“Tentang : Orang Asli Papua, RUU Otsus Papua, Pemekaran Wilayah, Karatkter Papua Barat, Pentingnya Program Inovasi Transmigrasi, Tugas Oenjabat Gubernur, Strategi Menentukan Keberhasilan”

Orang Asli Papua
Pada tanggal 1 Januari 2000,bersamaan denganterbitnya matahari di Kota Jayapura, tepatnyadi rumah peristirahatan Gubernur Irian Jaya di Kawasan Skyline, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura, Presiden Republik Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengubah nama Irian Jaya menjadi Papua.
Selanjutnya pada 5 Januari 2000 di Asrama Mahasiswa Irian Jaya di Yogyakarta, bersamaan dengan acara buka puasa bersama, dilaksanakan pertemuan untuk menurunkan papan nama “Asrama Mahasiswa Irian Jaya” untuk diganti dengan papan nama “Asrama Mahasiswa Papua”
Ketika itu, Alibaham Temongmere diminta untuk memberikan ceramah tentang pergantian nama “Irian Jaya” menjadi “Papua’. Makalah yang disajikan diberinya judul “Tantangan Papua ke Depan Setelah Nama Irian Jaya Diubah Menjadi Papua”.
Terkait perubahan nama tersebut, Alibaham berpandangan bahwa yang terpenting adalah merumuskan dengan sejelas-jelasnya, siapa yang dimaksud dengan orang Papua. Rumusan itu sangat penting untuk segera ditetapkan sebab jika tidak dilakukan dengan benar maka mungkin saja ada anak atau cucu keturunan orang Papu yang tidak termasuk dalam rumusan tersebut, suatu hari akan menuntut haknya karen dia berpikir bahwa dia pun berdarah Papua.
Menurut Alibaham jika definisi tentang orang Papua tidak dirumuskan dengan benar maka bisa saja konflik sektarian yang pernah terjadi di Ambon pada 1999 kemungkinan bisa terjadi juga di Papua, bahkan bisa meletus dengan eskalasi yang lebih besar lagi.
“Ketika itu saya sedang bersama Bapak Pdt. Wambraw. Saya bertanya kepada beliau tentang asal daerah istrinya. Beliau menerangkan bahwa istrinya adalah orang Sunda. Dari percakapan itu timbul pertanyaan apakah anak dari Bapak Pdt. Wambraw termasuk orang Papua?” ujar Alibaham.
Perumusan tentang siapa yang dimaksud dengan orang Papua harus dipikirkan dengan baik dan benar, bukan hanya berdasarkan kondisi hari ini saja melainkan harus mengantisipasi dinamika sosial budaya ke depan. Mengapa? Karena anak berdarah Papua yang lahir dari kandungan ibu yang bukan Orang Asli Papua (OAP) jumlahnya akan semakin banyak. Demikian juga halnya anak-anak berdarah Papua dengan ayah yang bukan OAP jumlahnya akan semakin banyak pula.
Domisili anak-anak keturunan Papua itu pun akan menyebar di seluruh wilayah di Indonesia, bahkan luar negeri. Artinya, ke depan ada generasi keturunan Papua yang tinggal di Tanah Papua maupun di luar Papua. Mereka disebut generasi pembauran. Jika keberadaan mereka tidak diakomodasi secara baik maka bisa berpotensi memicu konflik.
Jadi, siapa yang bisa disebut sebagai OAP? Alibaham menjelaskan bahwa sesuai dengan apa yang disampaikannya pada pertemuan di Yogyakarta terdahulu, yang disebut sebagai OAP adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia, yang ayah dan ibunya adalah OAP, atau yang ayahnya saja adalah OAP, atau yang ibunya saja adalah OAP, atau orang yang diterima serta diakuisebagai OAP oleh masyarakat adat Papua.
Adapun lembaga yang berhak memberikanpengakuan tersebut adalah lembaga budaya masyarakat Papua, yaitu Majelis RakyatPapua (MRP).Hal ini datur oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001.

