-2.1 C
New York
Kamis, Januari 16, 2025

Buy now

Terbongkar di Sidang Kasus Suap BPK Perwakilan Papua Barat, Sejumlah Kepala Daerah Terseret

Manokwari – Proses persidangan perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) nomor 9/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Mnk atas nama Terdakwa Abu Hanifa Siata, nomor 10/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Mnk atas nama Terdakwa Patrice Lumumba Sihombing serta nomor 11/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Mnk atas nama Terdakwa David Patasaung di Pengadilan Negeri/Tipikor Manokwari Kelas I/B telah memasuki tahap pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada beberapa sidang di bulan Mei dan bulan Juni 2024 ini, ada beberapa pejabat pimpinan daerah dan mantan pejabat pimpinan daerah yang dimintai keterangan di depan persidangan, seperti, mantan Walikota Sorong Lamberthus Jitmau, Bupati Kabupaten Sorong Selatan Samsudin Anggiluli, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sorong Selatan Dance Nauw serta Pejabat Bupati Tambrauw Engelbertus Gabriel Kocu. dan beberapa lagi

Para Kepala Daerah, Pejabat Kepala daerah serta mantan Walikota Sorong ini dihadirkan oleh jaksa KPK cukup mampu memberikan “gambaran” bahwa praktek pemberian fasilitas berupa kendaraan maupun uang kepada para auditor dan atau tim pemeriksa dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Papua Barat sudah berlangsung lama.

“Jadi kebiasaan buruk ini seringkali terjadi saat diselenggarakannya pemeriksaan oleh lembaga negara tersebut melalui para staf kantor perwakilan di Provinsi Papua Barat. Padahal sebenarnya ketika dikeluarkan surat tugas oleh BPK RI di Jakarta, sesungguhnya sudah disertai pula dengan alokasi biaya perjalanan bagi para tim pemeriksa BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat.

Namun sayang dalam prakteknya, ternyata masih ada “arahan” dari para pejabat daerah agar stafnya “memfasilitasi” para pemeriksa BPK RI Perwakilan Provinsi Papua Barat tersebut. Itu tergambar dari keterangan saksi Laras Nuryanti (Plt.Kepala BPKAD Kabupaten Teluk Bintuni) saat memberikan keterangan di depan sidang Selasa (4/6).

Pernyataan saksi bahwa, “Saya diminta oleh pimpinan (maksudnya : Bupati Teluk Bintuni) agar memberikan “parcel” (maksudnya : uang) kepada Kepala BPK RI Perwakilan Provinsi Papua Barat.”Ungkap Warinussy meniru pengakuan saksi Laras Nuryanti saat memberikian kesaksikan di Pengadilan Tipikor Manokwari beberapa waktu lalu.

Diungkapkan, tidak saja Saksi tersebut diatas, ada juga para Kepala BPKAD Kabupaten Sorong Selatan maupun Kabupaten Tambrauw yang dengan sendirinya menterjemahkan arahan pimpinan daerahnya masing-masing sebagai perintah untuk memberikan uang akomodasi, uang makan serta uang saku bahkan fasilitas mobil dinas/rental sebagai layanan saat staf pemeriksa BPK RI Perwakilan Provinsi Papua Barat melakukan pemeriksaan di daerah tersebut.

“Praktek ini rupanya menjadi target setiap daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat untuk meraih oponi  Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI Perwakilan Provinsi Papua Barat. Praktek ini menjadi sebab dari dilakukannya pemantauan hingga operasi tangkap tangan (OTT) KPK RI terhadap Penjabat Bupati Kabupaten Sorong pada Desember 2023 lalu bersama sejumlah stafnya serta para pejabat Kantor Perwakilan BPK RI di Provinsi Papua Barat.” Ulasnya.

Sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM). Kata Warinussy, saya ingin agar KPK terus melakukan pemantauan pula pada kinerja para Kepala Daerah Kabupaten/Kota lainnnya di Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Barat Daya menjelang pelaksanaan pemilihan umum Kepala Daerah (Pemilukada) November 2024 mendatang.

Misalnya dia pertanyakan saat Mantan Walikota Sorong Lamberth Jitmau “meminjam” uang sejumlah Rp 3 Miliar dari Rumah Sakit Sele Be Solu Sorong sejak lama, Apakah ada proses administrasi hukum yang dilakukan saat pinjam-meminjam itu terjadi? Kenapa pinjaman dana  Rp 3 Milyar dapat dilakukan oleh seorang Walikota Sorong saat itu? Apakah ada regulasi yang memungkinkan seorang Walikota bisa meminjam uang dari Satuan Kerja (Satker) lain di luar Satker Sekretariat Daerah (Setda) Pemerintah Daerah Kota Sorong?

Kemudian, Kenapa pengembalian uang Rp.3 Miliar baru dilakukan oleh Jitmau pada tahun 2022? Apakah pengembalian terjadi sesudah Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Pejabat Bupati Sorong, dkk? Atau setelah OTT? Yan sampaikan bahwa sebagai salah satu pemerhati korupsi di Tanah Papua berdasarkan amanat pasal 42 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dia mendorong KPK RI untuk ikut memantau proses hukum terhadap kasus besar yang terkait erat dengan kinerja BPK RI Perwakilan Papua Barat yang berkenaan dengan hasil audit terhadap dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) dan barang cetakan pada BPKAD Kota Sorong tahun 2017 yang diperkirakan mencapai jumlah 8 (Delapan) Milyar rupiah.

“Salah satu pintu masuk adalah rencana pengadaan lokasi tanah untuk rencana pembangunan gedung kantor BPK RI Provinsi Papua Barat Daya yang dibahas “serius” antara mantan Walikota Sorong Lamberth Jitmau dengan salah satu pejabat BPK RI Perwakilan Papua Barat sebagai terungkap dalam pemeriksaan perkara di depan sidang Pengadilan Negeri/Tipikor Manokwari belum lama ini.”, Ungkap dia. (rls/ret)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles

error: Content is protected !!