20.3 C
New York
Selasa, September 10, 2024

Buy now

Zeitgeist Jokowi Mengarah Ke Ganjar atau Prabowo?


Ditulis : Anton DH Nugrahanto

Sebagai politisi, Jokowi bisa dikatakan adalah orang paling cemerlang yang tumbuh pasca reformasi. Karirnya melesat pesat dari hanya walikota langsung menjadi Gubernur di DKI Jakarta dan tak lama kemudian meraih kemenangan politik pada 2014 sebagai Presiden RI. Kerja kerasnya dalam membangun lompatan Indonesia menuju masa milenium yang gemilang juga luar biasa. Gagasan-gagasan yang disusun di masa Pemerintahan sebelumnya yang tidak tergarap atau mangkrak diselesaikan dengan cepat bahkan ia dengan visioner mewujudkan kemajuan Indonesia dalam realitas bukan hanya gagasan tapi kemajuan yang bisa dilihat.

Konektivitas dengan cepat terbangun, infrastruktur jaringan lalu lintas antar wilayah terbentuk sehingga mendorong pusat-pusat ekonomi baru. Wilayah pusat ekonomi baru inilah yang akan jadi embrio bagi lompatan ke depan Indonesia. Selain mega proyek infrastruktur yang cepat, Jokowi juga dinilai mampu membangun kultur sosialis dalam dunia kesehatan Indonesia. Selama ini pembangunan kesehatan selama masa Orde Baru sangat berbau kapitalis, dirombak Jokowi dengan revolusi di bidang kesehatan dengan BPJS yang sudah banyak membantu masyarakat luas. Keberhasilan-keberhasilan Jokowi inilah yang membuat hasil survey menyatakan diatas 80% tingkat kepuasan rakyat dan ini merupakan prestasi besar Presiden di masa-masa reformasi. Bahkan dalam negara demokrasi sangat jarang Presiden yang akan mengakhiri masa jabatan mengalami peningkatan kepuasan, seperti banyak Presiden di Amerika Serikat yang selalu anjlok tingkat kepuasan publik di periode akhir jabatan, Jokowi adalah anomali dari kinerja Presiden di negara demokrasi.

Bagaimanapun dalam 10 tahun ini, bangsa Indonesia mengalami suasana jiwa jaman Jokowi “Kerja nyata dan Cepat” Lalu bagaimana jiwa jaman atau Zeitgeist Jokowi ini terbentuk. Karena dengan memahami proses terbentuknya Zeitgeist Jokowi kita bisa memahami otensitas pekerjaannya dan siapa yang bisa melanjutkan substansi pekerjaannya.

Setiap arah kerja Pemerintahan pasti punya DNA yang membentuk arah kerja itu. Lalu apa DNA Jokowi? DNA Jokowi justru terletak pada kekuatan arah politik PDIP, partai yang menaunginya. Grand Design kerja Jokowi justru dibentuk oleh substansi ideologis PDIP yang mengusung arah politik Sukarno dalam mengembangkan Indonesia Raya. Apa arah politik Sukarno? Pertama Bebas dalam politik, Berdikari dalam ekonomi dan Berkepribadian dalam kebudayaan. Pengembangan masyarakat Indonesia berbasis Sosialis-Gotong Royong dan penguatan SDM Manusia. Dan ini yang terpenting membangun kekuatan otentik Indonesia yang tidak bergantung pada kekuatan asing. Pokok-pokok desain politik PDIP adalah antitesis dari DNA Orde Baru yang sangat bergantung pada asing dalam hal ini kekuatan kapitalis negara-negara barat.

Dalam sejarah perpolitikan Indonesia sejak merdeka 1945 ada dua aliran besar DNA, pertama aliran Sukarnois dan kedua aliran Orde Baru. Aliran Sukarnois mendapatkan momentumnya 1959-1965, sepanjang tahun-tahun itu Indonesia menjadi kekuatan besar dunia dan berperan aktif dalam geopolitik dunia. Kemampuan mandiri mengelola kekayaan Sumber Daya Alam disemai pembentukannya dengan mengirim ribuan mahasiswa ke luar negeri lewat biaya negara yang nantinya dipersiapkan take over perusahaan minyak dan pertambangan nasional. Selain itu dibawah pembangunan model Sukarno, militer Indonesia menjadi yang terkuat di belahan selatan dunia.

