Fakfak – Rapat Dengar Pendapat (RDP) melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Fakfak, Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak, dan Dewan Adat Mbaham Matta Fakfak, serta Lembaga Adat Masyarakat Kabupaten Fakfak terkait perselisihan tapal batas antara Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Teluk Bintuni pasca penandatangan kesepakatan bersama di jakarta, rapat tersebut berlangsung di ruang sidang DPRD Kabupaten Fakfak. Kamis, (26/8) dipimpin Ketua DPRD Fakfak, Siti Rahma Hegemur.
Mewakili Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak, Sekda Drs H Alibaham Temongmere, MTP, Kabag Hukum Setda Kabupaten Fakfak, Umar Bauw, Kabag Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Fakfak, Ruslan Rumoning, Bappeda dan Litbang, Widi Asomorjati, turut hadir Asisten – I Setda Kabupaten Fakfak, Aroby Hindom, sementara Dewan Adat Mbaham Matta Fakfak dipimpin langsung oleh Ketua Umum, Demianus Tuturop,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Fakfak dan Dewan Adat Mbaham Matta Kabupaten Fakfak secara tegas mempertanyakan terjadinya perselisihan tapal batas antara Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Bintuni yang terjadi setelah Wakil Bupati Fakfak, Yohana Dina Hindom, menandatangani kesepakatan soal simpul titik peta tersebut,
Dewan Adat Mbaham Matta Fakfak tegas mempertanyakan urgensi sehingga DPRD Kabupaten Fakfak maupun Dewan Adat Mbaham Matta sendiri tidak dilibatkan dalam proses tersebut sebelum penandatangan dan tiba-tiba muncul persoalan lagi yang dapat merugikan masyarakat Kabupaten Fakfak yaitu persoalan tapal batas Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Teluk Bintuni.
Menyanggupi permintaan DPRD Fakfak dan Dewan Adat Mbaham Matta serta Lembaga Masyarakat Adat Kabupaten Fakfak, Kabag Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Fakfak, Ruslan Rumoning menjelaskan tidak ada penandatangan berita acara apapun mengenai pergeseran tapal batas dari wilayah Kabupaten Fakfak berkurang 913 meter ke wilayah Kabupaten Teluk Bintuni, namun yang ditanda tangani oleh Wakil Bupati fakfak adalah menurut pengakuan Ruslan adalah peta atau peta titik simpul,
Menurut keterangan yang dijelaskan Kabag Tata Pemerintahan bahwa peta tersebut adalah titik simpul antara Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Teluk Bintuni untuk menarik garis tengah sehingga pada saat survey lapangan dapat dipastikan wilayah pemerintahan fakfak ada dimana sesuai ketentuan UU batas pemekaran,
“Jadi kami tegaskan bahwa tidak ada berita acara apapun yang ditanda tangani oleh ibu wakil bupati fakfak, Ibu Yohana Dina Hindom, beliau hanya mendatangani peta titik simpul”, Jelas Ruslan Rumoning, Kabag Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Fakfak diruang sidang utama Gedung DPRD Kabupaten Fakfak, kamis, (26/8) kemarin.
Lanjut dijelaskan, dari titik simpul tersebut peta yang ditandatangani wakil bupati fakfak tanpa diketahui Sekda selaku pengendali Administrasi Daerah dan DPRD Fakfak serta Dewan Adat Mbaham Matta fakfak harus dibuktikan secara fisik dilapangan dari apa yang dilakukan oleh Versi Kemendagri sehingga dari peta tersebut dan ternyata dilakukan survey ke lapangan ada 913 meter persegi diambil Kabupaten Teluk Bintuni,
Menurut Ruslan setelah ada kesepakatan peta titik simpul tersebut dan faktanya dilapangan ternyata bergeser 913 meter persegi berdasarkan hasil survey tersebut baru kemudian pemerintah Kabupaten Fakfak melakukan komplain karena penandatangan titi simpul bukan definitif garis batas kabupaten,
Ruslan selaku Kabag Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Fakfak mengungkapkan sampai saat ini belum ada aturan perundang-undangan maupun peraturan menteri dalam negeri manapun menyatakan garis batas Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Teluk Bintuni maupun Kaimana belum memiliki batas garis yang sudah final, itu belum ada.
Sebagai salah satu Kepala Bagian di Pemda Fakfak, Ruslan meminta kepada DPRD Kabupaten Fakfak untuk bersama-sama berjuang untuk mempertahankan peta awal sebagaimana surat yang telah dilayangkan ke Kementerian Dalam Negeri di Jakarta atas versi peta yang mereka keluarkan tersebut,
“Sekali lagi kami dari bagian tata pemerintahan menegaskan bahwa yang dikeluarkan itu adalah peta titik simpul dengan titik-titik kordinat yang harus kita lihat atau verifikasi kembali, nanti setelah itu kemudian pemda fakfak ajukan keberatan terhadap apa yang dilakukan oleh kemendagri”, Terangnya.
Ketua Umum Dewan Adat Mbaham Matta Fakfak, Demianus Tuturop mengingatkan kepada pemerintah daerah kabupaten fakfak maupun DPRD Kabupaten Fakfak agar kedepan hal-hal yang menyangkut adat tentunya Dewan Adat maupun Lembaga Adat harus diajak untuk bicara bersama-sama, pesanya, jangan masing-masing selalu cari jalan sendiri, nanti ada masalah baru cari Dewan Adat,
Menurut dia, persoalan tapal batas tersebut sesungguhnya atas inisiatif siapa sehingga wakil bupati fakfak berani melakukan penandatanganan titik simpul tersebut, meskipun dijelaskan Ruslan selaku Kabag Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Fakfak bahwa hal tersebut berdasarkan inisiatif Kemendagri (Pempus), Demianus menegaskan ini keliru karena proses ke arah penandatanganan titik simpul tidak terbuka.
Demianus menganggap bahwa langkah tersebut sangat keliru karena tidak melibatkan Dewan Adat Mbaham Matta Fakfak untuk duduk sama-sama membahas persoalan tersebut sebelum wakil bupati fakfak, Yohana Dina Hindom membubuhkan tanda tangan, Tutur Ketua Umum Dewan Adat Mbaham Matta Fakfak,
Tuturop berpesan kepada pemerintah daerah Kabupaten Fakfak dan DPRD Kabupaten Fakfak agar langkah selanjutnya harus melibatkan Dewan Adat Mbaham Matta Fakfak untuk menyepakati adanya proses tapal batas tersebut kepada Kabupaten fakfak setelah peta tersebut dapat menyeroboti wilayah pemerintah milik Kabupaten Fakfak, (ret)