RUU Otsus Papua
Pada tahun 2001, Alibaham mengikuti rapat pembahasan Rancangan Undang Undang Otonomi Khusus Papua (RUU Otsus Papua) di Gedung Olahraga Jayapura sebagai delegasi Pemerintah Kabupaten Fakfak, dari kelompok intelektual. Sempat terjadi ketegangan menjelang pembahasan penyusunan RUU tersebut. Bahkan sehari sebelumnya terjadi kerusuhan yang menelan korban jiwa, Saat itu ada tiga kelompok yang memiliki pandangan berbeda terkait pembahasan RUU tersebut, yaitu :
Pertama, kelompok yang menolak alias tidak mau membahas RUU OtsusPapua. Kelompok ini tidak mau mengikuti rapat. Kedua, kelompok yang masih ragu-ragu menerima Otsus. Ketiga, kelompok yang menerima Otsus. Kelompok yang ketiga ini berpandangan bahwa Otsus merupakan sarana percepatan bagi masyarakat Papua untuk mendapatkan kesejahteraan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Situasi baru mereda setelah mantan Gubernur Irian Jaya, Barnabas Suebu, menyampaikan orasinya
Barnabas Suebu menerangkan bahwa Otsus ibarat perahu yang bisa membawa masyarakat Papua berlayar hingga tiba di sebuah pulau. Apa yang disampaikan Barnabas Suebu itu sekalipun masing-masing kelompok menafsirkannya secara berbeda-beda sesuai dengan kepentingannya tetapi orasi itulah yang mendapat sambutan dari ketiga kelompok hingga pada akhirnya semua pihak mau menerima RUU Otsus Papua tersebut.
Dalam forum tersebut, Alibaham menyampaikan beberapa pokok pikiran, yaitu : 1) . Bahwa Otsus adalah jalan terbaik untuk membangun masyarakat Papua menuju masa depan yang sejahtera dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2). Bahwa RUU Otsus Papua ini telah memperhatikan keberagaman suku danagama di Papua. Namun hendaknya RUU ini tidak sekadar formalitas sebagai undang-undang belaka yang ditetapkan melainkan harus sungguh-sungguh dilaksanakan dalam implementasinya. 3) . Bahwa sebelumnya di dalam pembahasan RUU tersebut sempat dinyatakan bahwa Provinsi Papua yang dlibentuk tidak dapat dimekarkan menjadi provinsi-provinsi baru. Terhadap pernyataan ini, Alibaham mengusulkan bahwa sangat naif jika sebuah undang-undang tidak mengantisipasi dinamika yang kemungkinan bisa terjadi di masyarakat dan pemerintahan ke depan.
Alibaham selanjutnya mengusulkan perubahan bunyi pasal terkait antisipasi jika terjadi dinamika sosial politik yang menghendaki pemekaran provinsi. Bunyi pasal yang diusulkannya adalah sebagai berikut : “Provinsi Papua yang dibentuk dapat dimekarkan menjadi provinsi-provinsi baru dengan syarat-syarat tertentu’. Saat pembahasan menyangkut pemekaran provinsi dengan “syarat-syarat tertentu” tersebut terjadi perdebatan yang luar biasa. Waktu itu berlangsung dinamika yang begitu hebat, saling tarik menarik kepentingan. Namun akhirnya kata-kata “dengan syarat-syarat tertentu” diputuskan untuk diganti dengan kata-kata “atas persetujuan MRP”.
Dengan demikian di ruang kerjanya. akhirnya pembahasan tentang pemekaran wilayah disetujui. Dalam UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001 ditetapkan bahwa Provinsi Papua dapat dimekarkan menjadi provinsi-provinsi baru dengan persetujuan dari MRP. Inilah dasar legitimasi lahirnya provinsi-provinsi baru di Tanah Papua. Selain tentang pemekaran wilayah, Alibaham juga menyampaikan usulan pasal tentang hubungan antar budaya, yaitu hubungan yang saling menghormati antara kelompok minoritas dan mayoritas, baik dari aspek suku, agama, ras, dan golongan. Pokok-pokok pikiran yang diusulkan tersebut diterima sebagai bagian dari isi RUU Otsus Papua yang selanjutnya disahkan sebagai UU Otsus Papua No. 21 Tahun 2001

Pemekaran Wilayah
Tentang pemekaran provinsi berdasarkan wilayah adat, Alibaham menjelaskan bahwa sekarang ini Tanah Papua sudah dimekarkan menjadi enam provinsi yang mana satu provinsi bukan merujuk wilayah adat tetapi merujuk pada kawasan ekonomi, yaitu Papua Barat Daya. Lahirnya Provinsi Papua Barat Daya dengan Kota Sorong sebagai ibu kotanya berdasarkan pendekatan ekonomi karena provinsi ini menjadi pusat distribusi barang dan jasa untuk seluruh Papua, juga pusat transportasi atau hubungan baik laut maupun udara. Justru yang belum ada adalah provinsi berdasarkan wilayah adat Bomberai dan Saireri.
