“Pekerjaan Bandara Siboru Fakfak Terhambat Akibat Selisih Hitung Titik Kordinat Antara Badan Pertanahan Nasional dan Dinas Kehutanan Papua Barat, Presiden memerintahkan kepada, Menteri Investas/Kepala BKPM. Bahlil Lahadalia (Ketua Satgas), Wakil Jaksa, dan Waka Polri untuk segera tuntaskan persoalan dimaksud antara BPN dan Kehutanan Papua Barat, Jokowi menegaskan bahwa Bandara Siboru merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional yang wajib didukung karena untuk menyukseskan terselenggaranya program kemajuan dan peningkatan Investasi”
Fakfak – Masyarakat pemilik hak ulayat khusus lahan / areal penggunaan pembangunan Bandara Siboru yang berlokasi di Distrik Wartutin, Kabupaten Fakfak – Provinsi Papua Barat mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak untuk segera menyelesaikan sisa pembayaran ganti rugi lahan mereka melalui APBD Kabupaten Fakfak Tahun Anggara 2022 senilai Rp. 2,9 Miliar yang sampai saat ini belum direalisasikan.
Bahwa penundaan pembayaran tersebut sampai saat ini belum bisa dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak disebabkan karean terjadi selisih hitung antara Badan Pertanahan Nasional Provinsi Papua Barat dan Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, keduanya memiliki tugas dan wewenang masing-masing namun erat kaitnya dengan dasar hukum lahan yang mau diselesaikan pembayaranya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak.
Badan Pertanahan Nasional Provinsi Papua Barat mempertahankan argumnetasi dasar hukumnya bahwa berdasarkan hasil ukur titik kordinat sisa lahan yang ingin dibayarkan seluas 70 Hektare, dengan dasar ini jika pemerintah ikut melaksanakan maka pihaknya sebagai Lembaga teknis terkait akan mengeluarkan Sertifikat milik Pemda Fakfak.
Kemudian, Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat juga mengklaim azas legalitasnya bahwa Instansi yang memiliki kewenangan untuk mengalihkan alih fungsi lahan ini memiliki hasil ukur sisa lahan yang harus dibayarkan seluas 60,52 Hektare. Perbedaan hasil ukur kedua Instansi ini belum disamakan sehingga ada harapan segera ada kesamaan memiliki posisi koordinat dan luas pengukuran yang sama dalam rangka proses percepatan pembayaran maupun keberlanjutan pembangunan dimaksud.
Percepatan sisa pembayaran yang akan dilakukan oleh Pemda Kabupaten Fakfak, namun terlebih dahulu perlu ada kesepakatan mengenai posisi koordinat pengukuran antara pihak Agraria Tim BPN dan Kementerian Kehutanan yang menjadi dasar sisa pembayaran yang akan dilakukan sehingga tidak menimbulkan permasalahan di kemudian waktu.
Tentu dampak dari keterlambatan pembayaran ganti rugi lahan tersebut, Minggu, (12/7) siang kemarin, pemilik hak ulayat yang berjumlah sekitar 10 orang lebih mendatangi lokasi pembangunan bandara siboru fakfak untuk melakukan protes terhadap keterlambatan ganti rugi dimaksud dari pemerintah daerah kabupaten fakfak.
Mereka menggunakan kayu palang dan selembar pamflet yang bertuliskan point aspirasi yang disampaikan, intinya mereka minta pemerintah daerah kabupaten fakfak percepat proses pembayaran ganti rugi hak tanah milik mereka senilai Rp. 2,9 Miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Fakfak Tahun Anggaran 2022. Soal selisih hitung penetapan titik kordinat, mereka tegaskan, bukan urusan yang menjadi penghalangan pembayaran bagi mereka.
Bagaimana mungkin pemerintah daerah kabupaten fakfak percepat proses pembayaran ganti rugi lahan dimaksud, sementara ego sektoral antara BPN dan Dinas Kehutanan Papua Barat belum mendapatkan kesamaan perbedaan titik koordinat, hal ini berdampak atas terhambatnya proses percepatan pekerjaan Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut.
Andreas Hombore menegaskan bahwa pihaknya selaku pemilik hak ulayat mendukung percepatan pembangunan bandara siboru fakfak. ia tidak menginginkan peroyek bandara siboru terhenti dan dia mendukung target persemian bandara dimaksud oleh Presiden Joko Widodo, namun kemudian dia mendesak agar proses pembayaran ganti rugi lahanya juga dipercepat. bahkan ditegaskan, polemik kedua OPD tersebut tidak ada urusanya, itu menjadi ranah pemerintah daerah kabupaten fakfak, “Intinya kami pemilik hak ulayat minta segera dilakukan pembayaran ganti rugi lahan kami”,
Berdasarkan ketentuan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 11 Tahun 2021 Tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi, Keputusan itu Presiden tegas memerintahkan kepada Tim Satgas Percepatan Investasi terdiri dari, Menteri Investasi/Kepala BKPM, Wakil jaksa Agung, Wakapolri
Ketiganya diperintahkan Jokowi untuk menyelesaikan secara cepat permasalahan dan hambatan (debottlenecking) untuk sektor – sektor usaha yang terknedala perizinan berusaha dalam rangka investasi. Konteks ini termasuk persoalan penentuan selisih titik koordinat lahan bandara siboru.
Berikutnya, Presiden Jokowi dalam Surat Keputusan tersebut memberikan rekomendasi penindakan administratif kepada pimpinan Kementerian/Lembaga/Otoritas dan Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota terhadap pejabat/pegawai yang menghambat pelaksanaan Investasi maupun yang dapat menambah biaya berinvestasi di Indonesia. (ret)