Inilah yang dilakukan Jokowi dalam meletakkan dasar-dasar kinerja-nya, pembangunan didasarkan visi Sukarno. Apa yang dilakukan Jokowi tak lepas dari tim think tank Jokowi yang terbentuk sebelum Jokowi berkampanye untuk Pilpres 2014. Sebelum naiknya Jokowi, tim ini bergerak dan merumuskan Indonesia pasca SBY. Hasil analisa tim ini adalah menjelaskan SBY merupakan kepanjangan tangan Orde Baru dengan watak ketergantungan pada Amerika Serikat dan tidak melakukan terobosan dalam pembangunan Indonesia. Maka setelah masa SBY harus dicari terobosan itu dan membangun Indonesia dari antitesa kredo Orde Baru. Maka dipilihlah Jokowi oleh PDIP sebagai eksperimen besar untuk melakukan terobosan sekaligus meneruskan ‘Mimpi-Mimpi Sukarno’ yang tertunda akibat konflik politik 1965.

Tim yang dibangun pra Jokowi kampanye 2014 adalah tim 11 yang diarahkan PDIP sebagai perancang kerja Jokowi 2014. Grand Design arah pemerintahan Jokowi dibentuk oleh tim ini. Setelah kemenangan politik Jokowi-JK pada 2014, tim kemudian berubah menjadi tim transisi yang mengarahkan agar pemerintahan SBY soft landing dengan selamat kemudian dilanjutkan pemerintahan Jokowi yang akan take off. Kekuatan inti tim ini terletak pada PDIP.

Bila mengamati kebangkitan Jokowi pada 2014 maka tak lepas dari peran penting PDIP dalam merencanakan arah politik pembangunan Jokowi. Agenda politik pembangunan Jokowi sepenuhnya didasarkan pada mimpi besar Sukarno seperti konektivitas, menjadikan laut sebagai masa depan kita dan membangun sistem kebudayaan nasional menjadi kekayaan otentik negeri ini. Mimpi-mimpi Sukarno adalah antitesis dari watak pembangunan komprador ala Suharto-Ali Moertopo.

Saat ini berkembang isu siapa yang bisa melanjutkan pekerjaan Jokowi, Ganjar atau Prabowo? Isu ini kemudian berkembang menjadi gimmick politik, siapa yang dekat dengan Jokowi untuk meraih suara besar pendukung Jokowi.

Terlepas dari permainan politik yang sifatnya sangat dinamis, maka kita perlu merenungkan siapa yang bisa secara substantif memahami kelanjutan kerja Jokowi. Yang dilupakan banyak orang adalah latar belakang masing-masing Calon Presiden sebagai titik penentu keberhasilan. Mari kita lihat person Prabowo dan person Ganjar serta apa yang ada dibelakangnya. Untuk memahami siapakah yang bisa secara substantif melanjutkan kerja Jokowi.

Prabowo adalah pribadi yang tak pernah dibangun berdasarkan otensitas. Ke-ontetikan Prabowo justru ambisinya menjadi Presiden yang sudah tersirat dalam buku harian catatan Soe Hok Gie, tahun 1960-an. Diluar itu tak ada yang otentik dalam diri Prabowo kecuali kemampuan adaptasinya yang memang terdidik dari kecil karena sebagai ‘anak pelarian politik’ yang bapaknya, Prof. Soemitro dikejar-kejar tentara dan intel untuk ditangkap, maka tak heran dia punya kemampuan adaptasi dalam menempel siapapun untuk memenuhi ambisi politiknya.

Setelah kejatuhan Sukarno, Prof. Soemitro pun pulang ke Jakarta yang sempat dinyinyiri Bu Tien yang berkata langsung pada Soemitro “Apa anda tidak terlalu cepat untuk pulang?” Sumitro dikalangan Jenderal-Jenderal pro Suharto pun sudah dicap sebagai ‘pemberontak’. Tapi berkat kemampuan adaptif Soemitro ia bisa menempel kekuatan politik Orde Baru bahkan berapa kali ditunjuk sebagai menteri kabinet.

Tidak seperti Jokowi atau Ganjar, Prabowo sudah dikenal baik oleh publik sejak sangat muda. Karena tahun 1983 ia menikahi anak Presiden Suharto, Titiek dan sejak saat itu Prabowo menjadi figur penting pemain politik di tingkat pusat utamanya yang terkait peran Jenderal-Jenderal Angkatan Darat dalam politik.

Peran penting Prabowo muda saat itu menghancurkan kekuatan LB Moerdani. Sejak Benny Moerdani berkuasa di militer, Prabowo sudah menunjukkan sikap menentang dan kemudian membangun fraksi di tubuh militer yang pada saatnya nanti di tahun 1990 ke atas sangat berperan penting. Kemampuan Prabowo bermain di tingkat atas seperti mendamaikan AH Nasution dengan Suharto dan membangun struktur pasukan khusus Angkatan Darat secara sistematis bisa dikatakan sebuah prestasi besar. Namun kebesaran namanya kemudian dihancurkan pada peristiwa politik sebelum 1998, di tahun-tahun 1997-1998 marak terjadi penculikan aktivis dan Prabowo diduga berada dibelakang kejadian itu. Juga kerusuhan besar di beberapa wilayah Indonesia membuat permusuhan antara Prabowo dengan kelompok Wiranto menjadi babak pembuka reformasi 1998.