Pemekaran kedua wilayah adat tersebut tentunya harus melalui proses di Pemerintah Pusat Cq. Kementerian Dalam Negeri, dengan kajian yang cermat. Bila keuangan negara sudah mencukupi maka moratorium pemekaran wilayah akan dicabut sehingga pemekaran kedua wilayah adat tersebut bisa diakomodasi, yaitu wilayah adat Bomberai dan Saireri. Menurut Alibaham, undang-undang memperbolehkan pemekaran.
Pemekaran adalah salah satu metode kebijakan untuk mengoptimalkan pelayanan publik lebih mendekatkan pemerintahan dengan masyarakatnya. Oleh karena itu, dengan semangat otonomi khusus berdasarkan wilayah adat di Tanah Papua, Seharusnya ditambah dua provinsi baru lagi, yaitu Bomberai dan Saireri. Sekali lagi, bisa dilakukan bilamana keuangan negara sudah memungkinkan dan bila masyarakat di wilayah adat yang mau diusulkan itu menerima.
“Bila saatnya tiba, alangkah baiknya provinsi baru nanti menggunakan nama Bomberai atau Papua Barat Tengah,atau bahkan dinamai Provinsi Irian Jaya agar nama ‘Irian Jaya’ tidak hilang, kata Alibaham. Menurutnya, nama “Irian” itu berkesan baik dan menyejukkan. Namun Alibaham mengatakan nama apa pun terserah kebijakan mereka yang ada di wilayah tersebut.
Wilayah adat kedua adalah Saireri. Wilayah adat ini berupa pulau-pulau. Pengembangannya memerlukan tantangan tersendiri sehingga membutuhkan kepemimpinan yang menguasai kondisi geografi dan budaya masyarakat kepulauan. Tanah Papua terdiri atas tujuh wilayah adat. Sorong sebagai ibu kota Provinsi Papua Barat Daya lahir bukan sebagai wilayah adat melainkan lahir karena sejak zaman Belanda terdapat perusahaan minyak.
Sorong muncul bukan karena masyarakat adat bersepakat mendirikan Kota Sorong tetapi sudah sejak dulu Kota Sorong ada karena Belanda mendirikan perusahaan minyak serta pelabuhan di kota itu untuk menyalurkannya ke luar kota. Jadi Kota Sorong sebagai ibu kota Provinsi Papua Barat Daya lahir berdasarkan pendekatan atas wilayah ekonomi, jelas Alibaham. Berdasarkan hal itu, Alibaham berpendapat bahwa untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat adat masih ada dua wilayah adat lagi yang perlu dimekarkan sebagai provinsi baru, yaitu Bomberay dan Saireri
“Kita semua bersaudara sehingga jika ingin melakukan perjuangan jangan setengah-setengah, harus berjuang bersama-sama sampai terbentuk lagi provinsi dari dua wilayah adat yang tersisa” tambahnya.
Alibaham mengatakan bahwa banyak manfaat dari pemekaran wilayah menjadi provinsi baru. Dulu ketika Tanah Papua masih merupakan satu provinsi, jumlah pejabat Eselon II OAP hanya lima orang. Sekarang ini dengan adanya pemekaran wilayah dan status Otsus, semua Gubernur, Wakil gGubernur, termasuk Bupati dan Wakil Bupati serta para pejabat Eselon II adalah orang Papua. Artinya, semangat Otsus menaikkan harkat dan martabat OAP serta terjadi pembagian peran di pemerintahan. Apalagi sekarang ada kebijakan pengangkatan anggota MRP, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten(DPRK), dan Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP). Sebanyak 30% dari jumnlah kursi DPRK dan DPRP diperuntukkan bagi mereka yang diangkat.
