dilakukan sebulan sekali.

Seberat apa pun kondisinya, akan terasa ringan jika kita sebagai isteri melakukannya dengan hati yang tulus,” kata Sitti. Tiga tahun bertugas di wilayah itu, AliBaham kemudian mendapat kesempatan untuk tugas belajar karena dianggap sukses menjalankan tugasnya sebagai Kepala Distrik Teluk Arguni.

Ali Baham menggunakan kesempatan itu untuk kuliah S-2 di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Sitti pun mendampingi tugas belajar suaminya selama dua tahun di Kota Gudeg. Selama itu, Sitti diperbantukan bekerja di salah satu kantor kecamatan, tepatnya di Gondokusuman Jogyakarta.

Seperti Apa Adanya

Sepanjang mendampingi Ali Baham, sejak menjadi Kepala Kecamatan Teluk Arguni, menjadi pegawai di Kabupaten Fakfak, lalu Kepala Bappeda dan Sekda Kabupaten Fakfak, hingga menjadi Penjabat Gubernur Papua Barat, Sitti terus mendukung penuh apa yang menjadi tugas suaminya itu. Dia selalu mendoakan agar suaminya selalu diberikan kesehatan, keselamatan, kemampuan, dan kelancaran.

Sejalan dengan peningkatan karir suaminya, Sitti tetap tampil apa adanya, tidak menganggap dirinya jumawa. Dia bisa bergaul dengan siapa pun, “Jabatan itu amanah dan bersifat sementara maka perlu dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Jika saat menjabat kita menjadi sombong maka besar kemungkinan ketika kita tidak menjabat lagi, orang akan muak kepada kita,” tandasnya serius.

Sebagai isteri, Sitti berusaha selalu memahami apa yang dialami sang suami, seperti ketika pulang dari kantor kalau terlihat bad mood, maka pertama yang dilakukan adalah menyambutnya dan menyuguhkan minuman. “Saya tidak akan bertanya ada masalah apa atau pun mengalami apa. Saya hanya akan menemaninya sampai dia bercerita, dan saya akan mendengarkannya saja. Kalau pun dia tidak bercerita, tidak apa-apa, saya tidak akan menyelidikinya,” jelasnya.

Sitti menyadari bahwa posisinya sebagai isteri tidak boleh terlalu mencampuri urusan suami, Sitti menyadari bahwa yang menjadi pejabat itu suaminya, bukan dirinya. Sitti mengakui bahwa sikapnya itu dia teladani dari orang tuanya. Waktu di Makasar, ibunya selalu menasihati agar kelak sebagai istri, dia harus selalu menghormati suami dan tetap bersikap rendah hati.

“Sebagai isteri pejabat, saya harus menjaga nama baik suami, melalui tingkah laku di tengah masyarakat. Panjatkan doa bagi kebaikan suami serta jangan terlalu ingin tahu apa yang dialami suami. Jangan sembarangan melakukan unggahan di media sosial, bijaksanalah bermedia sosial. Kalau tidak hati-hati, misalnya pamer kekayaan di media sosial, bisa merusak reputasi suami,” jelasnya.

Sitti juga pernah merasakan pengalaman yang tidak mengenakkan, yaitu ketika Alibaham gagal terpilih sebagai Wakil Bupati Fakfak pada Pilkada 2010 lalu. Dari pengalaman tersebut, Sitti menjadi semakin mengerti makna tentang sahabat atau teman sejati.

“Banyak orang yang semula menyatakan diri mereka sebagai teman pada saat kita senang, tapi ketika kita jatuh, mereka menjauh bahkan menghindar. Waktu itu saya hanya berdoa dan yakin bahwa Allah akan membela kami. Saya tetap melakukan kegiatan seperti biasa, belanja ke pasar, memasak, dan mengurus anak-anak. Saya bisa melakukannya karena selama ini saya tampil apa adanya sehingga ketika menghadapi persoalan kegagalan suami tersebut, saya tetap berlaku biasa saja, tidak kecewa berlebihan. Padahal waktu itu Pak Ali di-nonjob-kan selama tiga tahun dari pekerjaannya di kantor bupati sebagai dampak dari kekalahannya di Pilkada,” jelas Sitti.

“Seburuk apa pun situasi yang menimpa kami, saya sebagai isteri berupaya tetap tenang dan kuat agar bisa mendampingi dan memberinya semangat. Jangan sampai terbawa atau ikut stress, kasihan suami, bisa semakin drop kalau kita ikut stress,” kenangnya.