Justru di masa-masa krusial kekuasaan Presiden Suharto, Prabowo terpental dari lingkaran kekuasaan dan seperti takdir sejarah ia mengulangi DNA Soemitro sebagai ‘pelarian politik’ yang kemudian kembali lagi ke Jakarta dan membangun partainya. Kemahiran Prabowo dalam politik liberal saat ini bisa diacungi jempol karena praktis sampai saat ini Gerindra mencapai posisi nomor dua secara suara politik setelah PDIP.

Sekarang kita beralih pada person Ganjar. Berbeda dengan Prabowo yang sudah sangat terkenal di masa mudanya, Ganjar seperti jutaan anak rakyat di masa Orde Baru. Di awal 1990-an ia bergabung dengan PDI yang saat itu dikenal sebagai Partai oposisi di masa Orde Baru, dan bersama jutaan anak muda melawan Orde Baru dengan mengangkat foto Sukarno di jalan-jalan kota saat kampanye. Ganjar adalah asli bentukan PDI di masa Orde Baru dan membangun karir politiknya pada masa reformasi. Nama Ganjar sepintas baru terdengar saat menjadi anggota DPR dan menjadi salah satu ‘Koboy Senayan’ yang membongkar kasus mark up talangan Bank Century.

Selebihnya Ganjar adalah bagian dari gerak partai. Ia ditempatkan menjadi Gubernur Jawa Tengah dan sejak awal Jokowi ‘jatuh hati’ pada dirinya. Bahkan sebelum ditunjuk PDIP menjadi capres, Ganjar berulang kali secara implisit digadang-gadang Jokowi secara terang-terangan.

Disinilah kita bisa melihat kerumitan latar belakang Prabowo dan simplisitas Ganjar. Prabowo secara alam bawah sadar akan selamanya berada di alam ‘Orde Baru’ sementara Ganjar secara alam sadar berhadapan dengan Orde Baru dan tidak terkontaminasi kekotoran Orde Baru.

Di belakangnya juga kita melihat Ganjar adalah representatif dari kekuatan PDIP dan Jokowi berada di dalamnya. Dan PDIP sangat tertib dalam mengolah disiplin Partai. Sementara dibelakang Prabowo bukan hanya Gerindra tapi bisa dikatakan kekuatan Orde Baru dan cenderung mengakomodasi kelompok radikal seperti kasus penggiringan Ahok ke penjara. Inilah yang harus secara teliti dilihat apakah Prabowo atau Ganjar yang bisa meneruskan pekerjaan Jokowi.

Disamping itu ketika internal PDIP dibawah Balitbang menyusun visi misi Ganjar dalam meneruskan Jokowi yang dipimpin Sonny Keraf, tim Gerindra malah asik memainkan gimmick politik dengan memasang baliho Prabowo-Jokowi terutama di kantong-kantong politik PDIP seperti wilayah Solo dan Boyolali. Tim Balitbang PDIP mengumpulkan banyak menteri dan beberapa bawahan Presiden menginventarisir kemajuan Jokowi dalam kerja pemerintahannya, tim Gerindra sibuk memainkan panggung kampanye yang tidak terkait dengan tanggung jawab meneruskan kerja Jokowi. Disini terlihat tidak ada keseriusan Gerindra dalam menyusun konsep pemerintahan pasca Jokowi, beda dengan PDIP yang sejak awal sudah serius memikirkan rencana kerja dalam meneruskan kerja Jokowi.

Jadi bila ditanya secara objektif siapakah yang memahami kerja Jokowi dan berusaha meneruskannya, maka jawabannya adalah Ganjar dan PDIP yang secara institusional bertanggung jawab terhadap agenda besar kerja Jokowi.

Termasuk isu pemindahan ibukota yang jadi lambang dilanjutkannya kerja Jokowi apa tidak?, juga Pembangunan Jokowi yang didasarkan pada konsep Pembangunan semesta yang disusun Djuanda dibawah pemerintahan Sukarno. Apakah Gerindra memiliki ruh itu? Sebagai partai politik yang hanya ditugaskan membesarkan nama Prabowo dan partai pragmatis yang ada di masa reformasi, saya rasa Gerindra tidak punya spirit Sukarno dalam pembangunan nasional, malah kemungkinan alam nalar Orde Baru-nya yang kuat.

Disinilah kita sadar bahwa Kerja Jokowi memiliki narasi mengembalikan Indonesia ke dalam rel yang benar. Rel Indonesia Raya seperti yang diimpikan Sukarno. Loncatan jauh ke depan.

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles

error: Content is protected !!