Mereka yang diangkat tersebut mendapatkan kursi di lembaga legislatif tanpa biaya sedangkan anggota lain yang dipilih melalui Pemilihan Umum mendapatkan kursi tersebut dengan melakukan kampanye, menyiapkan baliho, dan perlengkapan lainnya yang membutuhkan biaya. Dengan dilakukannya pemekaran wilayah, banyak infrastruktur jalan dibangun, mobil bisa langsung parkir di depan rumah. Sebelumnya, jalan di kampung tidak ada. Jadi, pemekaran mampu meningkatkan harkat, martabat, dan kehormatan orangPapua.
“Sebagai contoh, dulu orang Fakfak jika ingin bertemu seorang bos harus naik perahu lewat belakang, sekarang mereka bisa naik mobil lalu parkir di depan rumahnya dan langsung bertemu bos karena di kampungnya sudah ada jalan. Bagi orang Fakfak, salah satu tandanya, dulu tidak bisa naik motor, lalu baru pada sekitar tahun 2000-an bisa naik motor, termasuk diri saya sendiri. Saya baru bisa naik motor di Kalimantan Selatan, waktu berlibur di rumah teman kuliah” Jelasnya.
Mulai tahun 2000-an itu, dibawah pohon-pohon pala di sepanjang jalan di kampung-kampung di Fakfak banya kmotor yang di parkir, ditutup dengan daun-daun. Terjadi peningkatan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, “Memang perubahan itu belum bisa memuaskan semuaorang tetapi jalan menuju perubahan itu sudah terjadi berkat Otsus. Saya berharapPemerintah Pusat menaruh perhatian yang lebih baik lagi terhadap Papua, tambahnya.

Karakter Papua Barat
Provinsi Papua Barat terbentuk pada tahun 2003 sebagai hasil pemekaran dariProvinsi Papua.Sebelumnya provinsi ini bernama Irian Jaya Barat berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999. Namun rencana pemekaran provinsi ini ditolak oleh warga Papua di Jayapura pada 14 Oktober 1999. Setelah mengalami berbagai peristiwa Pertentangan yang panjang akhirnya pada 18 April 2007, Provinsi Irian Jaya Barat berubah nama menjadi Provinsi Papua Barat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007.
Alibaham menjelaskan bahwa wilayah Provinsi Papua Barat mencakup Semenanjung Doberai, Semenanjung Bomberai, dan Wandamen. Masyarakatnya tinggal di pegunungan maupun pesisir pantai di wilayah-wilayah tersebut. Secara umum, karakter masyarakat Papua Barat bersifat terbuka dan toleran karena faktor budaya dan agama yang mengajarkan kebersamaan dan universalitas. Seperti halnya yang berlaku di Fakfak, yaitu filosofi “Satu Tungku, Tiga Batu’. Filosofi ini mengajarkan nilai yang tinggi dan terhormat terhadap persatuan dan harmonisasi dari tiga unsurutama penyangga kehidupan masyarakat Fakfak, yaitu adat, agama, dan pemerintah.
Sedangkan pada aspek agama itu sendiri, persatuan dan harmoni sosial disangga oleh toleransi yang sangat tinggi dari para penganut tiga agama besar di Fakfak, yaitu Islam, Katolik, dan Protestan, juga agama-agama lain. Sedangkan di Manokwari, para leluhur Suku Arfak mengajarkan kebersamaan dan persatuan melalui filosofi rumah kaki seribu. Rumah kaki seribu yang oleh masyarakat lokal disebut Mod Aki Aksa dalam bahasa Meyah atau Igkojei dalam bahasa Wamesa merupakan simbol dari kekompakan masyarakat Suku Arfak dalam menyelesaikan segala pekerjaan.
Filosofi ini menekankan pentingnya asas kebersamaan, gotong royong, dan kekompakan. Secara demografi, masyarakat Papua Barat terdiri dari berbagai suku bangsa, baik suku-suku asli Papua maupun suku-suku pendatang dari berbagai wilayah di Nusantara. Budaya dan agama berperan penting dalam pembentukan peradaban masyarakat Papua Barat. Agama Kristen Prostestan mulai dikembangkan di Pulau Mansinam. sedangkan agama Katolik disebarkan dari Fakfak, demikian juga agama Islam masuk dari Fakfak. Agama Islam sendiri masuk ke Fakfak terhitung sejak runtuhnya kerajaan Majapahit.
