“ASN dilarang menghadiri deklarasi / kampanye pasangan Calon dan memberikan tindakan/dukungan keberpihakan, Membuat postingang, comment, share, like, bergabung/ follow dalam group / akun pemenangan/calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota).”
Fakfak – Forum Masyarakat Peduli Demokrasi Kabupaten Fakfak melayangkan surat kepada Ombudsman RI maupun Ombudsman Perwakilan Papua Barat. FMPD minta kepada Ombudsman agar memberikan pengawasan ketat terhadap semua perangkat aparatur pemerintah daerah Kabupaten Fakfak agar tidak menyalahgunakan tugas dan wewenang mereka untuk mendukung dan memenangkan Kandidat atau Calon tertentu di Pilkada Fakfak 2024 mendatang.
Selain menyurati Ombudsman RI. FMPD juga menyurati Sekda Kabupaten Fakfak, dan juga Bawaslu Kabupaten Fakfak agar turut memberikan pengawasan yang professional dan obyektif terhadapsemua perangkat pemerintah daerah dari tingkat RT, Kelurahan, Distrik, maupun Kepala OPD dijajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak. FMPD menegaskan bahwa pemilu 2024 adalah hajat setiap warga negara untuk bebas berekspresi menjatuhkan pilihan politknya kepada Calon manapun tetapi tidak dengan tekanan dan intimidasi.
Hal itu disampaikan Koordinator FMPD. Idham Chalid Fidmatan kepada mataradarindonesia.com, Selasa, 4 Juni 2024 siang kemarin, Idam katakan bahwa ASN di Pemda Fakfak jangan mau diintimidasi untuk dipaksakan memenangkan Kandidat/Calon Bupati tertentu dengan janji-janji manis maupun pengaruh jabatan dan lainya, sudah cukup masyarakat selama ini diberi janji manis dan jelang pilkada ini mulai menyelesaikan itu dengan janji baru lagi.
Menurutnya, masyarakat apalagi ASN sudah sangat pintar dan paham besok memilih siapa pemimpin yang akan melindungi dan mengayomi mereka selama berada di bumi jazira onim fakfak ini, Fidmatan katakan, semua orang punya hak yang sama dalam berdemokrasi dan bebas memilih atau dipilih diluar tekanan atau bentuk intimidasi apapun, FMPD minta kepada DPRD Fakfak juga agar melakukan pengawasan secara independen dan obyektif terhadap pelaksanaan tahapan pilkada di Kabupaten Fakfak.
“Dari hasil pantauan di lapangan terdapat indikasi akan terjadinya penyalagunaan kewenagan dari pemerintah daerah dalam hal ini indikasi pergerakan oknum-oknum ASN (Pejabat dan Staf baik ASN maupun PPPK dan tenaga Honorer) sampai pada tingkat Distrik, Kelurahan, Kampung dan Ketua-Ketua RT diduga dengan sengaja bergerak secara masif untuk mengkonsolidasikan pemenangan kandidat tertentu dalam menjemput pelaksanaan pilkada di Kabupaten fakfak. Kondisi ini jika di biarkan dan tidak di awasi secara baik akan melahirkan resistensi yang cukup luar biasa dan berdampak pada konflik kepentingan yang akan mengganggu jalan pesta demokrasi, 27 November 2024 mendatang
Aturan netralitas ASN dalam Pemilu tertuang dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Salah satu yang menjadi pedoman adalah UU ASN Nomor 5 Tahun 2014. Hal ini sesuai dengan pasal 9 UU ASN 5/2014 yang menyebutkan bahwa ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi politik. Aturan netralitas ASN di pemilu juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. PP tersebut mengatur bahwa PNS yang melanggar kewajiban netralitas politik dan pemilu dapat dikenai sanksi disiplin.
Selanjutnya, Berdasarkan UU ASN 5/2014, tindakan yang dianggap tidak netral bagi ASN adalah ikut serta dalam politik praktis. Itu artinya mereka tidak boleh bergabung menjadi anggota maupun pengurus partai politik. Tak hanya itu, politik praktis yang dimaksud dalam UU ASN juga bisa diwujudkan dalam beberapa tindakan yang menunjukkan keberpihakan, termasuk ikut kegiatan kampanye hingga menunjukkan dukungan lewat unggahan media sosial.”. Beber Idam.
Lanjut dijelaskan, beberapa tugas dan wewenang dan kewajiban Pengawas Pemilu dalam pelaksanaan pilkada serentak tahun 2024 berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Beberapa diantaranya adalah, Bersikap adil dalam menjalankan tugas dan wewenang, Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengawas Pemilu pada semua tingkatan,
Mengawasi netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia, Menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai Pemilu, serta merekomendasikan kepada instansi yang bersangkutan mengenai hasil pengawasan terhadap netralitas aparatur sipil-negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia
“Ketentuan Undang-Undang NOMOR 10 Tahun 2016 Tentang Pemiluhan Gubernur, Bupati, dan Walikota menegaskan dalam Pasal 71 ayat (1) Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, selanjutnya rangkaian pada UU Nomor 10 juga telah tegas mengatur sesuai dengan Pasal 188 mengatur sanksi pidananya bahwa Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).”, Ulas Idam.
Aparatur sipil negara dilarang berdasarkan berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2023 dan PP Nomor 94 Tahun 2021 bagi ASN yang terlibat pada pelaksanaan baik Pemilu maupun Pilkada untuk tidak melakukan hal-hal sebagai berikut, Memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait bakal calon peserta pemilu dan pemilihan, Sosialisasi / Kampanye Media Sosial / Online Bakal Calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota), dilarang juga Menghadiri deklarasi / kampanye pasangan calon dan memberikan tindakan/dukungan keberpihakan, Membuat posting, comment, share, like, bergabung/ follow dalam group / akun pemenangan/calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota).
“Dilarang memposting pada media sosial /media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan Bakal Calon Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota; Tim Sukses dengan menunjukkan / memperagakan simbol keberpihakan / memakai atribut partai politik dan/menggunakan latar belakang foto (gambar) terkait partai politik / bakal calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota); Alat peraga terkait partai politik / bakal calon (Presiden/Wakil Presiden/DPR/DPD/DPRD/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota) Dengan tujuan untuk memberikan dukungan terhadap partai politik atau calon atau pasangan calon Presiden/Wakil Presiden/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota serta calon anggota DPR/DPD/DPRD”, Ulasnya.
Terkahir, Idam sampikan bahwa surat yang sama juga tembusannya dikirimkan kepada, Pj. Gubernur Papua Barat, Ketua MRPB, Ketua DPRP Papua Barat, Ketua Bawaslu Papua Barat di Manokwari, Pj Sekda, Ketua Bawaslu, Ketua LMA, Ketua Dewan Adat Mbaham Matta Fakfak di Fakfak, semuanya menjadi keterkaitan untuk bagaimana mengawal proses demokrasi ini dengan baik diluar tekanan dan dugaan intimidasi memenangkan pasangan Calon tertentu. Tutupnya, (ret)