Jakarta – Abdullah Hehamahua mantan penasihat KPK dalam rilisnya kepada mataradarindonesia.com, sabtu, 1 Juli 2023 pagi menguraikan secara garis besar, ASN yang berintegriritas dan profesional. ditengah sorotan Hehamuah sempat ia menyentil nama Ferdy Sambo dan Johnny G. Plate.
Dullah menguraikan bahwa Integritas ASN sendiri memiliki enam kualitas: (a) Jujur; (b) Konsisten; (c) Komitmen terhadap visi dan misi; (d) Bersikap objektif; (e) Berani ambil putusan dan siap menerima risiko; serta (f) Disiplin dan bertagungg jawab.
Profesional memiliki lima kualitas: (a) Berilmu pengetahuan; (b) Terampil; (c) Kemampuan; (d) Perilaku); (e) Efektif, Efisien, Transparan, dan Akuntabel, diuraikannya bahwa.
ASN yang Jujur
Integritas berasal dari perkataan Inggeris, “integrity” yang berarti menyatu. Tidak parsial. Ia merupakan suatu lingkaran utuh yang berintikan kejujuran. Kejujuran itu sendiri berlaku terhadap diri sendiri, orang lain, dan terhadap lingkungan.
Seorang ASN yang dipekerjakan di KPK, tidak jujur terhadap diri sendiri. Sebab, dia sudah beristeri tapi menyatakan cintanya ke kawan perempuan sekantor. Padahal, ASN ini tau, kawannya tersebut sudah bersuami. Putusan Majelis Kode Etik yang kupimpin, memecat ASN tersebut dari KPK.
Ada pula ASN yang tidak jujur terhadap orang lain. Penyidik KPK, S, dari Kepolisian memeras saksi dalam kasus yang ditanganinya. Kawan-kawannya sendiri menangkapnya di Bandung (2005) dan memenjarakan dirinya selama delapan tahun.
ASN juga tidak jujur terhadap lingkungan. KPK pernah menangkap tiga gubernur Riau secara berturut-turut. Penyebabnya, ASN di kantor tersebut kolaborasi dengan pengusaha HPH. Dampaknya, 8,2 hektar hutan rusak per menit di wilayah tersebut.
Bahkan, hari ini, jika hujan sehari saja, terjadi banjir, tanah longsor, dan ambruknya infrastruktur di hampir seluruh Indonesia.
ASN yang Konsisten
Tiada konsisten tanpa kejujuran. Maknanya, orang jujur senantiasa konsisten. Mereka tetap menaati peraturan yang ada dalam pelaksanaan tugas sehari-hari.
Data KPK menunjukkan, 42 – 70% kasus yang ditangani, berkaitan dengan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ). Padahal, 35% APBN setiap tahun berkenaan dengan PBJ. Jadi, katakanlah tahun lalu, APBN-nya Rp. 2 ribuT, bermakna, uang yang dikorupsi, 42% x 35% x Rp. 2 ribuT = Rp. 294T. Penyebabnya, ASN tidak konsisten dengan UU ASN dan Kode Etik yang ada.
ASN yang Objektif
ASN akan objektif, jika dia konsisten. ASN yang konsisten jika dia jujur. Jadi ASN yang jujur akan melahirkan sikap konsisten dan objektif.
Aparat Penegak Hukum (APH), sering tidak objektif. Pedang kekuasaannya tajam ke bawah. Namun, ia tumpul ke atas. Kejaksaan Agung misalnya, langsung menahan John G Plate dalam kasus BST. Sebab, Plate berada di kubu, lawan istana. Padahal, pihak-pihak lain yang terlibat, tidak semuanya diproses. Ini karena, mereka berada di koalisi istana.
KPK mengutak atik kasus formula E. Padahal, menurut BPK, tidak ada kerugian keuangan negara. Anehnya, kasus sircuit Mandalika di NTB yang merugikan Rp. 150 milyar, dianggap angin lalu saja.
ASN yang Berani Ambil Putusan dan Siap Terima Risiko
Jend. Sambo adalah contoh ASN yang tidak berintegritas. Sebab, beliau tidak siap menerima risiko atas tidakannya. Padahal, tindakannya, baik pembantaian enam laskar FPI di KM50 maupun pembunuhan ajudannya sendiri, didahului rencana yang matang dan sistematis. Namun, beliau mengajukan banding atas putusan Hakim.
ASN yang Disiplin dan Bertanggung Jawab
“Institute for Management Development” (IMD) 2023 menempatkan Indonesia berada di posisi 34 dari 64 negara dalam daya saing global. Salah satu sebabnya, ASN tidak disiplin. Tidak disiplin menaati Kode Etik dan SOP yang ada.