Hasil Seminar Nasional “Sejarah masuknya Islam di Tanah Papua” yang diselenggarakan di Fakfak pada 11 Januari 2025 menetapkan bahwa agama Islam masuk ke Tanah Papua pada 8 Januari 1360 di Kampung Gar Lama, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, dibawa oleh seorang mubalik dari Aceh bernama Abdul Gaffar. Prasasti penetapannya ditandatangani oleh Alibaham pada saat berlangsungnya seminar tersebut. Pada kesempatan yang lain, Alibaham juga meresmikan Gereja Katolik di Kampung Gwerpe, Kabupaten Fakfak. Selain itu dia juga meresmikan dan menandatangani prasasti masuknya injil di Pantai Kafiar untuk orang Arfak.
Dasar-dasar peradaban di Tanah Papua diletakkan oleh para penyebar agama-agama tersebut. Dengan karakter masyarakat seperti itu maka idealnya Papua Barat sebaiknya dipimpin oleh seorang pemimpin yang memahami adat istiadat dan tradisi suku-suku yang mendiami wilayah ini. Adat atau tradisi harus dirawat dan dipatuhi sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai universal dan agama. Artinya, tata pemerintahan yang baik harus dijalankan sesuai dengan aturan negara, diselaraskan dengan nilai-nilai agama dan adat tradisi masyarakat setempat.
Penjabat Gubernur Alibaham mengelompokkan Provinsi Papua Barat kedalam tiga karakteristik atau tiga gugus. Pertama, Gugus Manokwari, kedua Gugus Fakfak, dan ketiga Gugus Kaimana. Karakteristik Gugus Manokwari adalah pertanian, misalnya persawahan padi di Manokwari Selatan, perkebunan kakao di Ransiki, perkebunan kopi dan nanas di Pegunungan Arfak. Di belakang Manokwari adalah Bintuni yang masuk dalam kelompok Gugus Fakfak. Bintuni terkenal dengan industri pengolahan gas alamcair LNG Tangguh. Selain itu terdapat juga lahan pertanian, perkebunan kelapa sawit,dan budi daya kepiting hutan bakau. Sedangkan di Fakfak terdapat perkebunan pala,yang disebut “Pala Negri” selain buah durian yang legit rasanya serta potensi ikan yang melimpah.
Potensi wisata alam terdapat di Pegunungan Arfak, yaitu keindahan Danau Anggi. Sedangkan wisata religi masuknya ajaran Kristiani berada di Pulau Mansinam, yang selanjutnya berkembang pesat di Bukit Aitumeri di Kabupaten Teluk Wondama. Sementara wisata bahari terdapat di Teluk Triton Kaimana dan wisata pantai yang legendaris, yaitu Senja di Kaimana. Selanjutnya wisata sejarah di Masjid Tua Wertuar Patimburak yang bentuk bangunannya mirip gereja di Fakfak, dan Gereja Tua di Kampung Yende, Distrik Roon, di Kabupaten Teluk Wondama.
Alibaham mengakui bahwa pengembangan kawasan-kawasan wisata yangberada di luar Manokwari masih terkendala oleh kondisi transportasi. Walaupun sudahada jalan tetapi jaraknya cukup jauh, tidak seperti yang berlaku di Sorong-di Sorongsemua tujuan merujuk ke Kota Sorong sedangkan di tempat lain berbeda, yaitu merujukke kota masing-masing. Bisa dikatakan bahwa Provinsi Papua Barat tidak membentuksatu kutub pertumbuhan ekonomi. “Maka untuk pengembangan Papua Barat ke depan,siapa pun pemimpinnya harus memahami kondisi geostrategi wilayah ini, lanjutnya.

Pentingnya Program Transmigrasi
Program transmigrasi di Papua, menurut akademisi dari Universitas Gajah MadaYogyakarta, Prof. Gabriel Lele, masih dibutuhkan tapi perlu persiapan yang matang supaya bisa membawa dampak positif terhadap upaya percepatan transformasi disektor pertanian dan ekonomi masyarakat. Demikian pula pandangan Alibaham. Menurut Ali Baham, kegiatan perpindahan penduduk sudah dimulai sejak sekelompok orang berpindah dari satu benua ke benua lain, yang sudah dilakukan sejak ratusan abad silam. Misalnya, setelah Benua Amerika ditemukan, orang-orang dikirim untuk menempati benua itu. Hari ini masyarakat yang menempati benua itu mengalami perkembangan ekonomi, sosial, dan budaya yang luar biasa.