Sitti Mardiana meyakini bahwa dukungan keluarga sangat berarti bagi suami untuk bangkit kembali dari keterpurukan.Tentang mendidik anak-anak, Sitti mengatakan bahwa sebagai orang tua dirinya bersama suami tidak memaksakan anak-anak mereka untuk mengikuti jejak sang ayah. Memang, sebelumnya Alibaham pernah berkeinginan agar ada anak-anaknya mengikuti jejaknya, tapi sepertinya tidak ada yang tertarik.

Sebagai istri, Sitti menyarankan kepada suaminya agar anak-anak diberikan kebebasan menentukan karier untuk masa depan mereka sendiri. “Pemikiran saya, kalau dipaksa bisa tidak optimal atau bahkan putus di tengah jalan. Akhinya Pak Ali setuju dan menyerahkan pilihan kepada anak-anak, jalan mana yang akan mereka lalui,” terang Sitti.

Putri pertamanya, yaitu Dina Khumaira Temongmere, biasa dipanggil Dina atau Fira, sempat berusaha mengikuti jejak ayahnya, yaitu mendaftar dan mengikuti tes di IPDN Manokwari. Setelah lulus SMA Negeri 1 Fakfak tahun 2016, saya mendaftar untuk mengikuti tes di IPDN Manokwari tapi tidak lulus. Saya coba lagi tahun 2017, tidak lulus lagi. Tahun 2018, saya ikut lagi tapi tetap tidak lulus.

Walaupun sempat kecewa namun ayah justru memberi semangat dan mengatakan bahwa rezeki saya mungkin bukan melalui jalan itu,” tutur Fika. Fika kemudian melamar kerja sebagai tenaga kontrak di Pemerintah Daerah Fakfak sambil menunggu panggilan kerja. “Alhamdulillah, sekarang saya bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Fakfak sebagai staf, kata Fika.

Fika menjalankan kewajibannya sebagai pegawai negeri sebagaimana seharusnya seperti para pegawai lainnya -tidak “mentang-mentang” sebagai anak pejabat dilingkungan Pemerintah Daerah Fakfak lantas bersikap seenaknya, yaitu ketika ayah nyamenjabat sebagai Sekda Kabupaten atau Penjabat Bupati waktu itu. Ayah selalu menyuruh saya untuk berangkat lebih dulu ke kantor dan harus mengikuti apel pagi, tidak boleh terlambat, kenang Fika.

Saat ayahnya menjabat sebagai Penjabat Gubernur Provinsi Papua Barat di Manokwari, Fika memutuskan untuk tetap tinggal bekerja di Fakfak. Jika saya pindah ke Manokwari, siapa nanti yang akan mempedulikan keluarga besar kami d Fakfak. Selama ini yang dianggap paling punya kepedulian untuk memperhatikan kondisi keluarga adalah saya. Mungkin karena saya adalah anak tertua sementara adik-adik lebih sering berada di luar Fakfak. Saya berusaha supaya keluarga besar tetap rukun, kompak, dan harmonis,” jelas Fika.

Sementara Sitti Mardiana sepanjang mendampingi suami meyakini bahwa suaminya adalah orang yang jujur, taat pada aturan, bertanggung jawab terhadap setiap keputusan yang diambil, serta selalu menjaga integritas. Dia menyaksikan bahwa karir suaminya merambat naik dengan cara yang terhormat, tanpa melakukan sogok-menyogok.

“Jadi semata-mata karena taat aturan dan berlaku jujur, serta tegas. Itulah yang menghantarkan Pak Ali hingga kini menjadi Penjabat Gubernur Papua Barat. Nilai-nilai yang dianut ayah mereka itulah yang saya tanamkan kepada anak-anak sebagai bekal hidup mereka, ungkap Sitti Mardiana.

Sementara Fika sebagai anak tertua Ali Baham berharap agar ayahnya tetap menjadi seorang yang dikenalnya sejak dia kecil, yaitu seorang ayah yang menyayangi keluarganya, yang gaya hidupnya sederhana, yang peduli terhadap sesama, dan berusaha menolong orang yang sedang berkesusahan.

Dilansir dari buku (Napak Tilas Alibaham Temongmere : Cahaya Fajar dari balik Gunung Mbaham)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles

error: Content is protected !!