Fakfak – Musda III Golkar Provinsi Papua Barat yang dihelat di DPP Golkar Slipi Jakarta (15/8) dinilai tidak sah dan cacat hukum.
Dikutip dari media RMOL.ID, menurut Ketua DPD Golkar Raja Ampat, Selviana Wanma, hal tersebut lantaran penyelenggara yang dibentuk DPD Partai Golkar Provinsi Papua Barat telah menafsirkan dan menjalankan peraturan organisasi sesuai kehendaknya dengan tujuan agar Ketua DPD Golkar Kota Sorong, Lamberthus Jitmau (LJ) gagal menjadi Ketua DPD Golkar Provinsi Papua Barat.
Ia menegaskan, tahapan pra Musda hingga Musda dipenuhi cara-cara kotor dan menjijikkan yang bukan saja menciderai nalar, tetapi juga melukai nurani kader-kader partai serta mempermalukan organisasi partai.
“Semuanya ini sekali lagi kami tegaskan adalah serangkaian pemufakatan jahat demi mencekal kader terbaik Golkar Papua Barat, ketua DPD Kota Sorong, Walikota periode ke-dua, kader yang memenangkan Partai Golkar di Kota sorong dua kali berturut-turut, bapak LJ,” kata Selvi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (16/8).
Menurutnya, menafsirkan dan melaksanakan peraturan organisasi berdasarkan kehendak sendiri adalah bentuk persekusi oleh DPD Provinsi Papua Barat. Peraturan organisasi yang semestinya berfungsi untuk melindungi hak dan martabat kader, kata dia, justru dipakai untuk merampas hak-hak kader Partai Golkar.
“Saat Musda dibuka dan tahapan berjalan, tiba-tiba DPD Provinsi menyatakan bahwa ada Plt Ketua Kabupaten Sorong, Plt. Ketua Kabupaten Manokwari dengan SK Propinsi Papua Barat dan serta merta diberikan hak kepesertaan. Argumentasi DPD Provinsi adalah karena periode kepengurusan telah berakhir, padahal argumentasi tersebut tidak beralasan menurut hukum dan merupakan tafsir sesat,” tegasnya.
Masih kata Selvi, seharusnya periodesasi pengurus hasil Musda berakhir setelah Musda selanjutnya dilaksanakan dan pengurus dinyatakan dimisioner, ini kebiasaan konstitusional yang menjadi hukum hidup di organisasi Golkar dan berlaku pula untuk pengurus Provinsi yang melaksanakan Musda.
Selain itu, ada pula hukum tertulis yang dituangkan dalam instruksi DPP Partai Golkar SI-03/GOLKAR/VII/2020 yang memberikan batas akhir pelaksanaan Musda kabupaten paling lambat 31 Agustus 2020, mengacu pada instruksi tersebut maka DPD Kabupaten masih berwenang sampai dengan dilaksanakannya Musda kabupaten susuai jadwal DPP.
Hal serupa terjadi di Raja Ampat di mana Mahkamah Partai dan DPP dalam Musda memberikan hak suara kepada Ketua Selviana Wanma. Namun yang terjadi, DPD Provinsi melawan dengan memberikan hak votters Raja Ampat kepada yang tidak berhak.
Kecurangan lain yang disoroti Selvy yakni perampasan hak suara yang dialami Ketua AMPG yang sudah dilantik. “Semestinya Ketua DPD Provinsi punya malu jika sudah melantik tapi tidak mengakui,” kata Selvi.
Untuk itu, Selvi mengatakan pihaknya dengan tegas menyatakan proses dan hasil Musda yang dilaksanakan DPD Provinsi Papua Barat, Sabtu kemarin (15/8) tidak sah karenanya tidak punya kekuatan hukum untuk diterbitkan SK oleh DPP.
“Kami terus menempuh upaya organisasi dan upaya hukum yang sesuai dengan konstitusi Partai Golkar dan kami tetap solid 9 DPD Kabupaten, 1 organisasi sayap, 2 ormas pendiri, dan 2 ormas yang didirikan mendukung bung LJ menjadi Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Papua Barat masa bhakti 2020-2025,” tandasnya.