“Jika kita bicara tentang orang Papua yang membawa bibit pala ke Banda, lalu berkembanglah jenis pala Banda dan sekarang menjadi pala terbesar di dunia, adanya di pulau itu,” jelas Alibaham.
Perpindahan penduduk juga bisa melahirkan sebuah kota atau mengembangkanpemerintahan baru, misalnya lahirnya kabupaten atau provinsi baru. Hal ini disebabkan oleh adanya perpindahan penduduk, salah satunya melalui program transmigrasi. Di Papua, program transmigrasi dengan segala permasalahannya, telah melahirkan kabupaten-kabupaten dan provinsi-provinsi baru dengan perkembangan penduduk yang signifikan.
Berkat program transmigrasi yang sudah dimulai sejak puluhan tahun lalu telah berhasil menciptakan sawah, perkebunan kopi, coklat, dan kelapa sawit di Tanah Papua. Para petani transmigranlah yang membuat hal itu terjadi. Alibaham berpendapat bahwa program transmigrasi dapat terus dilanjutkan di Provinsi Papua Barat, tentu dengan evaluasi menyeluruh, termasuk pemetaan peruntukan lahan. Pemerintah bekerja sama dengan perguruan tinggi, swasta, ataupun lembaga swadaya masyarakat membuat riset dan pengumpulan data secara komprehensif tentang lokasi lahan dan komoditas apa yang sesuai dikembangkan pada lahan tersebut.
Data tersebut harus mampu menjelaskan letak lahan, kondisi lahan, jenis komoditas apa yang sesuai untuk dikembangkan pada lahan tersebut, atau sektor apa yang potensial, misalnya untuk sektor pertanian, atau untuk peternakan, atau untuk budi daya perikanan mujair, dan sebagainya. Setelah tersedia data hasil riset maka langkah selanjutnya adalah merekrut sumber daya manusia yang punya kapasitas untuk mengembangkannya, Secara paralel perlu dilakukan riset pasar dan membuka peluang-peluang baru pemasaran berbagai komoditas yang siap dikembangkan. Skala produksi dari berbagai sektor harus disesuaikan dengan besarnya permintaan pasar.
“Kita bisa melakukan kontrak kerjasama dengan pihak lain, termasuk dengan para trasmigran. Model kerjasama seperti ini bisa dilakukan untuk pemerataan penyebaran penduduk sekaligus untuk meningkatkan pendapatan asli dari daerah tersebut. Jadi, para transmigran berperan sebagai mitra bagi masyarakat lokal pemilik lahan untuk mengembangkan usaha tertentu berdasarkan kontrak kerja dengan jangka waktu tertentu. Pemetaan menjadi penting untuk dilakukan agar rangkaian proses selanjutnya bisa lakukan”, Ulas ABT
Papua Barat, menurut Alibaham, perlu menambah lagi jumlaht ransmigran yang memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk mengembangkan berbagai peluang usaha di berbagai sektor ekonomi. Selain itu, perlu disiapkan metoda yang efektif agar bisa terjadi transfer teknologi, ketrampilan, pengetahuan, dan etos kerja untuk mengelola lahan-lahan yang terhampar luas di Papua Barat. Dengan demikian visi membangun masyarakat dari hulu sampai ke hilir bisa membuahkan hasil yang optimal. Di sisi lain, tidak mungkin sebuah daerah bisa maju jika tidak ada investasi maka perlu didorong peningkatan Produk Domestik Regional Bruto dan produksi dari sektor swasta, jelas Alibaham.
Terhadap kepentingan para pemilik lahan, perlu perlindungan dan kepastian hukum bagi mereka. Ketika harus menjual tanahnya perlu dipastikan kelanjutan kehidupan ekonomi mereka, jangan sampai mereka menjadi miskin dan tidak punya apa-apa. Dalam konteks kegiatan ekonomi, tanah adalah modal. Jika modal yang dimiliki sebuah keluarga terpaksa dijual, bagaimana kelanjutan kehidupan anak-cucu mereka? Kondisi itulah yang harus dipikirkan, yaitu nasib generasi berikutnya.