Mayoritas ASN tidak bertanggung jawab atas ketidak-displinan tersebut. Orang lain dipersalahkan. Menteri Keuangan tidak bertanggung jawab atas penyimpangan, bahkan kejahatan yang dilakukan anak buahnya. Di Jepang dan Korsel misalnya, Menteri Perhubungan langsung undur diri ketika ada kapal terbang yang jatuh atau kereta api terbalik.
ASN yang Profesional
Enam puluh lima persen ASN adalah pegawai administrasi. Pegawai fungsional hanya 35%. “Best practices” di dunia, pegawai fungsional, 70%. Jadi, struktur kepegawaian ASN di Indonesia berbentuk piramide terbalik. Itulah sebabnya, daya saing global Indonesia, rendah. Maknanya, 65% ASN tidak profesional.
Kementerian Keuangan tidak mengalami kasus “money laundry”, Rp. 349T jika ASN-nya profesional. Demikian pula penyelundupan batangan emas senilai Rp. 169T di Tanjung Priok. Jika ASN profesional maka pembangunan kereta api Jakarta – Bandung, tidak membengkak sebesar 1,2 milar dolar AS, setara Rp. 18,24 trilyun. Disebabkan ASN di instansi terkait tidak profesional, peresmian keretapi cepat Jakarta – Bandung tersebut mengalami penangguhan beberapa kali.
ASN Berilmu Pengetahuan
Berilmu pengetahuan, tidak identik dengan sarjana. Sebab, 86% koruptor yang ditangkap KPK, sarjana. Ada S1, S2, S3, bahkan profesor. Jadi, orang yang berilmu pengetahuan, apa pun gelar kesarjaannya, dia harus punya hubungan yang intensif dengan Rabb-nya.
Sebab, semua Nabi dan Rasul, berilmu pengetahuan tapi sangat akrab hubungannya dengan Allah SWT. Konsekwensi logisnya, ASN yang berilmu pengetahuan haruslah seorang yang peduli terhadap lingkungan. Bahkan, menjadi Peneliti. Dia dengan sendirinya aktif, kreatif, dinamis, dan berkinerja tinggi.
ASN yang berilmu pengetahuan justru paling takut terhadap azab api neraka. Olehnya, mereka senantiasa menyahut seruan Rabb-nya. Hasilnya, pekerjaan mereka selalu efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
ASN Berketerampilan
ASN yang terampil, ilmu pengetahuan yang dimiliki tidak hanya dalam teori, pidato atau kampanye. Ia harus dioperasionalkan dalam bentuk program, kegiatan, bahkan proyek percontohan yang konkrit.
ASN yang terampil tidak akan menerbitkan Peppres dan Kepres bermasalah. ASN yang terampil juga tidak akan melancarkan proyek yang kemudian rusak. Apalagi, tidak bermanfaat optimal seperti LRT di Palembang. Bahkan, ASN yang terampil, tidak akan menyusun APBN yang sarat dengan utang luar negeri dan ribawi. Apalagi, kereta api cepat Jakarta – Bandung yang kontroversial.
ASN yang Berkemampuan
ASN berilmu pengetahuan dan terampil akan punya kemampuan yang mumpuni. Namun, disebabkan mayoritas ASN adalah pegawai administrasi maka daya saing global Indonesia, rendah.
ASN yang mumpuni tidak akan memeroleh predikat WDP berkali-kali. ASN yang mumpuni, memeroleh WTP bertahun-tahun seperti DKI pimpinan Anies Baswedan.
ASN yang Berperilaku Karimah.
ASN yang berakhlak karimah, tidak sombong. Tidak membentak-bentak rakyat. Tidak ambisi menjabat jabatan tertentu jika tidak mumpuni. ASN yang berakhlak karimah akan cepat melayani masyarakat yang datang berurusan dengannya.
ASN yang karimah senantiasa menghormati atasannya. Dia senantiasa mengingatkan, jika atasannya salah. Dia juga menyayangi bawahannyaa. Dia tidak anggap bawahannya sebagai babu yang hanya diperintah. Bawahannya dijadikan mitra kerja.
ASN yang Berkinerja Optimal.
ASN yang profesional, kinerjanya selalu optimal. Sebab, cara kerjanya efektif. Konsekwensinya, terjadi efisiensi anggaran. Tidak boros. ASN yang profesional, semua kerjanya transparan. Olehnya, kinerjanya dapat dipertanggung-jawabkan.
Simpulannya, jika Presiden 2024 mau melakukan reformasi birokrasi dengan merekrut, menempatkan dan membina ASN yang berintegritas dan profesional, Indonesia dapat menjadi Masyarakat Madani. Semoga. (rls/ret)