Laporan : Rustam Rettob/Wartawan
Fakfak – Mantan Komisioner KPU Kabupaten Fakfak. Hasanuddin Rettob turut merespon pernyataan Anggota Bawaslu Kabupaten Fakfak. Siofanus Irfam Kareth selaku Koordiv. Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas (HPPH).
Irfam katakan dibeberapa media yang tersebar saat ini bahwa Kabupaten Fakfak – Provinsi Papua Barat adalah salah satu Kabupaten dari 10 Daerah yang masuk kategori paling rawan dengan politik uang nanti di Pemilu 2024 mendatang.
Penjelasan itu menurut Irfam bahwa dari 514 Kabupaten Se-Indonesia yang dapat dirilis belum lama ini oleh Bawaslu RI bahwa Kabupaten Fakfak menempati peringkat 10 besar rawan politik uang pada pemilu 2024 mendatang.
Mengenai penempatan Fakfak masuk peringkat 10 besar rawan politik uang di pemilu 2024 mendatang. Mantan Komisioner KPU Fakfak. Hasanuddin Rettob ikut berkomentar dan menyanggah alasan Bawaslu tetapkan Fakfak dalam status tersebut yang disampaikan Ketua Bawaslu Fakfak.
Menurut Hasanuddin bahwa Fakfak sebagai salah satu Kabupaten yang ada di Wilayah Provinsi Papua Barat telah melaksanakan pemilihan umum beberapa kali yaitu Pemilu 2019 (Pileg) dan Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Fakfak Tahun 2020 tidak ada kasus politik uang.
Untuk diketahui, salah satu kasus yang terjadi di Tahun 2019 lalu namun setelah proses itu bergulir sampai ke Pengadilan Negeri Fakfak terdakwah ketika itu Ketua DPC Partai Hanura (Hati Nurani Rakyat) Kabupaten Fakfak. Baguna Palisoa. diketahui, yang bersangkutan kemudian memenangkan gugatan tersebut sehingga dianggap tidak ada pelanggaran hukum atau politik uang.
Amar putusan ketika itu majelis hakim meminta agar Bawaslu Kabupaten Fakfak memulihkan nama baik Ketua DPC Hanura Fakfak namun sampai saat ini belum dilakukan. (Belum dilaksanakan putusan tersebut-red)
Rettob pertanyakan Bawaslu RI maupun Bawaslu Fakfak dalam hal kaitanya dengan indicator apa yang digunakan sehingga bisa menempatkan Kabupaten Fakfak sebagai salah satu daerah yang masuk 10 Besar rawan politik uang di Pemilu 2024 mendatang.
“Sesuai hasil rilis Bawaslu RI tertanggal 13 Agustus 2023 lalu terkait 20 daerah rawan politik uang, dalam rilis tersebut Kabupaten Fakfak termasuk salah satu daerah yang masuk ddalam kategori daerah rawan politik uang, Fakfak bahkan ada diperingkat ke 10 besar, yang menjadi pertanyaan adalah indikator apa menjadi dasar dalam menetapkan suatu daerah masuk dalam kategori politik uang”, Tanya dia.
Dijelaskan Hasanudin bahwa untuk mengukur sebearapa besar rawan politik uang maupun rawan keamanan adalah bisa bersandar pada pemilu-pemilu sebelumnya, yang terjadi Pemilu 2019 dan Pemilu 2020. Kabupaten Fakfak tidak menemukan pelanggaran politik uang bahkan situasi dan keamanan saat itu berlangsung aman dan lancar hingga semua tahapan selesai dilaksanakan.
“Karena dalam 2 kali penyelenggaraan pemilu yakni Pemilu Tahun 2019 dan Pilkada Tahun 2020 di Kabupaten Fakfak hanya ada 1 kasus pada pemilu tahun 2019 yang di sidangkan di Pengadilan Negeri Fakfak,
Namun dalam putusan Pengadilan Negeri Fakfak tidak terbukti, sedangkan untuk Pilkada Tahun 2020 itu NIHIL POLITIK UANG sehingga hasil rilis yang di keluarkan oleh Bawaslu RI tertanggal 13 Agustus 2023 perlu di pertanyakan”, Ragu Rettob.
Hasanuddin juga membandikan Pemilu 2017 lalu juga berlangsung aman dan lancar tanpa ada indikasi dan pelanggaran Politik uang, menurut dia, Bawaslu dalam memutuskan daerah rawan politik uang ini juga harus menggunakan dasar hukum atau indicator yang jelas.
“Karena dalam pelanggaraan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2017 lalu juga NIHIL, saya ulang lagi, Pemilu 2019 satu kasus tapi tidak terbukti dan Pilkada Fakfak 2020 nihil, olehnya itu untuk menetapkan suatu daerah menjadi rawan politik uang harus merujuk pada pemilu maupun pilkada sebelumnya”, Papar dia.
Lagi-lagi dia tegaskan, penetapan suatu daerah menjadi rawan politik uang bukan hanya menetapkan saja tetapi harus di sertai dengan data yang jelas minimal merujuk pada pesta demokrasi atau pemilu-pemilu sebelumnya.
“Jadi Fakfak masuk dalam kategori 10 besar daerah rawan politik uang itu tidak punya data yang jelas, Pilkada Gubernur Papua Barat Tahun 2017, Pemilu Legislatif Tahun 2019, dan Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Fakfak Tahun 2020, minimal 3 kali Pemilu itu tidak ada kasus politik uang, jadi jangan hanya main tetapkan saja”, Bantah dia.