“Pengalaman saya waktu melawat ke Universitas Oxford di Inggris, ada konsep yangdisebut royalty family, yaitu kewajiban para tuan tanah untuk memberikan royaltikepada generasi pewaris pemilik tanah mula-mula. Jumlahnya mungkin tidak terlalu besar namun bisa diperhitungkan untuk membiayai kebutuhan pokok penunjang kelangsungan hidup mereka. “Papua Barat masih memerlukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan untuk menggerakkan perekonomian daerah, salah satunya adalah melalui kegiatan transmigrasi. Namun jangan sampai kehadiran para transmigran tersebut meminggirkan eksistensi OAP. Jangan sampai OAP merasa bahwa kepentingan ekonomi dan budaya mereka terancam oleh kehadiran para transmigran.
Terkait hal itu diperlukan upaya yang sistematis untuk memberikan pemahaman bahwapara transmigran datang untuk membantu OAP, untuk memberdayagunakan lahan-lahan yang dimiliki OAP, untuk mengembangkan berbagai kegiatan produktif pada lahan-lahan mereka. Bisa untuk usaha pertanian, perkebunan, atau perikanan. Para transmigran itu kita datangkan sebagai mitra usaha. Kemitraan tersebut bisa dilakukan berdasarkan sistem kontrak lima tahun atau sepuluh tahun, selanjutnya bisa diperpanjang kembali sesuai kesepakatan. Intinya, harus ada kesepakatan bahwa kedatangan orang-orang baru itu untuk membantu OAP, bukan untuk mengusir atau mengambil hak warga masyarakat asli melainkan untuk mempercepat pengembangan daerah dan kesejahteraan OAP.

Tugas Penjabat Gubernur
Alibaham Temongmere dilantik oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat pada 1 November 2023. Tugas utamanya adalah menyiapkan dan melaksanakan Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Legislatif (Pileg), dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024. Tugas melaksanakan Pemilihan Umum itu adalah tugas paling spesifik dengan adanya ketetapan penyelenggaraan Pilkada serentak di seluruh Indonesia, Jelas Alibaham.
Selain itu, Penjabat Gubernur harus memastikan semua kewajiban Pemerintah Daerah menyangkut pelayanan publik harus tetap berjalan dengan baik. ‘Alhamdulillah, angkapartisipasi Pilpres 2024 di Papua Barat mencapai angka 84 persen. Sedangkan Pilkada mencapai 76 persen. Secara umum berjalan baik. Demikian juga rapat pleno penetapan hasil Pilkada di kabupaten dan kota berjalan dengan baik”, ungkapnya.
Pelaksanaan Pilkada serentak di Provinsi Papua Barat berlangsung secara kondusif, tidak ada gejolak yang berarti. Persiapan dan antisipasi terhadap segala kemungkinan dilakukan pada level Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Alibaham sebagai Penjabat Gubernur memastikan kesiapan semua dukungan penyelenggara, khususnya Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu),dan Kepolisian. Di bidang kesejahteraan masyarakat.
Alibaham memastikan semua kegiatan pelayanan publik berjalan dengan lancar, terutama di sektor pendidikan, kesehatan, pencegahan stunting, dan pemenuhan kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako) agar tetap terjaga, stok tersedia dengan harga terjangkau. Pagi-pagi saya cek di pelabuhan dan pasar-pasar untuk memastikan distribusi sembako lancar dalamrangka menjaga dan memastikan terpenuhinya kebutuhan sembako masyarakat. Alhamdulillah, tingkat inflasi di Papua Barat rendah,” jelasnya.
Upaya yang dilakukan Alibaham untuk menjaga tingkat inflasi adalah dengan memastikan kestabilan ekonomi, yaitu menjaga ketersediaan stok sembako dan kemampuan daya beli masyarakat. Stabilitas harga dijaga dengan melakukan operasi pasar oleh Tim Pengendali Inflasi Daerah dilakukan bersama dengan Dolog, Bank Indonesia, TNI, dan Kabinda.
“Saya berusaha membangun komunikasi intensif dengan para pemangku kepentingan, memastikan kelancaran transportasi angkutan barang mengingat barang-barang kebutuhan masyarakat Papua Barat berasal dari luar provinsi. Pada 6 September2024 saya meresmikan Terminal Momiwaren di Kabupaten Manokwari Selatan untuk mengatasi masalah transportasi barang dari wilayah pegunungan. Biaya transportasi angkutan barang selama itu cukup mahal tetapi dengan adanya terminal tersebut biaya bisa menjadi lebih efisien.
Terminal itu berfungsi sebagai penghubung atau estafet distribusi dari tempat terpencil di pegunungan ke Kota Manokwari, misalnya untuk mengangkut kangkung. Sayuran kangkung dari pegunungan bisa menyebabkan inflasi bila tidak diefisienkan distribusinya. Kebutuhan masyarakat Kota Manokwari terhadap kangkung cukup tinggi, terutama bagi mahasiswa yang kos, jelas Alibaham.
Itulah langkah-langkah Pemerintah Provinsi Papua Barat dalam menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok masyarakat. Langkah cepat dalam menangani distribusi barang yang datang dari luar Kota Manokwari diperlukan agar pasokan tetap lancar sekali pun kondisi hujan dan banjir.

Strategi Menentukan Keberhasilan
Ali Baham Temongmere menyatakan bahwa pencapaian yang diraihnya hingga tiba pada titik kehidupan yang sekarang ini adalah karena anugerah dari Allah Swt. Sedangkan dari sisinya adalah usaha untuk membuat keputusan yang tepat dan bijaksana. Menurutnya, keputusan yang tepat dan bijaksana bukan semata-mata ditentukan oleh aspek kepintaran tapi lebih kepada kemampuan menyusun strategi.
“Saya menerapkan strategi terhadap setiap langkah yang akan diambil. Misalnya, ketika akan mengambil penjurusan di SMA. Saya mengamati bahwa teman-teman yang memiliki nilai unggul memilih jurusan IPA. Saya berpikir bahwa jika saya mengikuti mereka dengan mengambil jurusan IPA, saya harus bersaing keras dengan mereka yang pintar-pintar itu. Berdasarkan pertimbangan itu, saya memutuskan mengambil jurusan IPS sehingga saya bisa meraih peringkat pertama di semua semester sampai lulus.
Selanjutnya di APDN, ketika akan mengikuti ujian skripsi, saya menerapkan strategi untuk mendapatkan dosen penguji yang biasa memberikan nilai kelulusan A. Saya mendapat informasi bahwa ada seorang dosen penguji, yaitu profesor dari Kementerian Pendidikan jarang memberi nilai A atau B, paling sering nilai C. Sedangkan saya membutuhkan nilai A agar bisa mendapat privilage masuk ke IIP. Teman-teman saya yang pintar diuji oleh profesor tersebut dan mendapat nilai C. Saya menunggu waktu yang tepat untuk mendapatkan jadwal ujian dengan dosen penguji lokal yang sudah mengenal saya. Alhamdulilah, saya lulus dengan predikat terbaik bersama Mas Winoto sehingga bisa mendaftar di IIP, jelas Alibaham.
Demikian juga halnya saat Ali Baham menjadi camat di Teluk Arguni. Dia berpikir bahwa akan sangat lama mencapai puncak karir jika hanya mengikuti jalur normal karena banyak senior yang menduduki jabatan puncak. Satu-satunya jalana dalah melalui jalur penyesuaian jabatan, yaitu berusaha mendapatkan tugas belajar di tingkat S-2. Benar saja! Setelah lulus S-2, Alibaham mendapat jabatan sebagai Sekretaris Bappeda Fakfak. Pada saat kuliah di S-2 UGM pun.
Alibaham menerapkan strategi mengambil mata kuliah Community Development yang dia yakini bisa dipelajari dengan baik, dengan dosen-dosen yang biasanya memberi nilai tinggi sehingga dirinya berhasil lulus dengan predikat cumlaude. Demikian stategi yang mampu mengantarkanAli Baham Temongmere sebagai pemenang.
“Dilansir dari buku Napak Tilas Alibaham Temongmere, Cahaya dari balik Gunung Mbaham”